KEJAYAAN PENDIDIKAN ISLAM
Mata Kuliah Sejarah Pendidikan Islam (semester II)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pendidikan sebagai suatu sistem, tidak bisa
dipisahkan dari kondisi politik, antara keduanya terjalin hubungan erat.
Berubah-ubahnya kebijaksanaan politik dapat mempengaruhi palaksanaan pendidikan
islam. adapun pendidikan islam awalnya sudah mulai berkembang pada masa Dinasti
Umayyah, dan baru dapat mencapai kemajuan setelah dinasti Bani Abbasiyah
menjatuhkan dinasti Umayyah. Kemajuan pendidikan islam terus meningkat setelah
Bani Abbas mengambil kebijaksanaan
dengan mengangkat orang-orang Persia yang telah memiliki kemajuan
keilmuan menjadi pejabat-pejabat istana.
Orang-orang persia yang telah lama bersentuhan
dengan filsafat dan ilmu pengetahuan hellenisme (sebutan untuk masa yang
dianggapnya sebagai periode peralihan antara yunani kuno dan dunia kristen)
mempengaruhi umat islam untuk belajar dan mengembangkan pemikiran islam.
Lebih-lebih lagi disaat Bani Abbas mengendalikan aliran Mu’tazilah yang
berpikiran rasional, pendidikan islam mencapai masa keemasan. Di masa ini pemikiran
islam mencapai puncak kejayaannya. Filsafat islam, ilmu pengetahuan, dan
pemikiran islam maju pesat sehingga islam menjadi pusat keilmuan yang tak
tertandingi di dunia.[1]
Di bidang pendidikan dan ilmiah, kemajuan ditandai
dengan mengadaptasi warisan kebudayaan dan peradaban serta ilmu-ilmu yang
didapat dari Yunani, Persia, Mesir, Yahudi, Kristen, dan India ke dalam Islam.
Kemudian warisan-warisan tersebut dikembangkan dan di Islamkan oleh
sarjana-sarjana muslim. Maka terjadilah ia sebagai kebudayaan, peradaban dan
ilmu pengetahuan Islam sendiri.
Puncak kejayaan pendidikan islam dimulai dengan
berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan islam dan madrasah-madrasah
formal di berbagai pusat kebudayaan islam. Hal ini dipengaruhi oleh jiwa dan
semangat kaum muslimin pada waktu itu yang sangat besar dalam penghayatan dan
pengalamannya terhadap ajaran islam.[2]
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana latar belakang masa kejayaan sejarah pendidikan Islam?
2.
Bagaimana
sejarah pendidikan Islam
pada masa Rasululullah Saw?
3.
Bagaimana Sejarah Berdirinya Madrasah ?
4.
Bagimana kejayaan pendidikan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin
?
5.
Bagimana pendidikan wanita pada masa Rasulullah Saw?
C.
Tujuan
Pembahasan
1.
Untuk mengetahui
latar belakang masa kejayaan sejarah pendidikan Islam
2.
Untuk mengetahui sejarah pendidikan Islam pada masa Rasululullah Saw
3.
Untuk mengetahui
sejarah berdirinya
Madrasah
4.
Untuk mengetahui
kejayaan pendidikan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin
5.
Untuk mengetahui
pendidikan wanita pada masa Rasulullah Saw
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Latar belakang Masa Kejayaan Sejarah Pendidikan Islam
1.
Pendidikan Islam
Masa Daulah Umayyah di Andalusia (Spanyol)
Penaklukan
Islam di Spanyol tidak terlepas dari kepiawaian tiga pahlawan islam,
yaitu Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nusair,. Perluasan
kekuasaan bani Umayyah ke Spanyol, diawali dan dirintis oleh tharif Ibn Malik
yang berhasil menguasai ujung paling selatan Eropa. Upaya ini kemudian
dilanjutkan oleh Thariq ibn Ziyad yang berhasil menguasai ibukota Spanyol, Toledo.
Kemudian ia juga menguasai Archidona, Elfira, dan Cordova. Bahkan raja Roderick
(raja terakhir Vicighotic)berhasil dikalahkan pada tahun 711M. Keberhasilan
Thariq dalam melumpuhkan penguasa di Spanyol dalam sejarah islam dicatat
sebagai acuan resmi penaklukan Andalusia oleh Islam. Kemudian ekspensi ini
dilanjutkan, pada waktu yang sama, oleh Musa ibn Nusair yang akhirnya mampu
menguasai Spanyol bagian Barat yang belum dilalui oleh Thariq, tanpa memperoleh
perlawanan yang berarti. Keberhasilan ekspansi ini akhirnya bermuara dengan
dikuasainya seluruh wilayah Spanyol ke h Walid ibn Abdul Malik, ia menunjuk
Musa ibn Nusair sebagai Amir yang berkedudukan di Afrika Utara.
Ketika Daulah Umayyah di Damaskus runtuh,
pemerintahan di Andalus kemudian dipegang oleh seorang pangeran Bani Umayyah,
Abd Rahman ibn Mu’awiyah ibn Hasyim, yang berhasil lolos dari buruan Bani
Abbas. Tokoh inilah yang kemudian berhasil mendirikan kembali Daulah Umayyah II
di Spanyol.
Kedatangan islam di Andalus (Spanyol) telah membawa
perubahan yang sangat besar, terutama di bidang sosial dan ilmu pengetahuan
serta kebudayaan. Perkembangan peradaban islam terbentuk bukan hanya karena
sentuhan dari tradisi Arab-Islam, akan tetapi lebih dari itu karena akibat
persentuhan peradaban yang dibawa oleh Arab. Islam dengan kebudayaan masyarakat
yang multi budaya, yang akhirnya terikat menjadi satu dan membentuk kebudayaan
Islam yang tinggi waktu itu. Semua ini tidak terlepas dari kepiawaian dan
dukungan dari penguasa dalam memajukan ilmu pengetahuan, serta tingginya
motivasi umat islam dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan,
sehingga dalam waktu singkat Andalus (Spanyol) berubah menjadi pusat
pengembangan ilmu pengetahuan Islam di Belahan Barat.
Adapun Faktor-faktor yang mendorong
perkembangan Pendidikan Islam di Andalus:
1) Adanya
dukungan dari penguasa, menyebabkan pendidikan islam maju dengan cepat, karena
penguasa sangat mencintai ilmu pengetahuan dan berwawasan jauh ke depan.
2) Adanya
beberapa sekolah dan universitas di beberapa kota Spanyol yang sangat terkenal
(Universitas Cordova, Sevilla, Malaga, dan Granada).
3) Banyaknya
para sarjana islam yang datang dari ujung Timur dan ujung Barat wilayah islam
dengan membawa berbagai buku dan berbagai gagasan. Hal ini menunjukkan bahwa
meskipun umat islam terdiri dari berbagai kesatuan politik namun terdapat juga
apa yang disebut kesatuan budaya islam.
4) Adanya
persaingan antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol dalam bidang ilmu
pengetahuan dan peradaban. Kompetisi dalam bidang ilmu pengetahuan dengan
didirikannya Universitas Cordova yang menyaingi Universitas Nizamiyah di
Baghdad yang merupakan persaingan positif.
5) Pemerintah
juga memberikan subsidi yang banyak terhadap pendidikan, yakni dengan murahnya
buku-buku bacaan, atau diberikan penghargaan yang tinggi berupa emas murni
kepada penulis atau penerjemah buku seberat buku yang diterjemahkan.
6) Akses
untuk pendidikan bagi semua rakyat dibuka selebar-lebarnya tanpa membedakan
suku, ras, agama, dan golongan.
7) Perhatian
masyarakat dalam menuntut ilmu sangat besar dengan mempelajari berbagai macam
disiplin ilmu, tanpa membedakan dari manapun datangnya.[3]
2. Pendidikan
Islam pada Masa Daulah Abbasiyah
Daulah Abbasiyah berkuasa selama
524 tahun yaitu dari tahun
132-556
H/ 750-1258 M. Dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah diletakkan oleh khalifah
kedua yaitu Abu Ja’far al-Mansyur. Sistem politik yang dijalankannya antara
lain: Para Daulah tetap dari turunan Arab murni, kota Baghdad sebagai ibu kota
negara yang menjadi pusat kegiatan politik, ilmu pengetahuan dipandang sebagai
sesuatu yang sangat penting, kebebasan berpikir dan HAM pernah diakui penuh, para menteri turunan
Persia diberi hak penuh dalam menjalankan pemerintahan. Sedangkan sistem sosial
kemasyarakatan terjadi perubahan yang sangat menonjol, diantaranya adalah:
1) Tampilnya
kelompok Mawali yang menduduki peran dan posisi penting di pemerintahan.
2) Masyarakat
terdiri dari dua kelompok, yaitu;
Ø Kelompok
khusus yaitu Bani Hasyim, pembesar negara, bangsawan yang bukan Bani Hasyim.
Ø Kelompok
umum, yaitu seniman, ulama, pengusaha, pujangga, dan lain-lain.
3) Di
dalam kekuasaan daulah Abbasiyah terdapat bangsa yang berbeda-beda (bangsa
Mesir, Syam, Jazirah Arab, Irak, Persia, Turki)
4) Lahirnya
keturunan baru akibat terjadinya perkawinan campuran dari berbagai bangsa.
5) Lahirnya
kebudayaan baru akibat dari terjadinya pertukaran pikiran dan budaya yang
dibawa oleh masing-masing bangsa.
a. Faktor-faktor
yang mendorong kemajuan pendidikan, antara lain:
1) Adanya
kekayaan yang melimpah dari hasil kharaj,baik pertanian maupun
perdagangan. Dengan dana dari kekayaan tersebut para khalifah dapat dengan
mudah merealisir perencanaannya, di dalam dan luar negeri, serta pengembangan
ilmu pengetahuan.
2) Perhatian
beberapa khalifah besar kepada ilmu pengetahuan seperti ; al-Mansyur (754-75
M), al-Mahdi (775-785M), Harun al-Rasyid (785-809), al Ma’mum (813-833), Al
Wathiq (824-847) dan al-Mutawakkil (847-861M). Tak kalah pentingnya ialah
pengaruh keluarga Barmak, yang berasal dari
Balkh (Bactra), pusat ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani di Persia.
Keluarga Barmak ini mempunyai pengaruh dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
filsafat Yunani di Baghdad. Mereka disamping menjadi Wazir, juga menjadi
pendidik dari anak-anak khalifah.
3) Kecenderungan
umat islam di dalam menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan besar sekali,
maka banyaklah ulama di setiap kota islam pada masa itu.
4) Kondisi
masyarakat Irak. Yang mendesak perlunya suatu ilmu baru karena sungai Dajlah
dan Furat menuntut penataan sistem pengairan yang lebih baik serta pengelolaan
perpajakan yang lebih sempurna.
5) Umat
islam pada masa itu telah bercampur baur dengan orang-orang Persia. terutama
Mawali, mereka inilah yang memindahkan ilmu pengetahuan dan filsafat dari
bahasa mereka ke dalam bahasa Arab.
6) Baghdad
sebagai pusat pemerintahan, lebih dahulu maju dalam ilmu pengetahuan, daripada
Damaskus pada masa itu.
7) Lancarnya
hubungan kerjasama, dengan negara-negara maju lainnya seperti ; India,
Bizantium, dan sebagainya.
b. Latar
belakang Perkembangan Ilmu pengetahuan
Kemajuan yang
dicapai oleh Daulah Abbasiyah, khususnya dalam bidang ilmu merupakan puncak
kejayaan Islam sepanjang sejarah. Hal ini disebabkan karena : (1) situasi dan
kondisi yang sangat menunjang, (2) keterlibatan semua pihak secara ikhlas dan
sungguh-sungguh, (3) adanya kemerdekaan dan kebebasan berfikir, membuat umat
islam menjadi sangat dinamis dan kreatif, jauh dari sikap fatalis dan taklid.
Perkembangan ini juga membawa Daulah Abbasiyah ke tempat utama dan terhormat
dalam kebudayaan, peradaban serta dunia pemikiran atau filsafat.
Pada masa ini
telah dilahirkan ulama-ulama besar seperti Imam Malik, Imam abu Hanifah, Imam
Syafe’i, dan Imam ibn Hambal dalam bidang hukum, Imam al-Asy’ari, Imam
al-Maturidi, pemuka-pemuka Mu’tazilah seperti Wasil ibn Atha, Abu al-Huzail,
al-Nazzam dan al-Jubba’i dalam bidang teologi, Zunnun al Misri, Abu Yazid al
Bustami, dan al Hallaj dalam bidang mistisisme atau al tasawwuf, al-Kindi,
al-Farabi, Ibn Sina, dan ibn Maskawaih dalam bidang filsafat, dan ibn Al Hazam,
ibn Hayyan, al Khawarizmi, al Mas’udi dan al Razi dalam bidang ilmu
pengetahuan.[4]
3. Bentuk-bentuk
Kemajuan Pendidikan Islam di Masa Klasik
Adapun
bentuk-bentuk pendidikan islam pada masa klasik atau masa lalu yaitu antara
lain:
a. Kurikulum
Kurikulum dalam lembaga pendidikan islam
di masa klasik pada mulanya berkisar pada bidang studi tertentu. Namun seiring
perkembangan sosial dan kultural, materi kurikulum semakin luas. Pada masa Nabi
di Madinah, materi pelajaran berkisar pada belajar menulis, membaca Al-Qur’an,
keimanan, ibadah, akhlak, dasar ekonomi, dasar politik, dan kesatuan.
Setelah
wilayah islam semakin luas, Islam harus bersentuhan dengan budaya masyarakat
non-Islam yang menyebabkan permasalahan sosial semakin kompleks. Problem sosial
tersebut pada akhirnya berpengaruh besar terhadap kehidupan keagamaan dan
intelektual islam, termasuk ilmu hellenistik yang terjalin kontak dengan islam.
Perkembangan kehidupan intelektual dan kehidupan keagamaan dalam islam membawa
situasi lain bagi kurikulum pendidikan islam. Maka, diajarkanlah ilmu-ilmu baru
seperti tafsir, hadits, fikih, tata bahasa, sastra, matematika, teologi,
filsafat, astronomi dan kedokteran.
Pada
masa kejayaan islam, mata pelajaran bagi kurikulum sekolah tingkat dasar adalah
al-Qur’an dan agama, membaca, menulis, dan syair. Dalam berbagai kasus-kasus
lain dikhususkan untuk membaca al-Qur’an dan mengajarkan sebagian
prinsip-prinsip pokok agama. Sedangkan untuk anak-anak Amir dan penguasa,
kurikulum tingkat dasar sedikit berbeda. Di istana-istana biasanya ditegaskan
pentingnya pengajaran khitabah, ilmu sejarah, cerita perang, cara-cara
pergaulan, disamping ilmu-ilmu pokok seperti al-Qur’an, syair dan fikih.
b. Metode
Pengajaran
Metode pengajaran merupakan salah
satu aspek yang penting dalam proses belajar mengajar untuk mentransfer
pengetahuan atau kebudayaan dari seorang guru kepada anak didiknya. Melalui
metode pengajaran terjadi proses internalisasi dan pemilihan ilmu oleh murid,
sehingga murid dapat menyerap apa yang disampaikan gurunya. Metode pengajaran
yang dipakai pada masa Abbasiyah dapat dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu
1) Metode
lisan
Metode ini dapat berupa dikte,
ceramah, qira’ah, dan dapat berupa diskusi. Dikte (imla) adalah metode untuk
menyampaikan pengetahuan yang dianggap baik dan aman sehingga pelajar mempunyai
catatan yang dapat membantunya terutama bagi yang daya ingatnya tidak kuat.
Metode ceramah (al-asma’) yaitu guru membacakan bukunya atau menjelaskan isi
buku dengan hafalan, sedangkan murid mendengarkannya. Pada saat tertentu guru
memberi kesempatan kepada murid untuk menulis dan bertanya. Metode qira’ah
yaitu digunakan untuk membaca. Sedangkan diskusi merupakan metode pengajran
dalam pendidikan islam dengan cara perdebatan.
2) Metode
hafalan
Metode ini dilakukan oleh murid
dengan cara membaca berulang-ulang sehingga pelajaran melekat di benak mereka.
Dalam proses selanjutnya, murid mengeluarkan kembali pelajaran yang dihafalnya
sehingga dalam suatu diskusi dia dapat merespon, mematahkan lawan, atau
memunculkan ide baru.
3) Metode
tulisan
Metode ini merupakan metode
pengkopian karya-karya ulama. Metode ini disamping bermanfaat bagi proses
penguasaan pengetahuan juga sangat besar artinya bagi penggandaan buku karena
pada masa itu belum ada mesin cetak.
c. Kehidupan
Murid
Ciri utama kehidupan murid dalam
pendidikantingkat dasar adalah:
1) Diharuskannya
belajar membaca dan menulis
2) Bahan
pengajarannya menggunakan syair-syair dan bukan al-Qur’an karena dikhawatirkan
mereka membuat kesalahan yang akan menodai al-Qur’an.
3) Murid-murid
diajarkan membaca dan menghafalkan al-Qur’an.
4) Pada
sekolah dasar tidak ditentukan lamanya belajar dan tergantung pada kemampuan
anak-anak.
5) Hubungan
guru dan murid sebagai hubungan orangtua dan anak.
Pada pendidikan tingkat tinggi,
murid-murid bebas memilih guru yang mereka sukai yang dianggapnya paling baik.
Di antara ciri khas pendidikan di masa Abbasiyah adalah teacher oriented, yaitu
kualitas suatu pendidikan tergantung pada guru. Pelajar bebas mengikuti suatu
pelajaran yang dikehendaki dan bisa belajar dimana saja, misalnya di perpustakaan,
toko buku, rumah ulama, atau tempat terbuka.
Pelajar
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pelajar tidak tetap yang terdiri dari
para pekerja yang mengikuti pelajaran untuk menunjang profesi dan pelajar
tetap, yaitu pelajar yang mempunyai tujuan utama untuk belajar dan menghabiskan
sebagian hidupnya untuk belajar. Setiap pelajar membuat daftar guru-guru yang
terkenal dan dapat mengetahui kualitas hadits yang mereka terima dari seorang
guru.
d. Rihlah
Ilmiyah
Yaitu pengembaraan atau perjalanan
jauh untuk mencari ilmu. Dengan adanya sistem ini pendidikan di masa Abbasiyah
tidak hanya dibatasi dengan dinding kelas tetapi memberikan kebebasan kepada
murid untuk belajar kepada guru-guru yang mereka kehendaki. Guru-guru juga
melakukan perjalanan dan pindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mengajar
sekaligus belajar, sehingga sistem rihlah ilmiyah ini disebut dengan learning
society (masyarakat belajar). Kebebasan perjalanan di berbagai daerah islam
menyebabkan pertukaran pemikiran terus berlangsung antar masyarakat islam
sehingga dinamika sosial dan peradaban islam terus berlansung. Syalabi mengutip
dari Nicholson menjelaskan bahwa melakukan perjalanan ilmiah laksana lebah
mencari bunga ke tempat yang jauh kemudian mereka kembali ke kota kelahirannya
dengan membawa madu yang manis.
e. Wakaf
Lembaga wakaf menjadi sumber
keuangan bagi lembaga pendidikan islam. Adanya sistem wakaf dalam islam
disebabkan oleh sistem ekonomi islam yang menganggap bahwa ekonomi berhubungan
erat dengan akidah dan syari’ah islam sehingga aktifitas ekonomi mempunyai tujuan
ibadah dan kemaslahatan bersama. Oleh karena itu, disaat ekonomi islam mencapai
kemajuan, umat islam tidak segan-segan membelanjakan uangnya untuk kepentingan
dan kesejahteraan umat islam seperti halnya untuk pelaksanaan pendidikan islam.
Dengan dipelopori penguasa islam yang cinta ilmu seperti Harun al-Rasyid dan
al-Ma’mum maka berdirilah lembaga-lembaga pendidikan untuk keilmuan. Menurut
syalabi, bahwa khalifah al-Ma’mum adalah orang yang pertama kali memberikan
pandangannya tentang pembentukan badan wakaf.[5]
B.
Sejarah
Pendidikan Islam
pada Masa Rasululullah Saw
Pendidikan Islam dimasa Rasulullah terjadi antara dua
periode, yaitu pendidikan dikota Makkah yang dimana Rasulullah awal pertama
kali mendapatkan wahyu dan pendidikan yang ada dikota Madinah yang ditandai
dengan hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah.
1. Pendidikan Islam masa Rasulullah di Makkah
Inti pendidikan dan pengajaran yang diberikan Rasulullah selama di Mekkah
ialah pendidikan keAgamaan dan akhlak serta menganjurkan kepada manusia, supaya
mempergunakan akal pikirannya memperhatikan kejadian manusia, hewan,
tumbuh-tumbuhan dan alam semesta.
Mahmud Yusuf dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam, menyatakan bahwa pembinaan pendidikan
Islam periode Mekkah meliputi:
a. Pendidikan Keagamaan
Yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata jangan dipersekutukan
dengan nama berhala.
b. Pendidikan Akliyah
dan Ilmiah
Yaitu mempelajari kejadian manusiadari segumpal darah dan kejadian alam
semesta.
c. Pendidikan Akhlak
dan Budi pekerti
Yaitu Nabi Muhammad
SAW mengajarkan kepada sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran
tauhid.
d. Pendidikan Jasmani
atau Kesehatan.
Yaitu mementingkan kebersihan pakaian, badan dan tempat kediaman. Sesuai karakteristik perkembangan
pendidikan Islam, maka tahapan pendidikan Islam periode Mekkah terbagi menjadi
dua, yaitu :
1) Tahap Sembunyi-sembunyi
Nabi Muhammad SAW menerima
wahyu yang pertama di Gua Hira di Makkah pada tahun 610 M.dalam wahyu itu
termaktub ayat al-qur’an yang artinya: “Bacalah
(ya Muhammad) dengan nama tuhanmu yang telah menjadikan (semesta alam). Dia
menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmu maha pemurah. Yang
mengajarkan dengan pena. Mengajarkan kepada manusia apa yang belum
diketahuinya.
Dengan diturunkannya wahyu pertama, Rasulullah mulai
membimbing dan mendidik umatnya. Pada awalnya beliau melakukan dengan cara diam
–diam dilingkungan sendiri diantara orang- orang terdekatnya. Rumah Al- Arqam
bin Abil Arqam menjadi lembaga pendidikan Islam pertama sebagai tempat
pertemuan Rasulullah SAW dengan sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya.
Disanalah Rasulullah SAW mengajarkan dasar-dasar atau pokok-pokok Agama Islam
dan membacakan wahyu-wahyu (ayat-ayat) alqur’an.
Pendidikan secara sembunyi-sembunyi ini berlangsung
selama tiga tahun, sampai turun wahyu berikutnya yang memerintahkan dakwah
secara terbuka dan terang-terangan.
2)
Tahap Terang-terangan
Setelah sekitar 3 tahun kemudian turun wahyu
agar Rasulullah SAW berdakwah secara terang-terangan. Firman Allah SWT : Maka
sampaikan olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan(kepadamu)
dan berpalinglah dari orang musyrik ( QS.Al Hijr : 94 ).
Ketika
wahyu itu turun, beliau mengundang keluarga dekatnya untuk berkumpuldi Bukit
Shafa, menyuruh agar berhati-hati terhadap adzab yang keras dihari kemudian
(hari kiamat); bagi orang yang tidak mengakui Allah sebagai Tuhan Yang Esa dan
Muhammad sebagai Utusan-Nya.
2. Pendidikan Islam masa Rasulullah di Madinah
Berbeda dengan periode di Makkah, pada periode
Madinah Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan
kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad juga mempunyai
kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara.
Cara Nabi melakukan pembinaan dan pengajaran
pendidikan agaam Islam di Madinah adalah sebagai berikut:
a.
Pembentukan Dan Pembinaan Masyarakat Baru, Menuju
Satu Kesatuan Sosial Dan Politik.
Nabi Muhammad SAW mulai
meletakkan dasar-dasar terbentuknya masyarakat yang bersatu padu secara intern
(ke dalam), dan ke luar diakui dan disegani oleh masyarakat lainnya (sebagai
satu kesatuan politik). Dasar-dasar tersebut adalah:
1)
Nabi Muhammad saw mengikis habis
sisa-sisa permusuhan dan pertentangan anatr suku, dengan jalan mengikat tali
persaudaraan diantara mereka.nabi mempersaudarakan dua-dua orang, mula-mula
diantara sesama Muhajirin, kemudian diantara Muhajirin dan Anshar. Dengan
lahirnya persaudaraan itu bertambah kokohlah persatuan kaum muslimin.
2)
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,
Nabi Muhammad menganjurkan kepada kaum Muhajirin untuk berusaha dan bekerja
sesuai dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing seperti waktu di Makkah.
3)
Untuk menjalin kerjasama dan saling
menolong dlam rangka membentuk tata kehidupan masyarakat yang adil dan makmur,
turunlah syari’at zakat dan puasa, yang merupakanpendidikan bagi warga
masyarakat dalam tanggung jawab sosial, bnaik secara materil maupun moral.
4)
Suatu kebijaksanaan yang sangat efektif
dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat baru di Madinah, adalah
disyari’atkannya media komunikasi berdasarkan wahyu, yaitu shalat juma’t yang
dilaksanakan secara berjama’ah dan adzan. Dengan sholat jum’at tersebut hampir
seluruh warga masyarakat berkumpul untuk secara langsung mendengar khutbah dari
Nabi Muhammad SAW dan shalat jama’ah jum’at
Rasa harga diri dan kebanggaan sosial tersebut lebih mendalam lagi
setelah Nabi Muhammad SWA menapat wahyu dari Allah
untuk memindahkan kiblat dalam shalat dari Baitul Maqdis ke Baitul Haram
Makkah, karena dengan demikian mereka merasa sebagai umat yang memiliki
identitas.
Setelah selesai Nabi Muhammad mempersatukan kaum muslimin, sehingga
menjadi bersaudara, lalu Nabi mengadakan perjanjian dengan
kaum Yahudi, penduduk Madinah. Dalam perjanjian itu ditegaskan, bahwa kaum
Yahudi bersahabat dengan kaum muslimin, tolong- menolong , bantu-membantu,
terutama bila ada seranga musuh terhadap Madinah. Mereka harus memperhatikan
negri bersama-sama kaum Muslimin, disamping itu kaum Yahudi merdeka memeluk
agamanya dan bebas beribadat menurut kepercayaannya. Inilah salah satu perjanjian
persahabatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.
a) Pendidikan Sosial Politik Dan Kewarganegaraan.
Materi pendidikan
sosial dan kewarnegaraan Islam pada masa itu adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam
konstitusi Madinah, yang dalam prakteknya diperinci lebih lanjut dan di
sempurnakan dengan ayat-ayat yang turun Selama periode Madinah.
Tujuan pembinaan adalah agar secara
berangsur-angsur, pokok-pokok pikiran konstitusi Madinah diakui dan berlaku
bukan hanya di Madinah saja, tetapi luas, baik dalam kehidupan bangsa Arab
maupun dalam kehidupan bangsa-bangsa di seluruh dunia.
b) Pendidikan Anak Dalam Islam
Dalam Islam, anak merupakan pewaris ajaran Islam yang dikembangkan
oleh Nabi Muhammad saw dan gnerasi muda muslimlah yang akan melanjutkan misi
menyampaikan Islam ke seluruh penjuru alam. Oleh karenanya banyak peringatan-peringatan dalam Al-qur’an berkaitan
dengan itu.
Adapun garis-garis besar materi pendidikan anak dalam Islam yang
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah SWT
dalam surat Luqman ayat 13-19 yakni mencakup Pendidikan Tauhid, Pendidikan
Shalat, Pendidikan adab sopan dan santun dalam
bermasyarakat, Pendidikan adab dan sopan santun dalam keluarga, Pendidikan
kepribadian, Pendidikan kesehatan, Pendidikan akhlak.
3. Perbedaan ciri pokok pembinaan pendidikan Islam periode kota Mekkah dan
kota Madinah:
a. Periode kota Mekkah
Pokok pembinaan pendidikan Islam di kota
Mekkah adalah pendidikan tauhid yang menitik beratkan menanamkan nilai-nilai
tauhid ke dalam jiwa setiap individu muslim, agar jiwa mereka terpancar sinar
tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan
sehari-hari.
b. Periode kota Madinah
Pokok pembinaan pendidikan Islam di kota Madinah dapat dikatakan sebagai
pendidikan sosial dan politik. Yang merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid
di Mekkah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai
oleh ajaran , merupakan cermin dan pantulan sinar tauhid tersebut.
4.
Kurikulum Pendidikan Islam Pada Masa
Rasulullah SAW
Mengindentifikasikan kurikulum pendidikan pada zaman Rasulullah terasa
sulit, sebab Rasul mengajar pada sekolah kehidupan yang luas tanpa di
batasi dinding kelas. Rasulullah memanfaatkan berbagai kesempatan yang
mengandung nilai-nilai pendidikan dan rasulullah menyampaikan ajarannya dimana
saja seperti di rumah, di masjid, di jalan, dan di tempat-tempat lainnya.
Sistem pendidikan Islam lebih bertumpu kepada Nabi, sebab
selain Nabi tidak ada yang mempunyai otoritas untuk menentukan materi-materi
pendidikan Islam. Dapat dibedakan menjadi dua periode:
a.
Makkah
Materi
yang diajarkan hanya berkisar pada ayat-ayat Makiyyah sejumlah 93 surat dan
petunjuk-petunjuknya yang dikenal dengan sebutan sunnah dan hadits.
Materi yang diajarkan menerangkan tentang
kajian keagamaan yang menitikberatkan pada keimanan, ibadah dan akhlak.
b. Madinah
upaya pendidikan yang dilakukan Nabi pertama-tama membangun lembaga masjid,
melalui masjid ini Nabi memberikan pendidikan Islam. Materi pendidikan Islam yang diajarkan
berkisar pada bidang keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan jasmanai dan
pengetahuan kemasyarakatan
Metode yang dikembangkan oleh Nabi adalah:
a)
Dalam bidang keimanan: melalui Tanya jawab
dengan penghayatan yang mendalam dan di dukung oleh bukti-bukti yang rational
dan ilmiah.
b)
Materi ibadah : disampaikan dengan metode
demonstrasi dan peneladanan sehingga mudah didikuti masyarakat.
c)
Bidang akhlak: Nabi menitikberatkan pada
metode peneladanan. Nabi tampil dalam kehidupan sebagai orang yang memiliki
kemuliaan dan keagungan baik dalam ucapan maupun perbuatan.
d)
Kebijakan Rasulullah Dalam Bidang Pendidikan
Untuk melaksanakan fungsi utamanya sebagai
pendidik, Rasulullah telah melakukan serangkaian kebijakan yang amat strategis
serta sesuai dengan situasi dan kondisi.
Proses pendidikan pada zaman Rasulullah berada
di Makkah belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal yang demikian belum
di mungkinkan, kaena pada saat itu Nabi Muhammmad belum berperan sebagai
pemimipin atau kepala Negara, bahkan beliau dan para pengikutnya berada dalam
baying-bayang ancaman pembunuhan dan kaum kafir quraisy. Selama di Makkah
pendidikan berlangsung dari rumah ke rumah secara sembunyi-sembunyi.
Diantaranya yang terkenal adalah rumah Al- Arqam. Langkah yang bijaka dilakukan
Nabi Muhammad SAW pada tahap awal islam ini adalah melarang para pengikutnya
untuk menampakkan keislamannya dalam berbagai hak.tidak menemui mereka kecuali
dengan cra sembunyi-sembunyi dalam mendidik mereka.
Setelah masyarakat islam terbentuk di Madinah
barulah, barulah pendidikan islam dapat berjalan dengan leluasa dan terbuka
secara umum.dan kebijakan yang telah dilakukan Nabi Muhammmad ketika di Madinah
adalah:
Ø Membangun
masjid di Madinah. Masjid inilah yang selanjutnya digunakan sebagai pusat
kegiatan pendidikan dan dakwah.
Ø Mempersatukan berbagai
potensi yang semula saling berserakan bahkan saling bermusuhan. Langkah ini
dituangkan dalam dokumen yang lebih popular disebut piagam Madinah. Dengan
adanya piagam tersebut terwujudlah keadaan masyarakat yang tenang, harmonis dan
damai.
C.
Sejarah
Berdirinya Madrasah
1.
Latar Belakang Berdirinya
Madrasah
Dilihat
dari perkembangan lembaga-lembaga pendidikan dalam Islam ,Hasan Abd al-Al menyebutkan bahwa institusi pendidikan islam
abad itu meliputi :al-Kuttab, al-Masjid, Hawanit a -Waraqiin,Manazil
al-Ulama, al-salun al-Adabiyah, Duar al-kutub wa Duar al-‘ilm dan madrasah. Dengan banyaknya institusi
tersebut,menunjukkan bahwa tempat pendidikan didalam islam sangat variatif,
sesuai dengan kenyakinan dalam islam yang mewajibkan menuntut ilmu.Akan tetapi
jika diamati lebih lanjut,ternyata tempat-tempat pendidikan di atas kecuali
madrasah,bukan dipersiapkan khusus untuk pendidikan. Lamanya
pendidikan di dalam masjid menuntut tersedianya tempat tinggal
permanen bagi mahasiswa yang datang dari jauh. Kebutuhan ini dijawab
dengan pengenalan khan
(asrama) di samping masjid yang dipelopori oleh Badr bin Hasanawayh.
Maka dalam hal ini Madrasah
merupakan perkembangan berikutnya dari masjid dan masjid yang berasrama
(masjid khan}, George
Makdisi menjelaskan bahwa madrasah merupakan transformasi institusi
pendidikan islam dari masjid ke madrasah terjadi secara tidak langsung melalui
2 tahapan ,: Pertama , tahap masjid,. Kedua , tahap masjid-khan
, dan Ketiga , tahap Madrasah.[6]
Dia juga menekankan bahwa masjid khanyang[7]kemudian
tumbuh menjadi Madrasah
adalah masjid khan tempat di
mana fiqih merupakan bidang studi utamanya.
Seiring
dengan perkembangan peradaban Islam, pendidikan yang telah
menjadi perhatian utama sejak masa awal mengalami kemajuan pesat. Khanadalah
salah satu manifestasi dari perhatian ini. Rasanya, cukup alamiah kalau
kemudian timbul kebutuhan baru akan lembaga yang secara khusus diperuntukkan
bagi pendidikan. Masjid dan masjid khan
, betapapun besar peranannya, tetap merupakan tempat ibadah dan hanya
sebagian dari ruang dan waktunya yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
pendidikan.
Sebagaimana
dijelaskan Hasan Asari, Nakosteen menulis:"Pendidikan yang tersedia
di maktab, sekolah istana, dan masjid mempunyai keterbatasan-keterbatasan
yang sangat jelas berdasarkan tujuan pendidikan. Kurikulumnya sangat terbatas,
lembaga-lembaga ini tidak berhasil memikat guru-guru terbaik,
fasilitas-fasilitasnya tidak menawarkan lingkungan pendidikan yang
kondusif, konflik antara tujuan-tujuan kependidikan dengan tujuan-tujuan
keagamaan di masjid hampir tidak bisa didamaikan lagi. Pendidikan menuntut
keaktifan (dan menimbulkan kebisingan) yang mengganggu kekhidmatan peribadatan.
Karena itu,menjadi penting untuk mengurangi sebanyak mungkin tanggung jawab
mesjid yang berkaitan dengan pendidikan.
Pendirian
sebuah tipe lembaga pendidikan yang baru yakni Madrasah, adalah alamiah dan perlu. Sebuah faktor eksternal
yang juga berperan dalam pengembangan konsep baru ini adalah kenyataan
bahwa kemajuan dan penyebaran pengetahuan melahirkan kelompok orang yang
kesulitan membangun kehidupan yang layak dengan pengetahuan abstrak
mereka. Memajukan pendidikan dan menyediakan penghasilan kelompok ini
adalah bagian dari alasan didirikannya Madrasah – Madrasah [8].
Dari
kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan
timbulnya istilah pengajaran diMadrasah,
yaitu:
Pertama; halaqah-halaqah(lingkaran
belajar) untuk mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan, yang di dalamnya
terjadi berbagai diskusi dan perdebatan, sering mengganggu orang-orang
yang beribadah di mesjid. Karena itu ada upaya untuk segera memindahkan
halaqah-halaqah tersebut keluar mesjid. Didirikanlah ruangan-ruangan dan
kelas-kelas sehingga tidak mengganggu kegiatan ibadah. Lama kelamaan
muncul keinginan untuk benar-benar memisahkan lembaga pendidikan Islam
itu dari masjid ke bangunan tersendiri
yang lebih permanen. Dari sinilah munculMadrasah.
Kedua,,dengan makin berkembangnya ilmu pengetahuan,
baik agama maupun pengetahuan umum (waktu
itu dikenal dengan sebutan al-'ulum al-'aqliyyah, ilmu-ilmu rasional), maka makin banyak
diperlukan ruangan dan kelas untuk mengajarkan dan menampung para murid yang
kian hari kian bertambah. Masjid tidak bisa mengakomodasi kebutuhan
tersebut. Ditambah lagi dengan mulai berkembangnya pendapat
bahwa pengetahuan umum sebaiknya tidak diajarkan di dalam masjid. Karena
itu Madrasahmenjadi pilihan
yang dianggap cukup memadai untuk menampung kebutuhan tersebut.
Ketiga, pada abad
ke-4 H, Syi'ah telah tumbuh menjadi faham dan gerakan keagamaan yang kuat
yang berkembang dihampir seluruh dunia Islam. Syi'ah tidak hanya merupakan
gerakan politik tetapi juga gerakan ilmu pengetahuan yang secara aktif dan
sistematis menyebarkan ide-idenya melalui lembaga-lembaga pendidikan.
Keadaan ini sangat menantang kaum Muslim dari kalangan Sunni. Karena
itu mereka membangunMadrasah
– Madrasah sebagai lembaga
pendidikan yang oleh para ulama fiqih kemudian digunakan untuk
mengembangkan sekaligus mempertahankan faham Ahlussunah.
Keempat,, pada masa bangsa Turki Seljuk mulai
berpengaruh dalam pemerintahan Bani Abbasyiah (1055-1194 M) dan mempertahankan
kedudukan mereka dalam pemerintahan,mereka berusaha untuk menarik
hati kaum Muslimin, dengan jalan memperhatikan pendidikan dan
pengajaran bagi rakyat umum. Mereka juga berusaha mendirikan Madrasah –Madrasah ini di berbagai tempat dan dilengkapi dengan sarana
dan fasilitas yang diperlukan.
Guru-guru digaji secara khusus untuk
mengajar diMadrasah
–Madrasah yang mereka
dirikan.
Kelima, mereka
mendirikan Madrasah tersebut
dengan harapan mendapatkan simpati rakyat umum, di samping ampunan dan pahala dari
Allah SWT. Para pembesar negara pada masa itu, dengan kekayaan mereka, banyak
yang melakukan maksiat dan bermewah-mewahan, sehingga dengan mendirikan
sekolah-sekolah tersebut mereka ikut mewaqafkan hartanya ke jalan Allah dengan
harapan sebagai penebus dosa.[9]
Terlepas dari kenyataan tersebut, Madrasah tetap merupakan alternatif pendidikan Islam
yang lebih maju. Masjid berasrama (masjid khan) adalah masjid yang
didalamnya terdapat kegiatan pendidikan yang cukup menonjol. Tetapi dalam
perkembangannya kemudian muncul pandangan bahwa kegiatan belajar-mengajar
seyogyanya bukan merupakan unsur yang dominan, sebab dalam kenyataannya fungsi
masjid yang utama adalah sebagai tempat ibadah yang membutuhkan
ketenangan.
Dengan munculnya Madrasah, masalah tersebut dapat terpecahkan, sebab Madrasah adalah lembaga pendidikan
dalam arti yang sebenarnya. Madrasah
tidak menggantikan masjid. Malahan dalam kenyataannya tidak sedikit
komplek Madrasah yang
mempunyai masjid di dalamnya. Jadi kebalikan dari masa sebelumnya ketika[10]
masjid memiliki unsur " Madrasah"
di dalamnya. Namun jelas bahwa fungsi utama Madrasah bukanlah sebagai rumah ibadah
2.
Awal berdirinyaMadrasahsebagai
Lembaga Pendidikan
Madrasah
merupakan isim makan dari kata darasa yang berarti belajar.Jadi ,
madrasah berarti tempat belajar bagi siswa atau mahasiswa
(umat islam). Karenanya istilah madrasah tidak
hanya diartikan dalam arti sempit tetapi juga bisa dimaknai rumah, istana, kuttab, perpustakaan , surau , masjid dan lain – lain. Bahkan
seorang ibu bisa dikatakan sebagai madrasah pemula.[11]
Sedangkan secara terminologis adalah lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu
agama Islam secara formal dengan menggunakan sarana belajar dan kurikulum dalam
bentuk klasikal. Dari pengertian tersebut nampak bahwa institusi madrasah
berbeda dengan institusi-institusi pendidikan Islam sebelumnya terutama dari
aspek pengajaran[12]
Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang awal
munculnya Madrasah sebagai
lembaga pendidikan Islam seperti yang dikenal sekarang. Hasan Ibrahim Hasan berpendapat
bahwa: “ Madrasahbelum
berdiri sebelum abad 4 hijriyah (sebelum 10Masehi). Madrasah pertama adalah Al-Baihaqiyah
di Naisapur. Al Maqrizy juga[13]
mengemukakan hal yang sama, bahwa Madrasah
yang mula-mula berdiri adalah Al-Baihaqiyah di Naisapur, oleh Abu
Hasan Ali al-Baihaqi yang wafat pada 414 H. [14]
Hasil penelitian Richard Bulliet tahun 1972, mengungkap-kan, selama 2 abad
sebelum Madrasah Nizhamiyah
di Baghdad sudah berdiri Madrasah di
Naisapur sebanyak 39 Madrasah dengan
Madrasah tertua Miyan Dahiya
yang mengkhususkan pada pengajaran Fiqih Maliki.[15]
Demikian pula Naji Ma'ruf (1966:9) mengatakan
bahwa 165 tahun sebelum Madrasah Nizhamiyah,
sudah ada Madrasah diTransoksania dan Khurasan. Sebagai bukti,
ia mengemukakan data dari Tarikh al-Bukhari yang menjelaskan bahwa Ismail
Ibn Ahmad Ibn Asad yang wafat pada tahun 295 H mempunyai Madrasah yang dikunjungi oleh para
pelajar untuk melanjutkan pelajaran mereka.
Madrasah Naisapur pada
masa awalnya didirikan oleh ulama fiqih dengan tujuan utama mengembangkan
ajaran mazhabnya. Pada umumnya Madrasah tersebut mengajar-kan satu mazhab fikih
saja dan sebagian besar mazhab Syafi'i. Dari 39 Madrasah yang dikemukakan oleh
Bulliet,[16]hanya
satu Madrasah yang mengajarkan
Fiqh Maliki, empat Madrasah yang
mengajarkan mazhab Hanafi dan yang lain mengajarkan fikih Syafi'i.[17]
Pendapat lain mengatakan bahwa Madrasah muncul pertama kali di dunia
Islam adalah Madrasah Nizhamiyah,
yang didirikan oleh Nizham al-Mulk seorang penguasa dari Bani Saljuk (W.
485 H.). Ibnu al-Atsir menyebutkan bahwa Nizham Al-Mulk seorang wazir
Sultan Maliksyah Bani Saljuk (465-485) mendirikan 2 Madrasah yang terkenal dengan nama Madrasah Nizhamiyah di Bagdhad dan
Naisapur kemudian di berbagai wilayah yang dikuasainya.[18]
Kamaluddin Hilmi berpendapat bahwa tidak benar
para penulis terdahulu mengatakan bahwa Nizham al-Mulk adalah orang
pertama yang mendirikan Madrasah didunia
Islam. Dia, menurutnya, hanya orang pertama memberikan bea siswa bagi para pelajar,
menggaji fuqaha dan mendermakan harta bendanya untuk pembangunan gedung Madrasahyang megah.[19] Karena
perubahan sistem inilah mungkin yang menyebab-kan para ahli pendidikan
Islam menyebut Madrasah
Nizhamiyah sebagai Madrasah
pertama. Dengan pengertian sebagaimana disebut oleh Hasan Abdu Al-A1 bahwa, Madrasah Nizham
al-Mulk bukanlahMadrasah
pertama di dunia Islam, tetapi ia adalah Madrasah
terbesar pertama.[20]
Istilah Madrasah
juga pernah muncul pada masa khalifah Abbasyiah Harun al-Rasyid yang disebut
dengan " Madrasah
Baghdad", akan tetapi belum populer pada saat itu karena mengalami
kemandekan. Madrasah pertama
di dunia Islam dalam arti populer menurut beberapa pendapat adalah Madrasah Baihaqiyah di Naisapur pada
abad ke-3 H.
Sedangkan
menurut penelitian Bulliet (1972) Madrasah
tertua adalah Miyan Dahiya[21]
di Naisapur juga pada abad ke-3 H. Sedangkan Madrasah Nizhamiyah adalah Madrasah terbesar pertama di dunia
Islam.Pendapat lain dikemukakan oleh Ahmad Amin dalam Dhuha Al-Islam. Dia membuat kesimpulan tentangMadrasahNizhamiyah yang disebutnya sebagaiMadrasah pertama.
Namun,
sayang ia tidak memberikan informasi bibliografls dari kutipannyadalam buku
tersebut yang memungkinkan pelacakan lebih lanjut tentang Madrasah tersebut. Keadaan
ini tidak bisa dipertahan-kan karena penelitian belakangan[22]
membuktikan bahwa sebelum berdirinya Madrasah
yang didirikan penguasa Dinasti Seljuk tersebut sudah ada Madrasah di Naisapur, di bawah naungan Dinasti
Samaniyah(204-395/819-1005) yang berkembang menjadi salah satu pusat
kebudayaan dan pendidikan terbesar di dunia Islam sepanjang abad
ke-4/10 M.
Daerah
yang dikenal sebagai tempat kelahiran Madrasah
ini telah memiliki banyak Madrasahsebelum
era Nizham al-Mulk. Namun, hal demikian tidak mengecilkan arti
penting peran Nizham al-Mulk yang telah berjasa membesarkan nama
lembaga pendidikan Madrasah.
la memang bukan orang pertama yang membangun Madrasah, tetapi dilihat dari skala usahanya, ia adalah orang
yang pertama yang membangun jaringan lembaga pendidikan yang besar dengan
nama Madrasah.
Ahmad Syalabi mengatakan: "Dalam hal
ini, tak seorangpun yang mendahului Nizham al-Mulk. Kalaupun dalam sejarah
kemudian nama Nizham al-Mulk lebih terkenal, karena biasanya dalam
penulisan sejarah orang sering menunggu fenomena besar, tanpa melihat
peristiwa-pertistiwa sejarah sebelumnya, saat perkembangan
peristiwa-peristiwa itu masih terpisah-pisah.[23]
3.
Madrasah Pertama dalam Islam dan Penyebarannnya
Mengingat luasnya perkembangan Madrasah ketika itu, maka kiranya
perlu pula untuk menyinggung penyebaran lembaga pendidikan tersebut
di dunia Islam. Berikut iniadalah Madrasah
– Madrasah yang pernah tumbuh dan berkembang di masa
klasik Islam.
a.
Madrasah-Madrasahdi Naisapur
Istilah
Madrasah di Naisapur merujuk
pada lembaga pendidikan tinggi. Madrasah
pertama di Naisapur dikembangkan pada abad ke-4 di bawah naungan Dinasti
Samaniyah (204-395 H/819-1005 M). Daerah Naisapur sendiri mencakup sebagian
Iran, sebagian Afghanistan dan bekas pecahan Uni-Sovyet antara Laut Kaspia
dan Laut Aral. Bangunan Madrasah-Madrasah di Naisapur masih sangat
sederhana. Sulit membedakan, dari keformalannya, antara masjid dan bangunan
madrasah. Karena hampir rata-rata madrasah dikota ini masih menyatu dengan
tempat ibadah. Hanya beberapa saja yang sudah memisahkan diri. Namun, pemakaian
istilah "madrasah" dimulai di daerah ini. Kebanyakan madrasah di kota
ini bersifat teachers oriented, karena letak keberhasilan pendidikan
sangat tergantung pada guru. Guru mempunyai wewenang dan kekuasaan
melampaui jabatannya. Sehingga, kualitas pendidikannya pun ditentukan oleh
gurunya, bukan oleh pemilik tempat yang digunakan dalam proses pendidikan
tersebut. Pelajaran yang sangat diutamakan adalah pelajaran agama,
khususnya membaca dan menghafal Al-Quran serta Sastra Arab, khususnya
puisi-puisi dan syair.
Kurikulum
dan materi pelajaran ' belum disusun secara teratur. Guru mengajarkan apa
saja yang ia kuasai. Oleh sebab itu, seorang guru, sebelum diterima
sebagai pengajar, harus diuji terlebih dahulu tentang keahlian mengajar
dan bidang ilmunya. Gurupun harus memperlihatkan ijazahnya sebelum mengajar.
Bentuknya adalah semacam legalisasi dari tempat ia belajar sebelumnya.
Sehingga, ia dipercaya untuk memberikan pelajaran yangia kuasai. Setiap
guru hanya mengajar satu kitab saja. Seorang murid yang telah menamatkan
buku/kitabnya pada seorang guru dan telah melampaui proses penilaian yang
dilakukan oleh gurunya, akan memperoleh surat keterangan bahwa dia menguasai
kitab tertentu yang diajarkan guru itu dan sanggupuntuk mengajarkannya kepada
orang lain (semacam rekomendasi mengajar).
.Bangunan
madrasah di kota ini mempunyai ciri khusus, yaitu mempunyai
sebuah pekarangan luas yang disebut "shahn"
Terdapat pula kamar-kamar untuk para pelajar dan dewan guru.
Setiap kamar memiliki pilar-pilar tinggi. Bagian terpenting darimadrasah
ini adalah ruangan kuliah semacam aula yang disebut "iwanat" dilengkapidengan mimbar.
Madrasah
juga bersanding dengan mesjid tempat para pelajar melakukan kegiatan
ritualnya. Dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajarnya, madrasah-madrasah
di Naisapur ada yang benar-benar telah menggunakan gedung sendiri dan
terlepas darimasjid, tetapi ada pula madrasah yang masih
"menempel" dengan masjid tetapimempunyai ruang belajar yang disebut
'iwanat, yaitu aula yang luas untuk para murid belajar. Iwanat inilah
yang menjadi ciri khas madrasah di Naisapur.
b.
Madrasah Nizhamiyah
Pembicaraan
mengenai awal kebangkitan madrasah sebagaimana telah dibicarakandi muka,
selalu dikaitkan dengan nama Nizham Al-Mulk (w. 485 H/1092 M),
salahseorang wazir Dinasti Saljuq. Dialah yang membangun sejumlah madrasah yang
kemudian disebut "madrasah Nizhamiyah"
di berbagai tempat/ kota utama daerah kekuasaan Dinasti Saljuq.
Peran
pentingnya bukanlah sebagai orang pertama yang mendirikan madrasah, tetapi
lebih pada semangatnya untuk membangun sejumlah lembaga tinggi tersebut secara
besar-besaran.Langkah perkembangan lembaga pendidikan tinggi Islam
pada masa-masa sesudahnya, biasanya diilhami oleh madrasah ini, terutama
di wilayah-wilayah yang berada di bawah patronase Nizham Al-Mulk sebagi
wazir (tahun 1064). Bangunan baru yang disebut Madrasah Nizhamiyah ini
mengambil Mesjid-khan sebagi model. Madrasah (dalam bentuk klasiknya) dapat
disebut college (akademi) sebagaimana dikenal sekarang.
Dalam
periode inilah madrasah muncul dalam rangka memperkuat mazhab sunni
dengan cara memberikan perhatian besar untuk mempelajari ilmu fiqh empat
mazhab . Nizham al-Mulk adalah seorang wazir yang sangat berkuasa, atau
perdana menteri dari sang sultan. Untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya,
Nizham al-Mulk membantu pembangunan ratusan madrasah yang mengajarkan
fiqih dalam mazhab Syafi'i.Selain itu, Nizham al-Mulk yang lahir di daerah
Thus, Persia, adalah seorang pecinta pengetahuan, terutama hadits.
Dalam
konteks Madrasah Nizhamiyah ini, kasus-kasus seperti konflik fahamkeagamaan,
konflik politik, dan kebutuhan rekruitmen tenaga kerja untuk
mengisi jabatan-jabatan pemerintahan, telah ikut menjadi pendorong
lahir dan berkembangnya pendidikan model madrasah.
Selain Madrasah
Nizhamiyah sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, masih banyak
madrasah lainnya yang juga tumbuh pada masa itu atau sesudahnya.
Diantaranya :
1. Madrasah Imam Abu Hanifah Baghdad
Dalam
tulisan Ibn Al-Jawzi disebutkan bahwa pada tahun 459 H/l066 M,
Abu Sa'd,menteri keuangan Sultan Alp Arslan merenovasi makam Abu
Hanifah denganmemberinya batu nisan (malban), lalu membangun sebuah kubah
di atasnya. Di samping makam ( masyhad )
tersebut ia membangun sebuah madrasah dengan asrama untuk para fuqaha' dan mengangkat
seorang mudarris(guru) untuk
mengajar mereka.Pembangunannya dimulai pada bulan Shafar 459 H/Desember 1067 M
dan selesai pada bulan Jumadil Akhir 459 H/April 1067 M. Madrasah ini,
sesuai dengan nama danlokasinya, khusus untuk penganut mazhab Hanafi.
Ibn Sa'd mendukung biayaoperasionalnya dengan satu badan wakaf yang
membayar mudarris,
mahasiswa dan staf lain yang bekerja untuk madrasah ini. Komplek madrasah
ini mencakup sebuah masjid, perpus-takaan, serta makam untuk ulama-ulama
besar mazhab Hanafi.
2.
Madrasah Al-Mustanshiriyah
Baghdad
Madrasah
ini mengambil nama sesuai dengan pendirinya, Khalifah Abbassyiah ke-36,
Al-Mustanshir (623-640/1226-1242). Pembangunannya berlangsung selama
sepuluhtahun, satu indikasi yang menunjukkan kebesaran madrasah yang
didisain oleh Mu'ayyadAl-Din bin Al-Alqami ini. Fasilitas yang tersedia
mencakup ruang kuliah, asrama, aula,kolam, dapur umum dan gudang. Masih
merupakan bagian dari madrasah ini adalah sebuah perpustakaan, sebuah Dar Al-Quran, sebuah Dar Al-Hadits,
sebuah rumah sakit,dan sebuah gudang obat (apotek).Kenyataan ini membuat
Madrasah Al-Mustanshiriyah berbeda dengan Madrasah Nizhamiyah atau
Madrasah Abu Hanifah.
Perbedaan yang agak penting adalah bahwakhalifah Abbasiyyah, al-Mustansyir, tidak menghendaki madrasahnya beroperasi hanyauntuk
satu mazhab tertentu. Di sini,
keempat mazhab sama-sama mendapat tempat dandukungan fasilitas. Untuk itu,
madrasah ini mempunyai empat ruang kuliah, masing-masing untuk satu mazhab.Khalifah Al-Mustanshir terkenal
dengan keadilan, kesalehan dan kedermawanannyadalam memajukan kehidupan umat
Islam, terutama di bidang pendidikan.
Madrasah Al-Mustanshiriyah adalah bagian terpenting dari usaha ini.
3.
Madrasah Al-Manshuriyah Kairo
Madrasah
Al-Manshuriyah didirikan oleh penguasa Dinasti Mamalik,
Al-Manshur Qalawun (678-689 H/l280-1290 M). Madrasah ini termasuk menarik,
bukan saja karenakebesaran bangunan fisiknya, tetapi juga karena variasi
pengajaran yang berlangsung di dalamnya. Laporan Al-Maqrizi (w. 845 H/l441 M),
sejarahwan besar Mesir abad pertengahan, menunjukkan bahwa madrasah ini
mengajarkan fiqih sesuai dengan mazhabyang empat.
Di
samping itu tersedia pengajaran ilrnu kedokteran (thibb), hadits,
tafsir,dan ceramah-ceramah umum. Hanya ulama dan mahasiswa terbaik yang
diterima untuk mengajar atau belajar di lembaga ini.Termasuk bagian dari
madrasah ini adalah Menara Al-Manshruriyah (al-Qubbah al-Mansyuriyah)
dengan satu kompleks pemakaman bagi beberapa sultana Dinasti
Mamalik.Al-Manshur dan para sultan yang lainnya, juga mewakafkan sejumlah
besar kitab dalamsegala bidang ilmu kepada perpusta-kaan madrasah ini.
4.
Madrasah Granada (Al-Nashriyah) Di Andalusia
Madrasah pertama yang
didirikan di Andalusia adalah madrasah Granada yangdidirikan pada tahun
750 H/1349 M pada zaman Abu Abdillah Muhammad ibnMuhammad ibn Yususf I. Usaha
ini merupakan pengaruh perkembangan madrasah diMaroko. Usaha pertama
mendirikan madrasah di Granada bermula ketika Abu AbdullahMuhammad bin
Muhammad binYusuf, sultan Granada pada tahun 671-701 H/ 1272-1302M,
menyiapkan rumah untukAl-Ruquthi setelah dia sampai di Granada dari
Murcia.Al-Ruquthi sebelumnya adalah seorang ulama Islam terkenal yang
memipinmadrasah Murcia.
Madrasah
ini didirikan oleh Alfonso X, seorang raja Kristen. Ketika menduduki kota
Murcia, Alfonso X menemukan seorang ulama Islam, al-Rauquthi,
yangmendalami berbagai ilmu pengetahuan, di antaranya mantiq, tehnik,
kedokteran danfilsafat. Madrasah itu kemudian diserahkan Alfonsho X
kepadanya dan memberinya hadiah dan fasilitas dengan harapan suatu saat
akan memeluk agama Kristen. Mengetahui hal itu, Sultan Granada lalu membangun
madrasah Granada ini dan memanggil Al-Raquthi untuk mengajar di Granada.
Akhirnya Al-Raqhuti meninggalkan Alfhonso X dan pindah ke Granada.
Madrasah
ini merupakan pusat pendidikan yang paling masyhur di Andalusia setelah
mesjid Cordova. la dibangun pada masa sultan Granada, Abi al-Hajaj Yusuf
I(733-755 H/1333-1354 M) atas usaha al-Hajib Ridhwan al-Nashri. Bangunan
madrasah ini selesai dibangun pada tahun 749 H dan diresmikan pada tahun
750 H. Madrasah ini disebut sebagai yang paling utama di Andalusia dan
satu-satunya madrasah yang sisa-sisa kejayaannya masih dapat ditemukan sampai
saat ini.Bangunan Madrasah Nashriyah terdiri dari ruang pertemuan
yang luas terletak ditengah gedung. Disekeliling ruang itu terdapat
ruas-ruas lokal dipergunakan untuk belajar-mengajar.
Patut
dicatat bahwa disamping madrasah ini terdapat penginapan yang menyatu
dengan mesjid Granada. Ini mengandung makna kemungkinan dipergunakannya
penginapan untuk para mahasiswayang jauh dan para tamu yang berkunjung dan
sekedar berdisikusi di madrasah ini. Selainitu, perpustakaan menjadi sentra
utama bagi kelangsungan perkembangan Ilmu pengetahuan di madrasah
tersebut. Pengadaan buku-buku perpustakaan juga dibantu
oleh pemerintah.Para guru madrasah Al-Nashriyah adalah ulama terkenal
di Andalusia. Pemerintah ikut campur tangan menentukan guru-guru tersebut.
Di Granada juga terdapatmadrasah-madrasah kecil di antaranya
adalah: madrasah al-Qumhiyah, Al-Saifiyah, al-Fadhliyah dan Dar el-Hadits
yang dibangun oleh al-Malik al-Kamil yang kemudian diberinama madrasah
al-Kamiliyah.
Madrasah-madrasah
kecil ini berkembang mengikuti irama perkembangan madrasah Al-Nashiriyah di Andalusia.
Sayangnya, tidak banyak ahli sejarah pendidikan Islam yang mengupas secara
detail tentang perkembangan madrasah-madrasah kecil ini, sehingga kita
tidak cukup punya data untuk mengungkapkannya.Tetapi, keberadaannya tetap
memberikan arti penting bagi perkembangan madrasah diAndalusia.
5.
Madrasah Malaga, Cordova
Di
Malaga terdapat sebuah mesjid jami' sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan.
Di mesjid Jami' ini didirikan sebuah madrasah dengan nama madrasahMalaga
atau Uzhma. Di madrasah ini mengajar seorang faqih, Muhammad binMuhammad
binYusuf al-Thanjali (w.733 H/l 332M). Di samping madrasah yang beradadimasjid ini
terdapat pula madrasah lain yang didirikan oleh seorang sufi,
Muhammad bin Muhammad bin Abdul Al-Rahman bin Ibrahim al-Anshari
(678-754/1279-1353). Diamembangun madrasah ini dari harta yang diberikan oleh
orang-orang kaya dan para pejabat kepadanya.[24]
6.
Madrasah di Makkah
Dalam sejarah, madrasah di Mekkah didirikan
awalmulanya oleh gubernur Aden pada tahun 1183 – 1184 yang bermahzhab hanafi ,
kemudian satu tahun kemudian dibangun madrasah untuk mahzab syafi’i . Menurut
keterangan AAl- Maqriri , pada zaman dinasti fatimiyah di Cairo , telah berdiri
73 Madrasah , 14 untuk mahzhab syafi’I 14 untuk mahzhab maliki, 6 untuk
mahzhab syafi’I dan hanafi , sebuah
madrasah untuk mahzhab maliki dan hanafi , 4
untuk empat Mhzhab , 2 buah untuk Dar Al – Hadist [25]
satu atau bahkan dua atau juga lebih, Maqrizi tentunya ada yang berdiri di
makkah. Sejarawan Taqi Al – din Al- Fasi Al – Makki (775 – 832 / 1373/ 1428 ) ,
seperti yang dikutip Azyumari Azra , menyatakan bahwa madrasah dimakkah adalah
madrasah ‘Ursufiyyah yang didirikan pada 571 / 117 oleh Afif Abd. Allah
Muhammad Al- ‘Ursufi didekat pintu umrah, bagian selatan masjid al – Haram ,
Sejak dibangunnya Madrasah Al- ‘Ursuffiyah hingga awal abad ke – 17 terdapat
setidaknya 19 madrasah di Makkah, adalah bahwa hamper seluruh madrasah –
madrasah dibangun oleh penguasa – penguasa atau dermwan non- hijazi.
Hanya satu Madrasah , yakni madrasah al – syarif al – Ajlan yang dibangun
penguasa di Makkah , Ajlan Abu syari’ah ( berkuasa 744 – 777/ 1344 -75 ). Yang
terbanyak mendirikan madrasah di makkah adalah penguasa – penguasa usmani,
mereka membangun 5, madrasah yaitu 4 dibangun Sultan Sulaiman Al-Qonuni dan 1
oleh Sultan Murat. Selanjutnya khalifah dan pejabat tinggi
Abbasiyah membangun 4 Madrasah . Penguasa – penguasa Mesir termasuk Mamluk dan
penguasa Yaman masing – masing mendirikan 3 Madrasah . Kemudian penguasa
muslimah India mendirikan 2 Madrasah.
7.
Madrasah di Madinah
Di Madinah sedikit sumber tentang keberadaan
madrasah – madrasah karena terbatasnya sumber informasi. Ada
beberapa sumber yang menyatakan , di Madinah , Malik mendirikan madrasah
terkenal dengan sebutan Madrasah Ali Hijaz atau Madrasah Ali Madinah. Mula –
mula Madrasah ini dibangun oleh Umar bin
Khattab , Abdullah Ibn Abbas dan ‘Aisiyah.
Lebih lanjut Hanun Asrohah mengutip , pada abad ke 13 M, terdapat 60 Madrasah untuk
Mahzhab Syafi’I , 52 Madrasah untuk mahzab Hanafi, 4 Madrasah untuk Mahzab
Maliki,10 madrasah untuk mahzab Hambali, dan 3 Madrasah al – Tib. Salah satu
bukti , Al – Fasi mendeskripsikan bahwa Sultan Giyants Al-Din membangun
madrasah lengkap dengan ribadtnya di Madinah pada tahun 814 / 1411. Namun
sayang nama Madrasah tidak disebutkan . Pada tahun 724 / 1323 Jauban Ata Bek,
penguasa Mamluk , mendirikan Madrasah , yang secara kolektif dikenal dengan madrasah
Asyrafyah. Deskripsi al – Fasi dan Al-Samhudi , dengan tegas diperkuat lagi
oleh Syams Al- Din Al – Syaakhawi (831-902 / 1428-1497 ) . Al – Syahkawi
menyebutkan beberapa madrasah lain di Madinah selama periode ini, mereka
diantaranya adalah Madrasah Qo’it Bey. Madrasah al – Bashitiyah didirikan ,
Zayni ‘Aba Al – Basiht, Madrasah Al – Basithiyah didirikan , Madrasah al –
Zamaniah dibangun, Syams al – Din al – Zaman . Madrasah al – Sanjariayah ,
terletak dekat Bab al – Nisa’, madrasah Al – Mazhariyah didirikan Zaini Katib.
Nerdasarkan Informasi ini kita dapat mengasumsikan, setidaknya ada 8 madrasah
di Madinah pada periode ini.
D.
Kejayaan Pendidikan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin
1.
KHALIFAH ABU BAKAR AL SHIDDIQ (632-634)
a.
Kondisi Masyarakat pada masa Abu Bakar al shiddiq
Masa awal khalifah Abu bakar diguncang
pemberontakan oleh orang-orang murtad, orang-orang yang mengaku sebagai nabi
dan orang-orang yang enggan membayar zakat. Berdasarkan hal ini Abu bakar memusatkan perhatiannya untuk
memerangi para pemberontak yang dapat mengacaukan keamanan dan mempengaruhi
orang-orang islam yang masih lemah imannya untuk menyimpang dari ajaran islam.
Kemudian Abu bakar mengirim pasukan
untuk menumpas para pemberontak di yamamah. Dalam penumpasan ini banyak umat
islam yang gugur, yang terdiri dari sahabat dekat Rasulullah dan para hafiz al-qur’an sehingga mengurangi jumlah sahabat yang
hafal al-qur’an. Oleh karena itu, Umar bin khattab menyarankan
kepada khalifah Abu bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat al-qur’an, kemudian
untuk merealisasikan saran tersebut, diputuskan bahwa Zaid bin stabit ditugaskan untuk
mengumpulkan semua tulisan al-qur’an
yang masih berserakan tempatnya.
b. Perkembangan
pendidikan islam pada masa Abu bakar al shiddiq
Lembaga pendidikan pada masa Abu bakar
masih seperti lembaga pendidikan pada masa Nabi Saw, namun dari segi kuantitas maupun
kualitas sudah banyak mengalami perkembangan.
1) Kuttab
Pada
masa Abu bakar lembaga pendidikan kuttab
mencapai tingkat kemajuan yang berarti. Kemajuan pendidikan kuttab ini terjadi ketika masyarakat muslim
telah menaklukan beberapa daerah dan menjalin kontrak dengan bangsa-bangsa yang
telah maju. Lembaga pendidikan ini menjadi sangat penting sehingga para ulama
berpendapat bahwa mengajarkan al-qur’an
merupakan fardhu kifayah.[26]
2) Masjid
Masjid
merupakan lembaga pendidikan lanjutan setelah anak-anak tamat belajar pada kuttab. Di masjid ini ada dua tingkat
pendidikan, yaitu tingkat menengah dan tingkat tinggi. Yang membedakan antara
kedua tingkatan tersebut adalah pada
tingkat menengah,
gurunya belum mencapai status ulama besar, sedangkan pada tingkat tinggi, para
pengajarnya adalah ulama yang memiliki pengetahuan yang mendalam dan integritas
kesalehan dan kealiman yang diakui oleh masyarakat.[27]
3) Materi
pendidikan
Materi
pendidikan yang diajarkan pada kuttab adalah Membaca dan menulis, Membaca
al-qur’an dan menghafalnya, pokok-pokok agama islam seperti keimanan, ibadah,
akhlak dan muamalat. Sedangkan materi pendidikan pada tingkat menengah dan tinggi adalah Al-qur’an dan tafsirnya, Hadits dan syarahnya, dan Fiqih (tasyri’)[28]
2.
KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB (634-644 M)
a.
Kondisi
masyarakat masa umar bin khattab
Abu
bakar telah merasakan persoalan yang timbul dikalangan kaum muslimin setelah
nabi wafat, berdasarkan hal inilah Abu bakar menunjuk Umar bin khattab. Tujuan
Abu bakar menunjuk penggantinya agar supaya tidak terjadi perselisihan dan
perpecahan dikalangan umat islam, kebijakan Abu bakar tersebut ternyata
diterima masyarakat. Pada masa khalifah Umar bin khattab, kondisi politik dalam
keadaan stabil, usaha perluasan wilayah islam memperoleh hasil yang gemilang.
Wilayah islam pada masa Umar bin khattab meliputi semenanjung Arabia,
palestina, syiria, irak, Persia dan mesir.
Dengan meluasnya wilayah islam
mengakibatkan meluas pula kehidupan masyarakat dalam segala bidang. Untuk
memenuhi kebutuhan ini diperlukan manusia yang memiliki keterampilan dan
keahlian, sehingga dalam hal ini diperlukan pendidikan.
Meluasnya kekuasaan islam, mendorong
kegiatan pendidikan islam bertambah besar, karena mereka yang baru menganut
agama islam ingin menimbah ilmu keagamaan dari sahabat-sahabat yang menerima
langsung dari nabi. Pada masa ini telah terjadi mobilitas penuntut ilmu agama
dari daerah-daerah yang jauh dari madinah, sebagai pusat agama islam. Gairah
menuntut ilmu agama islam ini kemudian mendorong lahirnya sejumlah pembidangan
disiplin ilmu keagamaan.
b.
Perkembangan
pendidikan islam pada masa Umar bin khattab
1)
Lembaga
pendidikan
Lembaga
pendidikan pada masa umar bin khattab, sama dengan masa Abu bakar. Namun dari
segi kemajuan lembaga pendidikan begitu pesat, sebab
selama Umar bin khattab memerintah Negara berada dalam keadaan stabil dan aman,
hal ini menyebabkan ditetapkannya masjid sebagai pusat pendidikan, dan juga
terbentuknya pusat-pusat pendidikan islam diberbagai kota.
Pendidikan pada masa itu berada dibawah
pengaturan gubenur. Disamping itu kemajuan dalam bidang pendidikan juga
terdapat kemajuan diberbagai bidang, seperti pos pengiriman surat, kepolisian,
baitul mal, dan sebagainya. Adapun sumber gaji para pendidik pada waktu itu
diambilkan dari hasil yang dikelola daerah yang ditaklukkan dan dari baitul
mal.
2)
Materi
pendidikan
Materi
pendidikan
pada masa Umar adalah materi pada kuttab
masa Abu bakar, disamping itu materi
yang diajarkan ditambah dengan beberapa mata pelajaran dan keterampilan. Ketika umar bin khattab diangkat menjadi
khalifah, ia menginstruksikan kepada pendidik agar anak-anak diajarkan berenang, mengendarai unta, memanah, membaca syair-syair yang mudah dan peribahasa.
Pada masa ini tuntutan untuk belajar
bahasa arab juga sudah mulai kelihatan. Orang yang baru masuk islam dari daerah
yang ditaklukkan harus belajar bahasa arab, jika ingin belajar dan memahami
pengetahuan islam. Oleh karena itu pada masa ini sudah terdapat pengajaran
bahasa arab.
3)
Pendidik
Pada masa Umar yang menjadi pendidik adalah beliau
sendiri, serta guru-guru yang beliau angkat. Umar merupakan seorang pendidik yang
sering melakukan penyuluhan pendidikan di kota madinah. Beliau juga menerapkan
pendidikan di masjid-masjid dan dipasar-pasar, serta mengangkat dan menunjuk
guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan itu, dengan tugas mengajarkan al-qur’an dan ajaran islam lainnya,
seperti fiqih kepada penduduk yang baru masuk islam, disamping beliau sendiri sebagai pendidik, beliau juga menunjuk
diantara sahabat-sahabat menjadi pendidik ke daerah-daerah yang baru
ditaklukkan seperti Abdurrahman bin ma’qal dan imran bin al hashim, ditempatkan
di basyrah. Abdul al rahman bin ghannam dikirim ke syiria dan hasan bin abi
jabalah dikirim ke mesir.
3.
KHALIFAH USMAN BIN AFFAN (644-656 M)
a.
Kondisi
masyarakat pada masa Usman bin affan
Usman diangkat menjadi khalifah tidak langsung ditunjuk
oleh umar bin khattab akan tetapi hasil dari pemilihan panitia enam yang
ditunjuk oleh khalifah umar bin khattab menjelang beliau meninggal.[29] Panitia yang enam itu adalah Usman bin
affan, Ali bin abi thalib, Thalhah, Zubair bin awwam, Saad bin abi waqash dan
Abdurrahman bin auf. Dengan system yang dilakukan seperti itu situasi pemilihan
khalifah berjalan dengan lancar, dan tidak terjadi perselisihan dan perpecahan
dalam masyarakat. Kondisi masyarakat pada saat ini kondusif.
b.
Perkembangan pendidikan
islam pada masa Usman bin affan
Pada
masa khalifah Usman bin affan, pelaksanaan pendidikan islam ditinjau dari aspek
lembaga dan materi, tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Pendidikan dimasa ini
hanya melanjutkan apa yang telah ada sebelumnya, namun hanya sedikit terjadi
perubahan yang mewarnai pendidikan islam. Para sahabat yang berpengaruh dan
dekat dengan Rasulullah tidak diperbolehkan meninggalkan madinah dimasa
khalifah Umar, oleh Usman diberikan kelonggaran untuk keluar dan menetap didaerah-daerah
yang disukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan
pendidikan didaerah-daerah.
Pola
pendidikan pada masa Usman ini lebih merakyat dan lebih mudah dijangkau oleh
seluruh peserta didik yang ingin mempelajari ajaran islam karena pusat
pendidikan lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat bisa memilih tempat
yang mereka inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat.
Walaupun
demikian ada usaha yang sangat cemerlang dan menentukan yang dilakukan Usman
bin affan, yang sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan islam dimasa yang
akan datang, usaha tersebut adalah terjadinya kodifikasi al-qur’an.
4.
KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB (656-661 M)
a.
Kondisi
masyarakat pada masa Ali bin abi thalib
Ali bin abi thalib adalah khalifah keempat
setelah Usman bin Affan.
Pemerintahannya diguncang oleh peperangan dengan Aisyah (istri nabi) beserta Thalhah dan
Abdullah bin zubair. Peperangan ini disebabkan karena kesalapahaman dalam
menyikapi pembunuhan terhadap Usman bin affan. Peperangan tersebut dinamakan
perang jamal (unta) karena Aisyah
menggunakan kendaraan unta. Setelah berhasil mengatasi pemberontakan Aisyah, dan lawan-lawannya muncul pula
pemberontakan lain, sehingga masa kekuasaan khalifah Ali bin abi thalib tidak
pernah mendapatkan ketenangan dan kedamaian.[30]
Peperangan selanjutnya terjadi dengan
muawwiyah bin abi sufyan. Muawwiyah sebagai gubenur di Damaskus memberontak
untuk menggulingkan kekuasaannya. Peperangan ini disebut dengan peperangan shiffin, karena terjadi di shiffin. Ketika tentara muawwiyah
terdesak oleh pasukan Ali pada peperangan tersebut, maka muawwiyah segera
mengambil siasat untuk menyatakan tahkim
(penyelesaian dengan adil dan damai). Semula Ali menolak, tetapi karena desakan
sebagian tentaranya akhirnya Ali menerimanya, namun tahkim malah menimbulkan kekecauan, dikarenakan muawwiyah melakukan
kecurangan. Dan dengan adanya tahkim tersebut muawwiyah berhasil mengalahkan
Ali bin abi thalib dan mendirikan pemerintahan tandingan di damaskus. Sementara
itu, sebagian tentara yang menentang keputusan Ali bin abi thalib dengan cara tahkim, meninggalkan Ali dan membuat
kelompok tersendiri. Kelompok tersebut disebut khawarij.
b.
Perkembangan
pendidikan islam pada masa Ali bin abi thalib
Pada masa Abi
bin abi thalib tidak terlihat perkembangan pendidikan yang berarti kerena pada
masa ini telah terjadi kekacauan politik dan pemberontakan, sehingga di masa ia
berkuasa pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan
politik pada masa Ali berkuasa, kegiatan pendidikan islam mendapat hambatan dan
gangguan. Pada masa itu Ali bin abi thalib tidak sempat lagi memikirkan masalah
pendidikan sebab keseluruhan perhatiannya ditumpahkan kepada masalah keamanan
di dalam pemerintahannya.
5.
PUSAT-PUSAT PENDIDIKAN DAN PARA ULAMA YANG TERKENAL PADA MASA KHULAFA’ AL
RASYIDIN
Dengan
meluasnya kekuasaan islam pada masa ini berkembang pula pusat-pusat kegiatan
pendidikan islam, baik bagi mereka yang baru masuk islam, bagi para generasi
muda, maupun bagi mereka yang akan memperdalam ilmu pendidikan dalam islam.
Menurut Mahmud yunus, bahwa pusat-pusat
pendidikan masa khulafa’ al rasyidin adalah
sebagai berikut:
a.
Madrasah Mekkah
Guru pertama yang mengajar di Mekkah,
ialah Mu’adz
bin jabal. Beliaulah
yang mengajarkan al-qur’an, hukum-hukum halal dan haram dalam islam.
Pada masa khalifah Abdul malik bin marwan (65-86 H), Abdullah bin abbas pergi
ke Mekkah, lalu mengajar disana. Ia mengajarkan tafsir, hadits, fiqih dan
sastra. Abdullah bin abbas lah yang melakukan pembangunan madrasah Mekkah yang kemudian menjadi terkenal keseluruh penjuru
negeri islam. Diantara murid-murid bin abbas yang menggantikannya sebagai guru
di madrasah Mekah ini adalah; mujahid bin jabbar, seorang ahli
tafsir al-qur’an yang meriwayatkan dari bin abbas, ata’bin abu rabah, yang
termasyhur keahliannya dalam ilmu fiqih, dan tawus bin kaisan, seorang fuqaha
dan mufti di Makkah. Kemudian diteruskan oleh murid-muridnya yang terkenal
yaitu sufyan bin uyainah dan muslim bin Khalid al zanji. Imam Syafi’i sebelum berguru ke madinah, pernah
belajar di madrasah
Makkah kepada kedua ulama tersebut.
b.
Madrasah madinah
Madrasah
madinah ini lebih termasyhur, karena disanalah tempat khalifah Abu bakr, Umar
dan Usman, dan disana pula banyak tempat sahabat-sahabat nabi Muhammad SAW.
Diantara sahabat yang mengajar di madrasah Madinah ini adalah Umar bin khattab,
Ali bin abi thalib, Zaid bin Tsabit dan Abdullh bin Umar. Zaid bin tsabit adalah seorang ahli qiraat dan
fiqih, dan beliaulah yang mendapatkan tugas memimpin penulisan kembali
al-qur’an, baik zaman Abu bakar maupun di zaman Usman bin affwa. Sedangkan
Abdullah bin Umar adalah ahli hadits. Beliau dianggap
sebagai pelopor mazhab
ahl al-hadits yang berkembang pada masa berikutnya. Setelah ulama-ulama sahabat wafat,
digantikan oleh murid-muridnya (tabi’in)yang
terkenal: Sa’ad bin musyayab dan Urwah bin al zubair bin al awwan, yang pada
generasi berikutnya kemudian muncul seorang ahli hadits dan fiqih.
c.
Madrasah basrah
Ulama
sahabat yang terkenal di basrah ini ialah Abu musa al-Asy’ari, dan Anas bin
malik. Abu musa terkenal sebagai ahli fiqh, hadits dan ilmu al-qur’an, sedangkan Anas bin malik
termasyhur dalam ilmu hadits.
Diantara guru madrasah basrah yang
terkenal adalah Hasan al bisri dan bin sirin. Hasan al bisri, disamping sebagai
ahli fiqh,ahli pidato dan kisah, juga terkenal sebagai seorang ahli piker dan
tasawuf. Ia dianggap sebagai perintis mazhab ahlu al sunnah dalam lapangan ilmu
kalam. Sedangkan bin sirin, adalah seorang ahli hadits dan fiqih yang belajar langsung dari Zaid bin tsabit
dan Anas bin malik.
d.
Madrasah kufah
Ulama sahabat yang tinggal di kufah
ialah Ali bin abi thalib dan Abdullah bin mas’ud. Ali bin abi thalib mengurus
masalah politik dan urusan pemerintahan, sedangkan Abdullah bin mas’ud sebagai
guru agama. Beliau
adalah utusan resmi khalifah Umar untuk menjadi guru agama di kufah. Beliau adalah seorang ahli
tafsir, ahli fiqh, dan banyak meriwayatkan hadits-hadits
Nabi Muhammad SAW. Diantaranya murid-murid Abdullah bin mas’ud yang terkenal yang
kemudian menjadi guru di kufah adalah Alqamah, Al aswad, Masruq, Al harris bin
qais dan amr bin syurahbil. Madrasah kufah ini kemudian melahirkan Abu hanifah,
salah seorang imam mazhab yang terkenal dengan penggunaan ra’yu dalam
berijtihad.
e.
Madrasah fistat (mesir)
Sahabat yang mula-mula mendirikan
madrasah dan menjadi guru di Mesir adalah Abdullah bin amr bin al asy. Ia
adalah seorang ahli hadits. Ia tidak
hanya menghafal hadits-hadits yang
didengarnya dari Nabi Muhammad SAW melainkan juga menuliskannya dalam catatan,
sehingga ia tidak lupa atau khilaf
dalam meriwayatkan hadits itu kepada murid-muridnya. Guru berikutnya yang
termasyhur sesudahnya ialah Yazid bin Abu habib al nuby dan Abdillah bin abu
ja’far bin Rabi’ah, diantara murid Yazid yang terkenal adalah Abdullah bin
lahi’ah dan al-lais bin said. Yang tersebut terakhir juga terkenal sebagai
ulama yang mempunyai mazhab tersendiri dalam bidang fiqh.
E.
Pendidikan Wanita pada masa Rasulullah Saw
1.
Pendidikan Wanita pada Masa Rasulullah
Pada masa permulaan Nabi Saw menyiarkan Islam,
di Mekkah telah ada beberapa orang yang telah pandai baca tulis. Mereka terdiri
dari 17 orang laki-laki dari suku Quraisy.
Mereka adalah Umar bin Khattab, Ali bin Abi
Thalib, Usman bin Affan, Abu ‘Ubaidah bin Al Jarrah, Talhah, Yazid bin Abu
Sofyan, Abu Huzaifah bin ‘Utbah, Hathib bin ‘Amr, Abu Salamah bin Abdul Asad al
Maklizumy, Aban bin Sa’id bin al ‘Ash bin Umaiyah, Khalid bin sa’id dan
saudaranya, Abdullah bin Sa’d bin Abu
Sarh al Amiry, Huwaithib bin Abdul ‘Uzza, Abu Sofyan bin Harb, Muawiyah
bin Abi Sofyan, Juhaim bin as Shalt.
Dan ditambah 5 orang perempuan yaitu, Hafsah
istri nabi, Ummi Khulsum bin ‘Uqbalt, ‘Aisyah binti Sa’ad, as Syifak binti
Abdullah al ‘Adawiyah, Karimah binti al Miqdad. Sedangkan Siti ‘Aisyah dan Ummi
Salamah kedua istri nabi pandai membaca, tetapi tidak pandai menulis.[31]
Ada riwayat yang menceritakan bahwa pada waktu
itu telah ada kuttab (semacam sekolah khusus untuk anak-anak) yang mengajarkan
menulis dan membaca, walaupun demikian budaya baca tulis ini belum mewarnai
kehidupan masyarakat pada waktu itu. Karena warisan budaya mereka adalah budaya
lisan, menghafal syair-syair dan puisi-puisi yang indah, nasab (urutan garis
keturunan) pun mereka hafal.
Penanaman ajaran Islam yang dilakukan nabi
Muhammad SAW, dalam rangka mengembangkan dan menyebarkan ajaran islam
dipermukaan bumi melalui dakwah. Dakwah pada hakikatnya adalah sebuah kegiatan
atau proses pendidikan, dan hal ini dilakukan tidak hanya terbatas bagi kaum
laki-laki saja tetapi juga kepada kaum perempuan. Rasulullah telah memberikan
kesempatan dan meluangkan waktunya untuk mengajar para perempuan. Sebagaimana
yang diceritakan dalam sebuah hadist.
Artinya:
Telah datang beberapa perempuan kepada Rasulullah, maka
mereka berkata : Ya Rasulullah, kami tidak mendapatkan peluang belajar di
majelismu yang dipenuhi laki-laki, maka berilah kami kesempatan itu. Kemudian
Rasulullah SAW menjawab : “bagianmu adalah di rumah si anu. Maka beliau datang
kepada mereka (kaum perempuan) pada hari dan tempat yang telah dijanjikan dan
beliau mengajar mereka. (HR. Bukhari)
Dari hadist diatas tersirat bahwa Nabi
memberikan pendidikan dan pengajaran kepada perempuan, namun tempat dan
waktunya berbeda dengan laki-laki.
Oleh sebab itu, perempuan dimasa nabi SAW,
tidak mau ketinggalan oleh laki-laki. Kaum laki-laki pada hari Jumat waktu
khotbah di masjid dapat menerima pengajaran langsung dari mulut Nabi. Perempuan
juga turut shalat Jumat berjamaah dimasjid bersama laki-laki, walaupun tidak
menjadi suatu kewajiban bagi mereka. Meskipun begitu perempuan tersebut meminta
kepada Nabi supaya dikhususkan sehari dalam seminggu untuk mereka menerima
pengajaran langsung dari Nabi. Kadang-kadang Nabi membaca khotbah dua kali
waktu shalat hari raya karena ramainya kaum muslimin yang hadir, satu kali
untuk laki-laki dan satu kali untuk perempuan. Selain itu ada juga perempuan
yang datang langsung menghadap Nabi untuk menanyakan soal-soal agama yang tidak
mereka ketahui.
Rasulullah sebelum pindah ke Yasrib telah
mempersiapkan kader-kader perempuan untuk menjadi guru di Madinah. Ini terbukti
pada tahun kedua belas kenabian orang Madinah datang ke Mekah, mereka membuat
perjanjian yang pertama dengan Nabi di Aqabah sehingga dinamakan Bai’ah al
Aqobah atau Bai’ah al-Nisa’ karena didalam rombongan mereka ada perempuan yakni
‘Afra binti’Abid Ibn Sa’labah.
Orang-orang inilah nantinya yang akan menyebarkan pengetahuan yang telah
didapat dari nabi Muhammad kepada masyarakat yang ada di Madinah.
Cara yang dilakukan oleh Rasulullah dalam
memberikan pendidikan adalah dengan metode ceramah, menyampaikan wahyu yang
baru diterimanya dan memberikan penjelasan-penjelasan serta
keterangan-keterangannya, dan juga dengan metode diskusi dan tanya jawab
tentang sesuatu yang bersangkutan dengan akidah maupun akhlak. Kurikulumnya
adalah Al-Quran, karena itu dalam praktiknya tidak saja logis dan rasional
tetapi juga sejalan dengan fitrah manusia. Sehubungan dengan hal tersebut,
Al-Quran itu sendiri diturunkan secara berangsur-angsur menurut kebutuhan yang
diperlukan pada saat itu. Hasil belajar yang dilakukan Nabi dapat dilihat dari
sikap mental para pengikutnya yang terlihat dari semangat yang tangguh, tabah,
dan sabar, juga aktif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Ahmad Syalabi mengemukakan bahwa anak-anak
perempuan hanya menerima pelajaran dirumah dari salah seorang anggota keluarga,
atau dari seorang guru khusus didatangkan untuk mereka. Bagaimanapun juga,
pendidikan secara pribadi itu telah berhasil melahirkan perempuan-perempuan
Islam yang kecerdasan mereka tidak jauh berbeda dengan kecerdasan laki-laki.
Dari hasil didikan Rasulullah terhadap kaum perempuan,
maka lahirlah beberapa intelektual Islam, pada masa itu diantaranya:
a. Khadijah binti Khuwailid
Seorang Ummal-Mukminin dan saudagar yang terdidik yang
selalu mendampingi Nabi dan berjuang dalam menyiarkan Islam.
b. Aisyah binti Abu Bakar
Perempuan cerdas yang memiliki ilmu pengetahuan dan telah
meriwayatkan lebih dari seribu (1000) hadist dengan periwayatan langsung, ia
juga seorang yang ahli dalam bidang Fiqh, Tafsir, Kedokteran dan Syair-syair.
c. Asma’ binti Abu Bakar
Perempuan pemberani yang selalu mengantarkan makanan
kepada Nabi ketika Nabi dalam perjalanan hijrah.
d. Hafsah binti Umar, Fatimah Al-Zahra, dan Sakinah binti Husein
Merupakan perempuan pecinta ilmu pengetahuan.
e. Nasibah binti Ka’ab, Aminah binti Qays al Ghifariyah, Ummu Athiyyah
al-Anshariyyah, Rabiah binti Mas’ud
Merupakan perempuan yang ikut berperang dengan
Nabi, mereka bertugas merawat orang-orang yang sakit dan mengobati yang luka.
f. Al-Khansa, Hindun binti ‘Atabah, Laila binti Salma, Siti Sakinah binti al
Husein.[32]
Merupakan perempuan yang mahir dalam bidang
syair dan kesusasteraan.[33] Pendidikan
bagi perempuan dalam ajaran Islam termasuk kewajiban agama karena pengetahuan
merupakan suatu kebutuhan bagi manusia. Pendidikan bagi perempuan tidak
terbatas pada pendidikan agama saja, tetapi meliputi juga pendidikan rumah
tangga (cara mendidik dan membesarkan anak), pendidikan sosial kemasyarakatan
dan pendidikan intelektual.
Merupakaan hal biasa bagi perempuan diawal
sejarah Islam, memberikan sumbangan pemikiran yang akhirnya sangat berpengaruh
terhadap ajaran Islam. Banyak istri dan sahabat perempuan Nabi yang terkenal
meriwayatkan sebuah hadist dari Nabi yang dianggap sangat otentik. Para
perempuan inilah yang menciptakan yang menciptakan cerita verbal yang kemudian
direkam oleh para laki-laki. Dapatlah dikatakan bahwa hampir sepertiga teks
hadist , kemunculannya lewat Aisyah, istri nabi yang paling muda.
Perempuan penting lain diawal sejarah Islam
adalah Sukaina binti Al-Husein, cucu perempuan nabi yang tingkat pendidikannya
tinggi, terkenal karena pengetahuan, kepandaian membaca dan menulis, kecantikan
dan kecerdasan akalnya. Dia menikah empat kali sampai enam kali. Dia
memprakarsai prosedur perceraian dalam perkawinan dan menetapkan syarat-syarat yang ketat untuk
perkawinan. Diantara syarat-syarat tersebut adalah suaminya tidak boleh
mengawini perempuan lain, tidak boleh mencegahnya berbuat sesuatu yang
dikehendakinya, membolehkannya tinggal didekat temannya, dan tidak boleh
menentang apa yang diinginkannya.
Syarat-syarat seperti ini jelas tidak biasa,
paling tidak dikalangan elit. Syarat tersebut tampak lebih menguntungkan
perempuan, namun pada saat itu hal ini sangat reformis dengan keberanian dan
kecerdasannya ia dapat mengemukakan keinginannya dan syarat tersebut yang dapat
diterima oleh laki-laki yang sangat patriarki.
Sejarah Islam pada masa permulaan dipenuhi
oleh perempuan Muslim yang menunjukkan kemampuannya yang hebat, yang dapat
bersaing dengan laki-laki dan berusaha lebih unggul dari mereka dalam setiap
kesempatannya.
sebagai contoh ialah Aisyah, istri Nabi
Muhammad SAW, dia seorang ilmuwan pembaru pada masanya. Nasihat-nasihatnya
dianggap sama penting dengan nasihat para pemimpin saat itu. Dia dianggap
sebagai sumber yurisprudensi islam terbesar karena penguasaannya terhadap
ribuan hadist yang diterimanya langsung dari nabi.
Nama lain yang terkenal adalah Nafisa’,
keturunan Ali yang menjadi seorang hakim ternama dan ahli theologi. Diceritakan
bahwa Imam Syafii, salah seorang pendiri empat madzhab Fiqh sering mengikuti kuliah
dengannya.
Al-Khansa seorang penyair terbesar saat itu
yang puisinya mendapat pujian langsung dari nabi.
Zainab dari bani Awb yang terkenal sebagai
dokter ahli mata.[34]
Dan masih banyak lagi perempuan lainnya yang berprestasi tinggi dan tidak kalah
bersaing dengan laki-laki.
Tidaklah mengeherankan kalau kaum perempuan
yang mengerti dan memahami pentingnya ilmu pengetahuan, mereka akan
berkompetensi ditengah kaumnya dan berusaha keras mendapat pengetahuan yang
benar. Nabi selalu mendorong antusiasme mereka untuk menghadiri setiap majelis
ilmunya. Namun yang terpenting adalah kaum perempuan harus belajar tentang
pondasi kemanusiaan dan basis pendidikan moral.
BAB
III
KESIMPULAN
Kejayaan pendidikan Islam dimulai
dengan perkembangan lembaga-lembaga pendidikan Islam non formal diantaranya;
kuttab, pendidikan rendah di istana, toko-toko kitab, rumah para ulama, majelis
atau salon kesusastraan, badiah(padang pasir,dusun tempat tinggal badwi), rumah
sakit, perpustakaan, masjid, dan ribath. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
kejayaan pendidikan Islam; adanya lembaga-lembaga formal seperti
sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah, terjadinya asimilasi antara bangsa arab
dengan bangsa lain yang lebih dahulu maju, dan pengaruhpengaruh dari Persia,
India dan pengaruh Hellenisme di masa Abbasiyah. Dari perkembangan
lembaga-lembaga serta faktor-faktor yang mempengaruhi kejayaan pendidikan Islam
itu sendiri maka lahirlah bentuk-bentuk kejayaan pendidikan islam pada masa
klasik diantaranya; Kurikulum, metode pengajaran, kehidupan murid, rihlah
ilmiyah, dan wakaf.
DAFTAR
PUSTAKA
Abudin nata, 2004. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada ,
Ahmad Ibrahim Syarif, 1972 ..Daulat
al-Rasul Fi al – Madinat. Quwait Dar al- Bayan ,
Ahmad
Kamaluddin Hilmi, al-Salajiqah fi al-Tarikh wa al-Hadharah (Kuwait: Dar
al-Buhuts al- Ilmiyah, tt
Ahmad Syalabi, 1954. The History of Muslim
Education .Beirut: Dar al-Kasyaf,
Ahmad Syalaby, sejarah
kebudayaan islam, ahli bahasa Al Husna Zikra, Jakarta: 2000
Asma Hasan Fahmi, 1979. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang,
Harun Nasution.
1982. Pembaruan Dalam Islam Sejarah
Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang,
Hasan
Abd al-'Al, al-Tarbiyah al-hlamiyah Fi al-arni al-Rabi al-Hijri (Beirut:
Dar El Fikr Al-Arabi, 1977), h. 213
Hasan Ibrahim hasan, 1964. tarikh
al islam, juz I .kairo: maktabah nahdah
Hasan
Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam al-Siyasi Wa al-Dini Wa al-Tsaqafi Wa
al-Ijtimai ,]uz 4 Cet-IV
Hasnun Asrohah,
1999. sejarah pendidikan islam, Jakarta:
PT. logos Wacana Ilmu cet. 1,
http://infolepas.blogspot.com/ 2006/05/eksistensi-dan-perkembangan-lembaga.html
(21 Februari 2010). (diakses 23 04 2014)
http://khoiriyatulanifah.blogspot.com/2013/12/kejayaan-pendidikan-islam.html
http://nurkholisalbantani.blogspot.com/2012/09/masa-kejayaan-pendidikan-islam.html
http://nuryandi-cakrawalailmupengetahuan.blogspot.com/2013/01/latar-belakang-sosial-politik-kemajuan_4640.html
Mahmud Yunus,
1989.sejarah pendidikan islam
.Jakarta: Hidakarya Agung.
Muhammad
Abdul Hamid Isa, 1982. Tarikh al-Ta'limfi al-Andalas Cairo: Dar al-Fikr
al-Arabi,
Naji
Maruf, 1966. Madaris Makkah .Baghdad: Al- Irsyad,
OAl-Maqrizi,
al-Mawaizh wa al-I'tibar bi-Dzikr al-Khithath via al-Atsar 2
Vol., (Beirut: Dar Shadir, t.t.),
Ramayulis, 2010.Ilmu Pendidikan Islam, Cet. 8 Jakarta : Kalam Mulia
Ramayulis, 2012. Sejarah Pendidikan Islam . Bandung: PT.
ROSDAKARYA
Richard W.
Bulliets, The Patricians oa Nishapur (Cambridge: Mass Harvard
University Press,1972),
Samsul Nizar , 2007.Sejarah
Pendidikan Islam (Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai
Indonesia. Jakarta : Putra Grafika.
Zuhairini,
(et. al),Sejarah Pendidikan Islam,
Jakarta:Bina Aksara,4 Ce t- I,
(Mesir, Maktabah al-Nahdlah, 1967),
[1]
http://khoiriyatulanifah.blogspot.com/2013/12/kejayaan-pendidikan-islam.html
[2]
http://nuryandi-cakrawalailmupengetahuan.blogspot.com/2013/01/latar-belakang-sosial-politik-kemajuan_4640.html
[3]
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam (Bandung: PT. ROSDAKARYA, 2012), h.
[4]
Harun Nasution. Pembaruan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1982). h.13
[5]
http://nurkholisalbantani.blogspot.com/2012/09/masa-kejayaan-pendidikan-islam.html
[6] Ahmad Ibrahim
Syarif, Daulat al-Rasul Fi al – Madinat (Quwait Dar al- Bayan , 1972 )
h. 76
[7]Paparan mengenai sejarah timbulnya madrasah ini
lihat tulisan George Makdisi, "The Rise ofColleges: Institutions of
Learning In Islam and The West", yang juga dikaji secara
mendalam oleh HasanAsari,Menyingkap Zaman Keemasan Islam,hlm 45.
[10]Hasan Asari, op. cit ,h. 47.
[11] Ahmad Ibrahim
Syarif, Daulat al-Rasul Fi al –Madinat ( Quwait Dar al – bayan , 1972),
hlm. 76
[12]Ode Abdurrachman, “Eksistensi dan
Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam (Menelusuri Sejarah dan Perkembangannya
Masa Abbasiyyah)”,dalam http://infolepas.blogspot.com/ 2006/05/eksistensi-dan-perkembangan-lembaga.html
(21 Februari 2010).
[13]Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam
al-Siyasi Wa al-Dini Wa al-Tsaqafi Wa al-Ijtimai ,]uz 4 Cet-IV
[14](Mesir, Maktabah al-Nahdlah, 1967), h.
425OAl-Maqrizi, al-Mawaizh wa al-I'tibar bi-Dzikr al-Khithath via al-Atsar
2
Vol., (Beirut: Dar Shadir, t.t.), h. 212 dan 380
[15]Richard W. Bulliets, The Patricians oa
Nishapur (Cambridge: Mass Harvard University Press,1972), h.
174
[16]Naji Maruf, Madaris Makkah (Baghdad: Al-
Irsyad, 1966), h. 9.
[17]Bulliet, The Patricians,op. cit ,h.
176
[18]Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam, op.
cit ., h. 425O
[19]Ahmad Kamaluddin Hilmi, al-Salajiqah fi
al-Tarikh wa al-Hadharah (Kuwait: Dar al-Buhuts al- Ilmiyah, tt), h. 375
[20]Hasan Abd al-'Al, al-Tarbiyah al-hlamiyah Fi
al-arni al-Rabi al-Hijri (Beirut: Dar El Fikr Al-Arabi, 1977), h. 213
[21] Samsul Nizar ,Sejarah
Pendidikan Islam (Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai
Indonesia). (Jakarta : Putra Grafika, 2007) , h. 121
[22]Hasan Asari mengatakan bahwa Ahmad
Amin tidak mengungkapkan secara jelas mengenai penelidannya terhadap
keabsahan penelidannya mengenai Madrasah Nizham al-Mulk dalam bukunyaDhuha
al-Islam. Amin tidak memberikan informasi bibliografis dari kutipannya untuk pelacakan
lebihlanjutnya mengenai penelidannya, lihat Hasan Asari, Menyingkap Zaman
Keemasan Islam, op. cit , h. 48
[24]Muhammad Abdul Hamid Isa,Tarikh al-Ta'limfi
al-Andalas (Cairo: Dar al-Fikr al-Arabi, 1982) h. 387.
[25] Abudin nata, Sejarah
Pendidikan Islam. (Jakarta : Raja Grafindo Persada , 2004 ) h, 65
[26]
Asma Hasan Fahmi, sejarah dan filsafat
pendidikan islam, ahli bahasa Ibrahim Hasan, Jakarta: bulan bintang, hal.
30
[27]
Mahmud Yunus, sejarah pendidikan islam
(Jakarta: Hidakarya Agung, 1989), hal. 39
[28]
Hasan Ibrahim hasan, tarikh al islam,
juz I (kairo: maktabah nahdah, 1964), hal. 204
[29]
Ahmad Syalaby, sejarah kebudayaan islam,
ahli bahasa Al Husna Zikra, (Jakarta: 2000) hal.266
[30]
Hasnun Asrohah, sejarah pendidikan islam,
(Jakarta: PT. logos Wacana Ilmu cet. 1, 1999) hal. 21
[32] Siti Sakinah perempuan mahir yang selalu
didatangi oleh para ahli syair dari setiap penjuru negeri, jika diadakan
perlombaan syair maka Siti Sakinah yang akan menetapkan mana syair terbaik
sehingga ahli syair dan sastra sering mengadakan pertemuan dirumahnya
[33] Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979) h. 180