REHAT
Rehat, mungkin salah satu cara kita melepaskan semua penat, semua kekecewaan, kesibukan duniawi, semua harapan, semua angan, cita-cita. Saat kita mengalami titik puncak kepenatan atas segala problema kehidupan, rasanya firikan menjadi buntu, hilang arah. Disaat itu pula kita butuh rehat, dari semuanya, kita harus punya waktu untuk diri sendiri, kalau dalam istilah gaulnya me time, waktu ku. Waktu untuk menghargai diri sendiri, memulihkan tenaga, memulihkan pikiran, memulihkan spirit.
Kita bisa lalukan dialog pada diri sendiri, kita perlu refleksi diri, kira-kira apa selama ini kita sudah melakukan kesalahan ? atau kita sudah banyak melakukan kebaikan? mereset ulang semua yang ada pada diri kita, hingga hati tetap saja merasa gelisah dan tak kunjung menemukan ketenangan. Padaha kita sudah berusaha untuk menambah ibadah kita, berusaha menjalin kemesraan dengan Allah. Namun kenapa ketenangan itu tidak kunjung kita dapatkan ?
Jangan-jangan ada yang salah, jangan-jangan apa yang disukai Allah tidak kita laksanakan dengan baik, jangan-jangan kita tidak bisa menjalin hubungan yang baik dengan makhluk Allah. Pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya refleksi atau muhasabah perlu sekali setiap hari kita hadirkan. Diwaktu malam hari, sebelum terlelap tidur, dan kita benar-benar rehat dari segala urusan dunia, kita perlu merumuskan kebahagiaan dan ketenangan diri sendiri.
Setidaknya kebahagiaan harus muncul dari dalam diri sendiri dan meminta petunjuk Allah, tanpa harus tergantung dari orang lain, sehingga ketika kebahagiaan dan ketenangan hati itu muncul dari dalam diri sendiri, itu akan lebih mudah, lebih efektif dan tidak membutuhkan waktu yang lama.
Namun berbeda halnya jika, kebahagiaan dan ketenangan kita hanya bersumber dari orang lain, karena mereka hanya makhluk ciptaan Allah, masih ada kemungkinan untuk berbolak-balik hatinya, suatu hari mereka bisa saja menjadi sahabat terbaik kita, tapi diwaktu lain bukan mustahil mereka akan berbalik mejadi orang yang membenci kita. Tentu kita tidak mampu untuk mengendalikan keadaan hati dan pikiran orang lain. Jadi untuk apa kita bersusah payah untuk mendapat belas kasihan dari orang lain, tapi lalai dari memohon belas kasihan dari Allah ?
Marilah kita jadikan rehat dan muhasabah menjadi bagian dari kebiasaan hidup kita, agar kita bisa menjadi orang yang selalu mensyukuri nikmat dan tidak melampaui batas. Dan marilah kita untuk terus tanpa lelah memanjatkan doa, agar kita selalu diberi kekuatan kesabaran dan keistiqomahan, dalam menebar kebaikan. Hingga kita benar-benar bisa menemukan makna hidup yang hakiki.
238_AMALIAUTAMI @IG : amalia22._
Tulisan kelimabelas Nulisyuk Batch 57
Kamis, 1 Oktober 2020
Komentar
Posting Komentar