KEJAYAAN PENDIDIKAN ISLAM

     
      Mata Kuliah Sejarah Pendidikan Islam (semester II)





BAB I
PENDAHULUAN 

     A.    Latar belakang
Pendidikan sebagai suatu sistem, tidak bisa dipisahkan dari kondisi politik, antara keduanya terjalin hubungan erat. Berubah-ubahnya kebijaksanaan politik dapat mempengaruhi palaksanaan pendidikan islam. adapun pendidikan islam awalnya sudah mulai berkembang pada masa Dinasti Umayyah, dan baru dapat mencapai kemajuan setelah dinasti Bani Abbasiyah menjatuhkan dinasti Umayyah. Kemajuan pendidikan islam terus meningkat setelah Bani Abbas mengambil kebijaksanaan  dengan mengangkat orang-orang Persia yang telah memiliki kemajuan keilmuan menjadi pejabat-pejabat istana.
Orang-orang persia yang telah lama bersentuhan dengan filsafat dan ilmu pengetahuan hellenisme (sebutan untuk masa yang dianggapnya sebagai periode peralihan antara yunani kuno dan dunia kristen) mempengaruhi umat islam untuk belajar dan mengembangkan pemikiran islam. Lebih-lebih lagi disaat Bani Abbas mengendalikan aliran Mu’tazilah yang berpikiran rasional, pendidikan islam mencapai masa keemasan. Di masa ini pemikiran islam mencapai puncak kejayaannya. Filsafat islam, ilmu pengetahuan, dan pemikiran islam maju pesat sehingga islam menjadi pusat keilmuan yang tak tertandingi di dunia.[1]
Di bidang pendidikan dan ilmiah, kemajuan ditandai dengan mengadaptasi warisan kebudayaan dan peradaban serta ilmu-ilmu yang didapat dari Yunani, Persia, Mesir, Yahudi, Kristen, dan India ke dalam Islam. Kemudian warisan-warisan tersebut dikembangkan dan di Islamkan oleh sarjana-sarjana muslim. Maka terjadilah ia sebagai kebudayaan, peradaban dan ilmu pengetahuan Islam sendiri.
Puncak kejayaan pendidikan islam dimulai dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan islam dan madrasah-madrasah formal di berbagai pusat kebudayaan islam. Hal ini dipengaruhi oleh jiwa dan semangat kaum muslimin pada waktu itu yang sangat besar dalam penghayatan dan pengalamannya terhadap ajaran islam.[2]
    B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana latar belakang masa kejayaan sejarah pendidikan Islam?
2.      Bagaimana sejarah pendidikan Islam pada masa Rasululullah Saw?
3.      Bagaimana Sejarah Berdirinya Madrasah ?
4.      Bagimana kejayaan pendidikan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin ?
5.      Bagimana pendidikan wanita pada masa Rasulullah Saw?
    C.    Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui latar belakang masa kejayaan sejarah pendidikan Islam
2.      Untuk  mengetahui sejarah pendidikan Islam pada masa Rasululullah Saw
3.      Untuk mengetahui  sejarah berdirinya Madrasah
4.      Untuk mengetahui kejayaan pendidikan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin
5.      Untuk mengetahui pendidikan wanita pada masa Rasulullah Saw





BAB II
PEMBAHASAN

     A.    Latar belakang Masa Kejayaan Sejarah Pendidikan Islam
1.        Pendidikan Islam Masa Daulah Umayyah di Andalusia (Spanyol)
Penaklukan  Islam di Spanyol tidak terlepas dari kepiawaian tiga pahlawan islam, yaitu Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nusair,. Perluasan kekuasaan bani Umayyah ke Spanyol, diawali dan dirintis oleh tharif Ibn Malik yang berhasil menguasai ujung paling selatan Eropa. Upaya ini kemudian dilanjutkan oleh Thariq ibn Ziyad yang berhasil menguasai ibukota Spanyol, Toledo. Kemudian ia juga menguasai Archidona, Elfira, dan Cordova. Bahkan raja Roderick (raja terakhir Vicighotic)berhasil dikalahkan pada tahun 711M. Keberhasilan Thariq dalam melumpuhkan penguasa di Spanyol dalam sejarah islam dicatat sebagai acuan resmi penaklukan Andalusia oleh Islam. Kemudian ekspensi ini dilanjutkan, pada waktu yang sama, oleh Musa ibn Nusair yang akhirnya mampu menguasai Spanyol bagian Barat yang belum dilalui oleh Thariq, tanpa memperoleh perlawanan yang berarti. Keberhasilan ekspansi ini akhirnya bermuara dengan dikuasainya seluruh wilayah Spanyol ke h Walid ibn Abdul Malik, ia menunjuk Musa ibn Nusair sebagai Amir yang berkedudukan di Afrika Utara.
Ketika Daulah Umayyah di Damaskus runtuh, pemerintahan di Andalus kemudian dipegang oleh seorang pangeran Bani Umayyah, Abd Rahman ibn Mu’awiyah ibn Hasyim, yang berhasil lolos dari buruan Bani Abbas. Tokoh inilah yang kemudian berhasil mendirikan kembali Daulah Umayyah II di Spanyol.
Kedatangan islam di Andalus (Spanyol) telah membawa perubahan yang sangat besar, terutama di bidang sosial dan ilmu pengetahuan serta kebudayaan. Perkembangan peradaban islam terbentuk bukan hanya karena sentuhan dari tradisi Arab-Islam, akan tetapi lebih dari itu karena akibat persentuhan peradaban yang dibawa oleh Arab. Islam dengan kebudayaan masyarakat yang multi budaya, yang akhirnya terikat menjadi satu dan membentuk kebudayaan Islam yang tinggi waktu itu. Semua ini tidak terlepas dari kepiawaian dan dukungan dari penguasa dalam memajukan ilmu pengetahuan, serta tingginya motivasi umat islam dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sehingga dalam waktu singkat Andalus (Spanyol) berubah menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan Islam di Belahan Barat.

Adapun Faktor-faktor yang mendorong perkembangan Pendidikan Islam di Andalus:
1)      Adanya dukungan dari penguasa, menyebabkan pendidikan islam maju dengan cepat, karena penguasa sangat mencintai ilmu pengetahuan dan berwawasan jauh ke depan.
2)      Adanya beberapa sekolah dan universitas di beberapa kota Spanyol yang sangat terkenal (Universitas Cordova, Sevilla, Malaga, dan Granada).
3)      Banyaknya para sarjana islam yang datang dari ujung Timur dan ujung Barat wilayah islam dengan membawa berbagai buku dan berbagai gagasan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun umat islam terdiri dari berbagai kesatuan politik namun terdapat juga apa yang disebut kesatuan budaya islam.
4)      Adanya persaingan antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban. Kompetisi dalam bidang ilmu pengetahuan dengan didirikannya Universitas Cordova yang menyaingi Universitas Nizamiyah di Baghdad yang merupakan persaingan positif.
5)      Pemerintah juga memberikan subsidi yang banyak terhadap pendidikan, yakni dengan murahnya buku-buku bacaan, atau diberikan penghargaan yang tinggi berupa emas murni kepada penulis atau penerjemah buku seberat buku yang diterjemahkan.
6)      Akses untuk pendidikan bagi semua rakyat dibuka selebar-lebarnya tanpa membedakan suku, ras, agama, dan golongan.
7)      Perhatian masyarakat dalam menuntut ilmu sangat besar dengan mempelajari berbagai macam disiplin ilmu, tanpa membedakan dari manapun datangnya.[3] 

2.      Pendidikan Islam pada Masa Daulah Abbasiyah
Daulah Abbasiyah berkuasa selama 524 tahun yaitu dari tahun
132-556 H/ 750-1258 M. Dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah diletakkan oleh khalifah kedua yaitu Abu Ja’far al-Mansyur. Sistem politik yang dijalankannya antara lain: Para Daulah tetap dari turunan Arab murni, kota Baghdad sebagai ibu kota negara yang menjadi pusat kegiatan politik, ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting, kebebasan berpikir dan HAM  pernah diakui penuh, para menteri turunan Persia diberi hak penuh dalam menjalankan pemerintahan. Sedangkan sistem sosial kemasyarakatan terjadi perubahan yang sangat menonjol, diantaranya adalah:
1)      Tampilnya kelompok Mawali yang menduduki peran dan posisi penting di pemerintahan.
2)      Masyarakat terdiri dari dua kelompok, yaitu;
Ø  Kelompok khusus yaitu Bani Hasyim, pembesar negara, bangsawan yang bukan Bani Hasyim.
Ø  Kelompok umum, yaitu seniman, ulama, pengusaha, pujangga, dan lain-lain.
3)      Di dalam kekuasaan daulah Abbasiyah terdapat bangsa yang berbeda-beda (bangsa Mesir, Syam, Jazirah Arab, Irak, Persia, Turki)
4)      Lahirnya keturunan baru akibat terjadinya perkawinan campuran dari berbagai bangsa.
5)      Lahirnya kebudayaan baru akibat dari terjadinya pertukaran pikiran dan budaya yang dibawa oleh masing-masing bangsa.

a.       Faktor-faktor yang mendorong kemajuan pendidikan, antara lain:
1)      Adanya kekayaan yang melimpah dari hasil kharaj,baik pertanian maupun perdagangan. Dengan dana dari kekayaan tersebut para khalifah dapat dengan mudah merealisir perencanaannya, di dalam dan luar negeri, serta pengembangan ilmu pengetahuan.
2)      Perhatian beberapa khalifah besar kepada ilmu pengetahuan seperti ; al-Mansyur (754-75 M), al-Mahdi (775-785M), Harun al-Rasyid (785-809), al Ma’mum (813-833), Al Wathiq (824-847) dan al-Mutawakkil (847-861M). Tak kalah pentingnya ialah pengaruh keluarga Barmak, yang berasal dari  Balkh (Bactra), pusat ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani di Persia. Keluarga Barmak ini mempunyai pengaruh dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani di Baghdad. Mereka disamping menjadi Wazir, juga menjadi pendidik dari anak-anak khalifah.
3)      Kecenderungan umat islam di dalam menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan besar sekali, maka banyaklah ulama di setiap kota islam pada masa itu.
4)      Kondisi masyarakat Irak. Yang mendesak perlunya suatu ilmu baru karena sungai Dajlah dan Furat menuntut penataan sistem pengairan yang lebih baik serta pengelolaan perpajakan yang lebih sempurna.
5)      Umat islam pada masa itu telah bercampur baur dengan orang-orang Persia. terutama Mawali, mereka inilah yang memindahkan ilmu pengetahuan dan filsafat dari bahasa mereka ke dalam bahasa Arab.
6)      Baghdad sebagai pusat pemerintahan, lebih dahulu maju dalam ilmu pengetahuan, daripada Damaskus pada masa itu.
7)      Lancarnya hubungan kerjasama, dengan negara-negara maju lainnya seperti ; India, Bizantium, dan sebagainya.

b.      Latar belakang Perkembangan Ilmu pengetahuan
Kemajuan yang dicapai oleh Daulah Abbasiyah, khususnya dalam bidang ilmu merupakan puncak kejayaan Islam sepanjang sejarah. Hal ini disebabkan karena : (1) situasi dan kondisi yang sangat menunjang, (2) keterlibatan semua pihak secara ikhlas dan sungguh-sungguh, (3) adanya kemerdekaan dan kebebasan berfikir, membuat umat islam menjadi sangat dinamis dan kreatif, jauh dari sikap fatalis dan taklid. Perkembangan ini juga membawa Daulah Abbasiyah ke tempat utama dan terhormat dalam kebudayaan, peradaban serta dunia pemikiran atau filsafat.
Pada masa ini telah dilahirkan ulama-ulama besar seperti Imam Malik, Imam abu Hanifah, Imam Syafe’i, dan Imam ibn Hambal dalam bidang hukum, Imam al-Asy’ari, Imam al-Maturidi, pemuka-pemuka Mu’tazilah seperti Wasil ibn Atha, Abu al-Huzail, al-Nazzam dan al-Jubba’i dalam bidang teologi, Zunnun al Misri, Abu Yazid al Bustami, dan al Hallaj dalam bidang mistisisme atau al tasawwuf, al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, dan ibn Maskawaih dalam bidang filsafat, dan ibn Al Hazam, ibn Hayyan, al Khawarizmi, al Mas’udi dan al Razi dalam bidang ilmu pengetahuan.[4]

3.      Bentuk-bentuk Kemajuan Pendidikan Islam di Masa Klasik
Adapun bentuk-bentuk pendidikan islam pada masa klasik atau masa lalu yaitu antara lain:
a.       Kurikulum
Kurikulum dalam lembaga pendidikan islam di masa klasik pada mulanya berkisar pada bidang studi tertentu. Namun seiring perkembangan sosial dan kultural, materi kurikulum semakin luas. Pada masa Nabi di Madinah, materi pelajaran berkisar pada belajar menulis, membaca Al-Qur’an, keimanan, ibadah, akhlak, dasar ekonomi, dasar politik, dan kesatuan.
            Setelah wilayah islam semakin luas, Islam harus bersentuhan dengan budaya masyarakat non-Islam yang menyebabkan permasalahan sosial semakin kompleks. Problem sosial tersebut pada akhirnya berpengaruh besar terhadap kehidupan keagamaan dan intelektual islam, termasuk ilmu hellenistik yang terjalin kontak dengan islam. Perkembangan kehidupan intelektual dan kehidupan keagamaan dalam islam membawa situasi lain bagi kurikulum pendidikan islam. Maka, diajarkanlah ilmu-ilmu baru seperti tafsir, hadits, fikih, tata bahasa, sastra, matematika, teologi, filsafat, astronomi dan kedokteran.
            Pada masa kejayaan islam, mata pelajaran bagi kurikulum sekolah tingkat dasar adalah al-Qur’an dan agama, membaca, menulis, dan syair. Dalam berbagai kasus-kasus lain dikhususkan untuk membaca al-Qur’an dan mengajarkan sebagian prinsip-prinsip pokok agama. Sedangkan untuk anak-anak Amir dan penguasa, kurikulum tingkat dasar sedikit berbeda. Di istana-istana biasanya ditegaskan pentingnya pengajaran khitabah, ilmu sejarah, cerita perang, cara-cara pergaulan, disamping ilmu-ilmu pokok seperti al-Qur’an, syair dan fikih.

b.      Metode Pengajaran
Metode pengajaran merupakan salah satu aspek yang penting dalam proses belajar mengajar untuk mentransfer pengetahuan atau kebudayaan dari seorang guru kepada anak didiknya. Melalui metode pengajaran terjadi proses internalisasi dan pemilihan ilmu oleh murid, sehingga murid dapat menyerap apa yang disampaikan gurunya. Metode pengajaran yang dipakai pada masa Abbasiyah dapat dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu

1)      Metode lisan
Metode ini dapat berupa dikte, ceramah, qira’ah, dan dapat berupa diskusi. Dikte (imla) adalah metode untuk menyampaikan pengetahuan yang dianggap baik dan aman sehingga pelajar mempunyai catatan yang dapat membantunya terutama bagi yang daya ingatnya tidak kuat. Metode ceramah (al-asma’) yaitu guru membacakan bukunya atau menjelaskan isi buku dengan hafalan, sedangkan murid mendengarkannya. Pada saat tertentu guru memberi kesempatan kepada murid untuk menulis dan bertanya. Metode qira’ah yaitu digunakan untuk membaca. Sedangkan diskusi merupakan metode pengajran dalam pendidikan islam dengan cara perdebatan.


2)      Metode hafalan
Metode ini dilakukan oleh murid dengan cara membaca berulang-ulang sehingga pelajaran melekat di benak mereka. Dalam proses selanjutnya, murid mengeluarkan kembali pelajaran yang dihafalnya sehingga dalam suatu diskusi dia dapat merespon, mematahkan lawan, atau memunculkan ide baru.

3)      Metode tulisan
Metode ini merupakan metode pengkopian karya-karya ulama. Metode ini disamping bermanfaat bagi proses penguasaan pengetahuan juga sangat besar artinya bagi penggandaan buku karena pada masa itu belum ada mesin cetak.

c.       Kehidupan Murid
Ciri utama kehidupan murid dalam pendidikantingkat dasar adalah:
1)      Diharuskannya belajar membaca dan menulis
2)      Bahan pengajarannya menggunakan syair-syair dan bukan al-Qur’an karena dikhawatirkan mereka membuat kesalahan yang akan menodai al-Qur’an.
3)      Murid-murid diajarkan membaca dan menghafalkan al-Qur’an.
4)      Pada sekolah dasar tidak ditentukan lamanya belajar dan tergantung pada kemampuan anak-anak.
5)      Hubungan guru dan murid sebagai hubungan orangtua dan anak.
Pada pendidikan tingkat tinggi, murid-murid bebas memilih guru yang mereka sukai yang dianggapnya paling baik. Di antara ciri khas pendidikan di masa Abbasiyah adalah teacher oriented, yaitu kualitas suatu pendidikan tergantung pada guru. Pelajar bebas mengikuti suatu pelajaran yang dikehendaki dan bisa belajar dimana saja, misalnya di perpustakaan, toko buku, rumah ulama, atau tempat terbuka.
      Pelajar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pelajar tidak tetap yang terdiri dari para pekerja yang mengikuti pelajaran untuk menunjang profesi dan pelajar tetap, yaitu pelajar yang mempunyai tujuan utama untuk belajar dan menghabiskan sebagian hidupnya untuk belajar. Setiap pelajar membuat daftar guru-guru yang terkenal dan dapat mengetahui kualitas hadits yang mereka terima dari seorang guru.

d.      Rihlah Ilmiyah
Yaitu pengembaraan atau perjalanan jauh untuk mencari ilmu. Dengan adanya sistem ini pendidikan di masa Abbasiyah tidak hanya dibatasi dengan dinding kelas tetapi memberikan kebebasan kepada murid untuk belajar kepada guru-guru yang mereka kehendaki. Guru-guru juga melakukan perjalanan dan pindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mengajar sekaligus belajar, sehingga sistem rihlah ilmiyah ini disebut dengan learning society (masyarakat belajar). Kebebasan perjalanan di berbagai daerah islam menyebabkan pertukaran pemikiran terus berlangsung antar masyarakat islam sehingga dinamika sosial dan peradaban islam terus berlansung. Syalabi mengutip dari Nicholson menjelaskan bahwa melakukan perjalanan ilmiah laksana lebah mencari bunga ke tempat yang jauh kemudian mereka kembali ke kota kelahirannya dengan membawa madu yang manis.
e.       Wakaf
Lembaga wakaf menjadi sumber keuangan bagi lembaga pendidikan islam. Adanya sistem wakaf dalam islam disebabkan oleh sistem ekonomi islam yang menganggap bahwa ekonomi berhubungan erat dengan akidah dan syari’ah islam sehingga aktifitas ekonomi mempunyai tujuan ibadah dan kemaslahatan bersama. Oleh karena itu, disaat ekonomi islam mencapai kemajuan, umat islam tidak segan-segan membelanjakan uangnya untuk kepentingan dan kesejahteraan umat islam seperti halnya untuk pelaksanaan pendidikan islam. Dengan dipelopori penguasa islam yang cinta ilmu seperti Harun al-Rasyid dan al-Ma’mum maka berdirilah lembaga-lembaga pendidikan untuk keilmuan. Menurut syalabi, bahwa khalifah al-Ma’mum adalah orang yang pertama kali memberikan pandangannya tentang pembentukan badan wakaf.[5]
   B.     Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Rasululullah Saw
Pendidikan Islam dimasa Rasulullah terjadi antara dua periode, yaitu pendidikan dikota Makkah yang dimana Rasulullah awal pertama kali mendapatkan wahyu dan pendidikan yang ada dikota Madinah yang ditandai dengan hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah.

1.      Pendidikan Islam masa Rasulullah di Makkah
Inti pendidikan dan pengajaran yang diberikan Rasulullah selama di Mekkah ialah pendidikan keAgamaan dan akhlak serta menganjurkan kepada manusia, supaya mempergunakan akal pikirannya memperhatikan kejadian manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam semesta.
Mahmud Yusuf dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam, menyatakan bahwa pembinaan pendidikan Islam periode Mekkah meliputi:
a.       Pendidikan Keagamaan
Yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata jangan dipersekutukan dengan nama berhala.
b.      Pendidikan Akliyah dan Ilmiah
Yaitu mempelajari kejadian manusiadari segumpal darah dan kejadian alam semesta.
c.       Pendidikan Akhlak dan Budi pekerti
Yaitu Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran tauhid.
d.      Pendidikan Jasmani atau Kesehatan.
Yaitu mementingkan kebersihan pakaian, badan dan tempat kediaman. Sesuai karakteristik perkembangan pendidikan Islam, maka tahapan pendidikan Islam periode Mekkah terbagi menjadi dua, yaitu :
1)      Tahap Sembunyi-sembunyi
Nabi Muhammad SAW menerima wahyu yang pertama di Gua Hira di Makkah pada tahun 610 M.dalam wahyu itu termaktub ayat al-qur’an yang artinya: “Bacalah (ya Muhammad) dengan nama tuhanmu yang telah menjadikan (semesta alam). Dia menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmu maha pemurah. Yang mengajarkan dengan pena. Mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya.
Dengan diturunkannya wahyu pertama, Rasulullah mulai membimbing dan mendidik umatnya. Pada awalnya beliau melakukan dengan cara diam –diam dilingkungan sendiri diantara orang- orang terdekatnya. Rumah Al- Arqam bin Abil Arqam menjadi lembaga pendidikan Islam pertama sebagai tempat pertemuan Rasulullah SAW dengan sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya. Disanalah Rasulullah SAW mengajarkan dasar-dasar atau pokok-pokok Agama Islam dan membacakan wahyu-wahyu (ayat-ayat) alqur’an.
Pendidikan secara sembunyi-sembunyi ini berlangsung selama tiga tahun, sampai turun wahyu berikutnya yang memerintahkan dakwah secara terbuka dan terang-terangan.
2)      Tahap Terang-terangan
Setelah sekitar 3 tahun kemudian turun wahyu agar Rasulullah SAW berdakwah secara terang-terangan. Firman Allah SWT : Maka sampaikan olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan(kepadamu) dan berpalinglah dari orang musyrik ( QS.Al Hijr : 94 ).
Ketika wahyu itu turun, beliau mengundang keluarga dekatnya untuk berkumpuldi Bukit Shafa, menyuruh agar berhati-hati terhadap adzab yang keras dihari kemudian (hari kiamat); bagi orang yang tidak mengakui Allah sebagai Tuhan Yang Esa dan Muhammad sebagai Utusan-Nya.
2.      Pendidikan Islam masa Rasulullah di Madinah
Berbeda dengan periode di Makkah, pada periode Madinah Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad juga mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara.
Cara Nabi melakukan pembinaan dan pengajaran pendidikan agaam Islam di Madinah adalah sebagai berikut:
a.       Pembentukan Dan Pembinaan Masyarakat Baru, Menuju Satu Kesatuan Sosial Dan Politik.
Nabi Muhammad SAW mulai meletakkan dasar-dasar terbentuknya masyarakat yang bersatu padu secara intern (ke dalam), dan ke luar diakui dan disegani oleh masyarakat lainnya (sebagai satu kesatuan politik). Dasar-dasar tersebut adalah:
1)         Nabi Muhammad saw mengikis habis sisa-sisa permusuhan dan pertentangan anatr suku, dengan jalan mengikat tali persaudaraan diantara mereka.nabi mempersaudarakan dua-dua orang, mula-mula diantara sesama Muhajirin, kemudian diantara Muhajirin dan Anshar. Dengan lahirnya persaudaraan itu bertambah kokohlah persatuan kaum muslimin.
2)         Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Nabi Muhammad menganjurkan kepada kaum Muhajirin untuk berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing seperti waktu di Makkah.
3)         Untuk menjalin kerjasama dan saling menolong dlam rangka membentuk tata kehidupan masyarakat yang adil dan makmur, turunlah syari’at zakat dan puasa, yang merupakanpendidikan bagi warga masyarakat dalam tanggung jawab sosial, bnaik secara materil maupun moral.
4)         Suatu kebijaksanaan yang sangat efektif dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat baru di Madinah, adalah disyari’atkannya media komunikasi berdasarkan wahyu, yaitu shalat juma’t yang dilaksanakan secara berjama’ah dan adzan. Dengan sholat jum’at tersebut hampir seluruh warga masyarakat berkumpul untuk secara langsung mendengar khutbah dari Nabi Muhammad SAW dan shalat jama’ah jum’at
Rasa harga diri dan kebanggaan sosial tersebut lebih mendalam lagi setelah Nabi Muhammad SWA menapat wahyu dari Allah untuk memindahkan kiblat dalam shalat dari Baitul Maqdis ke Baitul Haram Makkah, karena dengan demikian mereka merasa sebagai umat yang memiliki identitas.
Setelah selesai Nabi Muhammad mempersatukan kaum muslimin, sehingga menjadi bersaudara, lalu Nabi mengadakan perjanjian dengan kaum Yahudi, penduduk Madinah. Dalam perjanjian itu ditegaskan, bahwa kaum Yahudi bersahabat dengan kaum muslimin, tolong- menolong , bantu-membantu, terutama bila ada seranga musuh terhadap Madinah. Mereka harus memperhatikan negri bersama-sama kaum Muslimin, disamping itu kaum Yahudi merdeka memeluk agamanya dan bebas beribadat menurut kepercayaannya. Inilah salah satu perjanjian persahabatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.
a)   Pendidikan Sosial Politik Dan Kewarganegaraan.
Materi pendidikan sosial dan kewarnegaraan Islam pada masa itu adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam konstitusi Madinah, yang dalam prakteknya diperinci lebih lanjut dan di sempurnakan dengan ayat-ayat yang turun Selama periode Madinah.
Tujuan pembinaan adalah agar secara berangsur-angsur, pokok-pokok pikiran konstitusi Madinah diakui dan berlaku bukan hanya di Madinah saja, tetapi luas, baik dalam kehidupan bangsa Arab maupun dalam kehidupan bangsa-bangsa di seluruh dunia.
b)   Pendidikan Anak Dalam Islam
Dalam Islam, anak merupakan pewaris ajaran Islam yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad saw dan gnerasi muda muslimlah yang akan melanjutkan misi menyampaikan Islam ke seluruh penjuru alam. Oleh karenanya banyak peringatan-peringatan dalam Al-qur’an berkaitan dengan itu.
Adapun garis-garis besar materi pendidikan anak dalam Islam yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah SWT dalam surat Luqman ayat 13-19 yakni mencakup Pendidikan Tauhid, Pendidikan Shalat, Pendidikan adab sopan dan santun dalam bermasyarakat, Pendidikan adab dan sopan santun dalam keluarga, Pendidikan kepribadian, Pendidikan kesehatan, Pendidikan akhlak.
3.      Perbedaan ciri pokok pembinaan pendidikan Islam periode kota Mekkah dan kota Madinah:
a.       Periode kota Mekkah
Pokok pembinaan pendidikan Islam di kota Mekkah adalah pendidikan tauhid yang menitik beratkan menanamkan nilai-nilai tauhid ke dalam jiwa setiap individu muslim, agar jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
b.      Periode kota Madinah
Pokok pembinaan pendidikan Islam di kota Madinah dapat dikatakan sebagai pendidikan sosial dan politik. Yang merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di Mekkah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai oleh ajaran , merupakan cermin dan pantulan sinar tauhid tersebut.

4.      Kurikulum Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah SAW
Mengindentifikasikan kurikulum pendidikan pada zaman Rasulullah terasa sulit, sebab Rasul mengajar pada sekolah kehidupan yang luas tanpa di batasi dinding kelas. Rasulullah memanfaatkan berbagai kesempatan yang mengandung nilai-nilai pendidikan dan rasulullah menyampaikan ajarannya dimana saja seperti di rumah, di masjid, di jalan, dan di tempat-tempat lainnya.
Sistem pendidikan Islam lebih bertumpu kepada Nabi, sebab selain Nabi tidak ada yang mempunyai otoritas untuk menentukan materi-materi pendidikan Islam. Dapat dibedakan menjadi dua periode:   
a.       Makkah
Materi yang diajarkan hanya berkisar pada ayat-ayat Makiyyah sejumlah 93 surat dan petunjuk-petunjuknya yang dikenal dengan sebutan sunnah dan hadits.
Materi yang diajarkan menerangkan tentang kajian keagamaan yang menitikberatkan pada keimanan, ibadah dan akhlak.

b.       Madinah
upaya pendidikan yang dilakukan Nabi pertama-tama membangun lembaga masjid, melalui masjid ini Nabi memberikan pendidikan Islam. Materi pendidikan Islam yang diajarkan berkisar pada bidang keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan jasmanai dan pengetahuan kemasyarakatan
Metode yang dikembangkan oleh Nabi adalah:
a)      Dalam bidang keimanan: melalui Tanya jawab dengan penghayatan yang mendalam dan di dukung oleh bukti-bukti yang rational dan ilmiah.
b)      Materi ibadah : disampaikan dengan metode demonstrasi dan peneladanan sehingga mudah didikuti masyarakat.
c)      Bidang akhlak: Nabi menitikberatkan pada metode peneladanan. Nabi tampil dalam kehidupan sebagai orang yang memiliki kemuliaan dan keagungan baik dalam ucapan maupun perbuatan.
d)     Kebijakan Rasulullah Dalam Bidang Pendidikan
Untuk melaksanakan fungsi utamanya sebagai pendidik, Rasulullah telah melakukan serangkaian kebijakan yang amat strategis serta sesuai dengan situasi dan kondisi.
Proses pendidikan pada zaman Rasulullah berada di Makkah belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal yang demikian belum di mungkinkan, kaena pada saat itu Nabi Muhammmad belum berperan sebagai pemimipin atau kepala Negara, bahkan beliau dan para pengikutnya berada dalam baying-bayang ancaman pembunuhan dan kaum kafir quraisy. Selama di Makkah pendidikan berlangsung dari rumah ke rumah secara sembunyi-sembunyi. Diantaranya yang terkenal adalah rumah Al- Arqam. Langkah yang bijaka dilakukan Nabi Muhammad SAW pada tahap awal islam ini adalah melarang para pengikutnya untuk menampakkan keislamannya dalam berbagai hak.tidak menemui mereka kecuali dengan cra sembunyi-sembunyi dalam mendidik mereka.
Setelah masyarakat islam terbentuk di Madinah barulah, barulah pendidikan islam dapat berjalan dengan leluasa dan terbuka secara umum.dan kebijakan yang telah dilakukan Nabi Muhammmad ketika di Madinah adalah:
Ø  Membangun masjid di Madinah. Masjid inilah yang selanjutnya digunakan sebagai pusat kegiatan pendidikan dan dakwah.
Ø  Mempersatukan berbagai potensi yang semula saling berserakan bahkan saling bermusuhan. Langkah ini dituangkan dalam dokumen yang lebih popular disebut piagam Madinah. Dengan adanya piagam tersebut terwujudlah keadaan masyarakat yang tenang, harmonis dan damai.
    C.     Sejarah Berdirinya Madrasah
1.   Latar Belakang Berdirinya Madrasah
Dilihat dari perkembangan lembaga-lembaga pendidikan dalam Islam ,Hasan Abd al-Al   menyebutkan bahwa institusi pendidikan islam abad itu meliputi :al-Kuttab, al-Masjid, Hawanit a -Waraqiin,Manazil al-Ulama, al-salun al-Adabiyah, Duar al-kutub wa Duar al-‘ilm dan madrasah.  Dengan banyaknya institusi tersebut,menunjukkan bahwa tempat pendidikan didalam islam sangat variatif, sesuai dengan kenyakinan dalam islam yang mewajibkan menuntut ilmu.Akan tetapi jika diamati lebih lanjut,ternyata tempat-tempat pendidikan di atas kecuali madrasah,bukan dipersiapkan khusus untuk pendidikan. Lamanya pendidikan di dalam masjid menuntut tersedianya tempat tinggal permanen bagi mahasiswa yang datang dari jauh. Kebutuhan ini dijawab dengan pengenalan khan  (asrama) di samping masjid yang dipelopori oleh Badr bin Hasanawayh. Maka dalam hal ini Madrasah merupakan perkembangan berikutnya dari masjid dan masjid yang berasrama (masjid khan}, George Makdisi menjelaskan bahwa madrasah merupakan transformasi institusi pendidikan islam dari masjid ke madrasah terjadi secara tidak langsung melalui 2 tahapan ,: Pertama , tahap masjid,. Kedua , tahap masjid-khan , dan Ketiga , tahap Madrasah.[6] Dia juga menekankan bahwa masjid khanyang[7]kemudian tumbuh menjadi Madrasah adalah masjid khan tempat di mana fiqih merupakan bidang studi utamanya. 
Seiring dengan perkembangan peradaban Islam, pendidikan yang telah menjadi perhatian utama sejak masa awal mengalami kemajuan pesat. Khanadalah salah satu manifestasi dari perhatian ini. Rasanya, cukup alamiah kalau kemudian timbul kebutuhan baru akan lembaga yang secara khusus diperuntukkan bagi pendidikan. Masjid dan masjid khan , betapapun besar peranannya, tetap merupakan tempat ibadah dan hanya sebagian dari ruang dan waktunya yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pendidikan.
Sebagaimana dijelaskan Hasan Asari, Nakosteen menulis:"Pendidikan yang tersedia di maktab, sekolah istana, dan masjid mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang sangat jelas berdasarkan tujuan pendidikan. Kurikulumnya sangat terbatas, lembaga-lembaga ini tidak berhasil memikat guru-guru terbaik, fasilitas-fasilitasnya tidak menawarkan lingkungan pendidikan yang kondusif, konflik antara tujuan-tujuan kependidikan dengan tujuan-tujuan keagamaan di masjid hampir tidak bisa didamaikan lagi. Pendidikan menuntut keaktifan (dan menimbulkan kebisingan) yang mengganggu kekhidmatan peribadatan. Karena itu,menjadi penting untuk mengurangi sebanyak mungkin tanggung jawab mesjid yang berkaitan dengan pendidikan.
Pendirian sebuah tipe lembaga pendidikan yang baru yakni Madrasah, adalah alamiah dan perlu. Sebuah faktor eksternal yang juga berperan dalam pengembangan konsep baru ini adalah kenyataan bahwa kemajuan dan penyebaran pengetahuan melahirkan kelompok orang yang kesulitan membangun kehidupan yang layak dengan pengetahuan abstrak mereka. Memajukan pendidikan dan menyediakan penghasilan kelompok ini adalah bagian dari alasan didirikannya Madrasah – Madrasah  [8].
Dari kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya istilah pengajaran diMadrasah, yaitu:
Pertama; halaqah-halaqah(lingkaran belajar) untuk mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan, yang di dalamnya terjadi berbagai diskusi dan perdebatan, sering mengganggu orang-orang yang beribadah di mesjid. Karena itu ada upaya untuk segera memindahkan halaqah-halaqah tersebut keluar mesjid. Didirikanlah ruangan-ruangan dan kelas-kelas sehingga tidak mengganggu kegiatan ibadah. Lama kelamaan muncul keinginan untuk benar-benar memisahkan lembaga pendidikan Islam itu dari masjid ke bangunan tersendiri yang lebih permanen. Dari sinilah munculMadrasah.
Kedua,,dengan makin berkembangnya ilmu pengetahuan, baik agama maupun pengetahuan umum (waktu itu dikenal dengan sebutan al-'ulum al-'aqliyyah, ilmu-ilmu rasional), maka makin banyak diperlukan ruangan dan kelas untuk mengajarkan dan menampung para murid yang kian hari kian bertambah. Masjid tidak bisa mengakomodasi kebutuhan tersebut. Ditambah lagi dengan mulai berkembangnya pendapat bahwa pengetahuan umum sebaiknya tidak diajarkan di dalam masjid. Karena itu Madrasahmenjadi pilihan yang dianggap cukup memadai untuk menampung kebutuhan tersebut.
Ketiga, pada abad ke-4 H, Syi'ah telah tumbuh menjadi faham dan gerakan keagamaan yang kuat yang berkembang dihampir seluruh dunia Islam. Syi'ah tidak hanya merupakan gerakan politik tetapi juga gerakan ilmu pengetahuan yang secara aktif dan sistematis menyebarkan ide-idenya melalui lembaga-lembaga pendidikan. Keadaan ini sangat menantang kaum Muslim dari kalangan Sunni. Karena itu mereka membangunMadrasahMadrasah sebagai lembaga pendidikan yang oleh para ulama fiqih kemudian digunakan untuk mengembangkan sekaligus mempertahankan faham Ahlussunah.
Keempat,, pada masa bangsa Turki Seljuk mulai berpengaruh dalam pemerintahan Bani Abbasyiah (1055-1194 M) dan mempertahankan kedudukan mereka dalam pemerintahan,mereka berusaha untuk menarik hati kaum Muslimin, dengan jalan memperhatikan pendidikan dan pengajaran bagi rakyat umum. Mereka juga berusaha mendirikan MadrasahMadrasah ini di berbagai tempat dan dilengkapi dengan sarana dan fasilitas yang diperlukan.  Guru-guru digaji  secara khusus  untuk  mengajar diMadrasahMadrasah yang mereka dirikan.
Kelima, mereka mendirikan Madrasah tersebut dengan harapan mendapatkan simpati rakyat umum, di samping ampunan dan pahala dari Allah SWT. Para pembesar negara pada masa itu, dengan kekayaan mereka, banyak yang melakukan maksiat dan bermewah-mewahan, sehingga dengan mendirikan sekolah-sekolah tersebut mereka ikut mewaqafkan hartanya ke jalan Allah dengan harapan sebagai penebus dosa.[9]
Terlepas dari kenyataan tersebut, Madrasah  tetap merupakan alternatif pendidikan Islam yang lebih maju. Masjid berasrama (masjid khan) adalah masjid yang didalamnya terdapat kegiatan pendidikan yang cukup menonjol. Tetapi dalam perkembangannya kemudian muncul pandangan bahwa kegiatan belajar-mengajar seyogyanya bukan merupakan unsur yang dominan, sebab dalam kenyataannya fungsi masjid yang utama adalah sebagai tempat ibadah yang membutuhkan ketenangan.
Dengan munculnya Madrasah, masalah tersebut dapat terpecahkan, sebab Madrasah adalah lembaga pendidikan dalam arti yang sebenarnya. Madrasah tidak  menggantikan masjid. Malahan dalam kenyataannya tidak sedikit komplek Madrasah yang mempunyai masjid di dalamnya. Jadi kebalikan dari masa sebelumnya ketika[10] masjid memiliki unsur " Madrasah" di dalamnya. Namun jelas bahwa fungsi utama Madrasah bukanlah sebagai rumah ibadah
2.    Awal berdirinyaMadrasahsebagai Lembaga Pendidikan
Madrasah merupakan isim makan dari kata darasa yang berarti belajar.Jadi , madrasah berarti tempat belajar bagi siswa atau mahasiswa
(umat islam). Karenanya istilah madrasah tidak hanya diartikan dalam arti sempit tetapi juga bisa dimaknai rumah, istana, kuttab,  perpustakaan  , surau , masjid dan lain – lain. Bahkan seorang ibu bisa dikatakan sebagai madrasah pemula.[11] Sedangkan secara terminologis adalah lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu agama Islam secara formal dengan menggunakan sarana belajar dan kurikulum dalam bentuk klasikal. Dari pengertian tersebut nampak bahwa institusi madrasah berbeda dengan institusi-institusi pendidikan Islam sebelumnya terutama dari aspek pengajaran[12]
Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang awal munculnya Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam seperti yang dikenal sekarang.  Hasan Ibrahim Hasan berpendapat bahwa: “ Madrasahbelum berdiri sebelum abad 4 hijriyah (sebelum 10Masehi). Madrasah pertama adalah Al-Baihaqiyah di Naisapur. Al Maqrizy juga[13] mengemukakan hal yang sama, bahwa Madrasah yang mula-mula berdiri adalah Al-Baihaqiyah di Naisapur, oleh Abu Hasan Ali al-Baihaqi yang wafat pada 414 H. [14] Hasil penelitian Richard Bulliet tahun 1972, mengungkap-kan, selama 2 abad sebelum Madrasah Nizhamiyah di Baghdad sudah berdiri Madrasah di Naisapur sebanyak 39 Madrasah dengan Madrasah tertua Miyan Dahiya yang mengkhususkan pada pengajaran Fiqih Maliki.[15]
Demikian pula Naji Ma'ruf (1966:9) mengatakan bahwa 165 tahun sebelum Madrasah Nizhamiyah, sudah ada Madrasah  diTransoksania dan Khurasan. Sebagai bukti, ia mengemukakan data dari Tarikh al-Bukhari yang menjelaskan bahwa Ismail Ibn Ahmad Ibn Asad yang wafat pada tahun 295 H mempunyai Madrasah yang dikunjungi oleh para pelajar untuk melanjutkan pelajaran mereka.
Madrasah Naisapur pada masa awalnya didirikan oleh ulama fiqih dengan tujuan utama mengembangkan ajaran mazhabnya. Pada umumnya Madrasah tersebut mengajar-kan satu mazhab fikih saja dan sebagian besar mazhab Syafi'i. Dari 39 Madrasah yang dikemukakan oleh Bulliet,[16]hanya satu Madrasah yang mengajarkan Fiqh Maliki, empat Madrasah yang mengajarkan mazhab Hanafi dan yang lain mengajarkan fikih Syafi'i.[17]
Pendapat lain mengatakan bahwa Madrasah muncul pertama kali di dunia Islam adalah Madrasah Nizhamiyah, yang didirikan oleh Nizham al-Mulk seorang penguasa dari Bani Saljuk (W. 485 H.). Ibnu al-Atsir menyebutkan bahwa Nizham Al-Mulk seorang wazir Sultan Maliksyah Bani Saljuk (465-485) mendirikan 2 Madrasah yang  terkenal dengan nama Madrasah Nizhamiyah di Bagdhad dan Naisapur kemudian di berbagai wilayah yang dikuasainya.[18] 
Kamaluddin Hilmi berpendapat bahwa tidak benar para penulis terdahulu mengatakan bahwa Nizham al-Mulk adalah orang pertama yang mendirikan Madrasah didunia Islam. Dia, menurutnya, hanya orang pertama memberikan bea siswa bagi para pelajar, menggaji fuqaha dan mendermakan harta bendanya untuk pembangunan gedung Madrasahyang megah.[19] Karena perubahan sistem inilah mungkin yang menyebab-kan para ahli pendidikan Islam menyebut Madrasah Nizhamiyah sebagai Madrasah pertama. Dengan pengertian sebagaimana disebut oleh Hasan Abdu Al-A1 bahwa, Madrasah Nizham al-Mulk  bukanlahMadrasah pertama di dunia Islam, tetapi ia adalah Madrasah terbesar  pertama.[20]
Istilah Madrasah juga pernah muncul pada masa khalifah Abbasyiah Harun al-Rasyid yang disebut dengan " Madrasah Baghdad", akan tetapi belum populer pada saat itu karena mengalami kemandekan. Madrasah pertama di dunia Islam dalam arti populer menurut beberapa pendapat adalah Madrasah Baihaqiyah di Naisapur pada abad ke-3 H.
Sedangkan menurut penelitian Bulliet (1972) Madrasah tertua adalah Miyan Dahiya[21] di Naisapur juga pada abad ke-3 H. Sedangkan Madrasah Nizhamiyah adalah Madrasah terbesar pertama di dunia Islam.Pendapat lain dikemukakan oleh Ahmad Amin dalam Dhuha Al-Islam. Dia membuat kesimpulan tentangMadrasahNizhamiyah  yang  disebutnya  sebagaiMadrasah pertama.
Namun, sayang ia tidak memberikan informasi bibliografls dari kutipannyadalam buku tersebut yang memungkinkan pelacakan lebih lanjut tentang Madrasah  tersebut. Keadaan ini tidak bisa dipertahan-kan karena penelitian belakangan[22] membuktikan bahwa sebelum berdirinya Madrasah yang didirikan penguasa Dinasti Seljuk tersebut sudah ada Madrasah di Naisapur,  di bawah naungan Dinasti Samaniyah(204-395/819-1005) yang berkembang menjadi salah satu pusat kebudayaan dan pendidikan terbesar di dunia Islam sepanjang abad ke-4/10 M.
Daerah yang dikenal sebagai tempat kelahiran Madrasah ini telah memiliki banyak  Madrasahsebelum era Nizham al-Mulk. Namun, hal demikian tidak mengecilkan arti penting peran Nizham al-Mulk yang  telah berjasa membesarkan nama lembaga pendidikan Madrasah. la memang bukan orang pertama yang membangun Madrasah, tetapi dilihat dari skala usahanya, ia adalah orang yang pertama yang membangun jaringan lembaga pendidikan yang besar dengan nama Madrasah.
Ahmad Syalabi mengatakan: "Dalam hal ini, tak seorangpun yang mendahului Nizham al-Mulk. Kalaupun dalam sejarah kemudian nama Nizham al-Mulk lebih terkenal, karena biasanya dalam penulisan sejarah orang sering menunggu fenomena besar, tanpa melihat peristiwa-pertistiwa sejarah sebelumnya, saat perkembangan peristiwa-peristiwa itu masih  terpisah-pisah.[23]
3.   Madrasah Pertama dalam Islam dan Penyebarannnya
Mengingat luasnya perkembangan Madrasah ketika itu, maka kiranya perlu pula untuk menyinggung penyebaran lembaga pendidikan tersebut di dunia Islam. Berikut iniadalah Madrasah Madrasah yang pernah tumbuh dan berkembang di masa klasik Islam.
a.       Madrasah-Madrasahdi Naisapur
Istilah Madrasah di Naisapur merujuk pada lembaga pendidikan tinggi. Madrasah pertama di Naisapur dikembangkan pada abad ke-4 di bawah naungan Dinasti Samaniyah (204-395 H/819-1005 M). Daerah Naisapur sendiri mencakup sebagian Iran, sebagian Afghanistan dan bekas pecahan Uni-Sovyet antara Laut Kaspia dan Laut Aral. Bangunan Madrasah-Madrasah di Naisapur masih sangat sederhana. Sulit membedakan, dari keformalannya, antara masjid dan bangunan madrasah. Karena hampir rata-rata madrasah dikota ini masih menyatu dengan tempat ibadah. Hanya beberapa saja yang sudah memisahkan diri. Namun, pemakaian istilah "madrasah" dimulai di daerah ini. Kebanyakan madrasah di kota ini bersifat teachers oriented, karena letak keberhasilan pendidikan sangat tergantung pada guru. Guru mempunyai wewenang dan kekuasaan melampaui jabatannya. Sehingga, kualitas pendidikannya pun ditentukan oleh gurunya, bukan oleh pemilik tempat yang digunakan dalam proses pendidikan tersebut. Pelajaran yang sangat diutamakan adalah pelajaran agama, khususnya membaca dan menghafal Al-Quran serta Sastra Arab, khususnya puisi-puisi dan syair.
Kurikulum dan materi pelajaran ' belum disusun secara teratur. Guru mengajarkan apa saja yang ia kuasai. Oleh sebab itu, seorang guru, sebelum diterima sebagai pengajar, harus diuji terlebih dahulu tentang keahlian mengajar dan bidang ilmunya. Gurupun harus memperlihatkan ijazahnya sebelum mengajar. Bentuknya adalah semacam legalisasi dari tempat ia belajar sebelumnya. Sehingga, ia dipercaya untuk memberikan pelajaran yangia kuasai. Setiap guru hanya mengajar satu kitab saja. Seorang murid yang telah menamatkan buku/kitabnya pada seorang guru dan telah melampaui proses penilaian yang dilakukan oleh gurunya, akan memperoleh surat keterangan bahwa dia menguasai kitab tertentu yang diajarkan guru itu dan sanggupuntuk mengajarkannya kepada orang lain (semacam rekomendasi mengajar).
.Bangunan madrasah di kota ini mempunyai ciri khusus, yaitu mempunyai sebuah pekarangan luas yang disebut "shahn"  Terdapat pula kamar-kamar untuk para pelajar dan dewan guru. Setiap kamar memiliki pilar-pilar tinggi. Bagian terpenting darimadrasah ini adalah ruangan kuliah semacam aula yang disebut "iwanat"  dilengkapidengan mimbar.
Madrasah juga bersanding dengan mesjid tempat para pelajar melakukan kegiatan ritualnya. Dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajarnya, madrasah-madrasah di Naisapur ada yang benar-benar telah menggunakan gedung sendiri dan terlepas darimasjid, tetapi ada pula madrasah yang masih "menempel" dengan masjid tetapimempunyai ruang belajar yang disebut 'iwanat, yaitu aula yang luas untuk para murid belajar. Iwanat inilah yang menjadi ciri khas madrasah di Naisapur.

b.      Madrasah Nizhamiyah
Pembicaraan mengenai awal kebangkitan madrasah sebagaimana telah dibicarakandi muka, selalu dikaitkan dengan nama Nizham Al-Mulk (w. 485 H/1092 M), salahseorang wazir Dinasti Saljuq. Dialah yang membangun sejumlah madrasah yang kemudian disebut "madrasah Nizhamiyah"  di berbagai tempat/ kota utama daerah kekuasaan Dinasti Saljuq.
Peran pentingnya bukanlah sebagai orang pertama yang mendirikan madrasah, tetapi lebih pada semangatnya untuk membangun sejumlah lembaga tinggi tersebut secara besar-besaran.Langkah perkembangan lembaga pendidikan tinggi Islam pada masa-masa sesudahnya, biasanya diilhami oleh madrasah ini, terutama di wilayah-wilayah yang berada di bawah patronase Nizham Al-Mulk sebagi wazir (tahun 1064). Bangunan baru yang disebut Madrasah Nizhamiyah ini mengambil Mesjid-khan sebagi model. Madrasah (dalam bentuk klasiknya) dapat disebut college (akademi) sebagaimana dikenal sekarang.
Dalam periode inilah madrasah muncul dalam rangka memperkuat mazhab sunni dengan cara memberikan perhatian besar untuk mempelajari ilmu fiqh empat mazhab . Nizham al-Mulk adalah seorang wazir yang sangat berkuasa, atau perdana menteri dari sang sultan. Untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya, Nizham al-Mulk membantu pembangunan ratusan madrasah yang mengajarkan fiqih dalam mazhab Syafi'i.Selain itu, Nizham al-Mulk yang lahir di daerah Thus, Persia, adalah seorang pecinta pengetahuan, terutama hadits.
Dalam konteks Madrasah Nizhamiyah ini, kasus-kasus seperti konflik fahamkeagamaan, konflik politik, dan kebutuhan rekruitmen tenaga kerja untuk mengisi jabatan-jabatan pemerintahan, telah ikut menjadi pendorong lahir dan berkembangnya pendidikan model madrasah.

Selain Madrasah Nizhamiyah sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, masih banyak madrasah lainnya yang juga tumbuh pada masa itu atau sesudahnya. Diantaranya :
1.      Madrasah Imam Abu Hanifah Baghdad
Dalam tulisan Ibn Al-Jawzi disebutkan bahwa pada tahun 459 H/l066 M, Abu Sa'd,menteri keuangan Sultan Alp Arslan merenovasi makam Abu Hanifah denganmemberinya batu nisan (malban), lalu membangun sebuah kubah di atasnya. Di samping makam ( masyhad ) tersebut ia membangun sebuah madrasah dengan asrama untuk para  fuqaha'  dan mengangkat seorang mudarris(guru) untuk mengajar mereka.Pembangunannya dimulai pada bulan Shafar 459 H/Desember 1067 M dan selesai pada bulan Jumadil Akhir 459 H/April 1067 M. Madrasah ini, sesuai dengan nama danlokasinya, khusus untuk penganut mazhab Hanafi. Ibn Sa'd mendukung biayaoperasionalnya dengan satu badan wakaf yang membayar mudarris, mahasiswa dan staf lain yang bekerja untuk madrasah ini. Komplek madrasah ini mencakup sebuah masjid, perpus-takaan, serta makam untuk ulama-ulama besar mazhab Hanafi.
2.      Madrasah Al-Mustanshiriyah Baghdad
Madrasah ini mengambil nama sesuai dengan pendirinya, Khalifah Abbassyiah ke-36, Al-Mustanshir (623-640/1226-1242). Pembangunannya berlangsung selama sepuluhtahun, satu indikasi yang menunjukkan kebesaran madrasah yang didisain oleh Mu'ayyadAl-Din bin Al-Alqami ini. Fasilitas yang tersedia mencakup ruang kuliah, asrama, aula,kolam, dapur umum dan gudang. Masih merupakan bagian dari madrasah ini adalah sebuah perpustakaan, sebuah Dar Al-Quran, sebuah Dar Al-Hadits, sebuah rumah sakit,dan sebuah gudang obat (apotek).Kenyataan ini membuat Madrasah Al-Mustanshiriyah berbeda dengan Madrasah Nizhamiyah atau Madrasah Abu Hanifah.
Perbedaan yang agak penting adalah bahwakhalifah Abbasiyyah, al-Mustansyir, tidak menghendaki madrasahnya beroperasi hanyauntuk satu mazhab tertentu. Di sini, keempat mazhab sama-sama mendapat tempat dandukungan fasilitas. Untuk itu, madrasah ini mempunyai empat ruang kuliah, masing-masing untuk satu mazhab.Khalifah Al-Mustanshir terkenal dengan keadilan, kesalehan dan kedermawanannyadalam memajukan kehidupan umat Islam, terutama di bidang pendidikan. Madrasah Al-Mustanshiriyah adalah bagian terpenting dari usaha ini. 
3.      Madrasah Al-Manshuriyah Kairo
Madrasah Al-Manshuriyah didirikan oleh penguasa Dinasti Mamalik, Al-Manshur Qalawun (678-689 H/l280-1290 M). Madrasah ini termasuk menarik, bukan saja karenakebesaran bangunan fisiknya, tetapi juga karena variasi pengajaran yang berlangsung di dalamnya. Laporan Al-Maqrizi (w. 845 H/l441 M), sejarahwan besar Mesir abad pertengahan, menunjukkan bahwa madrasah ini mengajarkan fiqih sesuai dengan mazhabyang empat.
Di samping itu tersedia pengajaran ilrnu kedokteran (thibb), hadits, tafsir,dan ceramah-ceramah umum. Hanya ulama dan mahasiswa terbaik yang diterima untuk mengajar atau belajar di lembaga ini.Termasuk bagian dari madrasah ini adalah Menara Al-Manshruriyah (al-Qubbah al-Mansyuriyah) dengan satu kompleks pemakaman bagi beberapa sultana Dinasti Mamalik.Al-Manshur dan para sultan yang lainnya, juga mewakafkan sejumlah besar kitab dalamsegala bidang ilmu kepada perpusta-kaan madrasah ini.
4.      Madrasah Granada (Al-Nashriyah) Di Andalusia
Madrasah pertama yang didirikan di Andalusia adalah madrasah Granada yangdidirikan pada tahun 750 H/1349 M pada zaman Abu Abdillah Muhammad ibnMuhammad ibn Yususf I. Usaha ini merupakan pengaruh perkembangan madrasah diMaroko. Usaha pertama mendirikan madrasah di Granada bermula ketika Abu AbdullahMuhammad bin Muhammad binYusuf, sultan Granada pada tahun 671-701 H/ 1272-1302M, menyiapkan rumah untukAl-Ruquthi setelah dia sampai di Granada dari Murcia.Al-Ruquthi sebelumnya adalah seorang ulama Islam terkenal yang memipinmadrasah Murcia.
Madrasah ini didirikan oleh Alfonso X, seorang raja Kristen. Ketika menduduki kota Murcia, Alfonso X menemukan seorang ulama Islam, al-Rauquthi, yangmendalami berbagai ilmu pengetahuan, di antaranya mantiq, tehnik, kedokteran danfilsafat. Madrasah itu kemudian diserahkan Alfonsho X kepadanya dan memberinya hadiah dan fasilitas dengan harapan suatu saat akan memeluk agama Kristen. Mengetahui hal itu, Sultan Granada lalu membangun madrasah Granada ini dan memanggil Al-Raquthi untuk mengajar di Granada. Akhirnya Al-Raqhuti meninggalkan Alfhonso X dan pindah ke Granada.
Madrasah ini merupakan pusat pendidikan yang paling masyhur di Andalusia setelah mesjid Cordova. la dibangun pada masa sultan Granada, Abi al-Hajaj Yusuf I(733-755 H/1333-1354 M) atas usaha al-Hajib Ridhwan al-Nashri. Bangunan madrasah ini selesai dibangun pada tahun 749 H dan diresmikan pada tahun 750 H. Madrasah ini disebut sebagai yang paling utama di Andalusia dan satu-satunya madrasah yang sisa-sisa kejayaannya masih dapat ditemukan sampai saat ini.Bangunan Madrasah Nashriyah terdiri dari ruang pertemuan yang luas terletak ditengah gedung. Disekeliling ruang itu terdapat ruas-ruas lokal dipergunakan untuk  belajar-mengajar.
Patut dicatat bahwa disamping madrasah ini terdapat penginapan yang menyatu dengan mesjid Granada. Ini mengandung makna kemungkinan dipergunakannya penginapan untuk para mahasiswayang jauh dan para tamu yang berkunjung dan sekedar berdisikusi di madrasah ini. Selainitu, perpustakaan menjadi sentra utama bagi kelangsungan perkembangan Ilmu pengetahuan di madrasah tersebut. Pengadaan buku-buku perpustakaan juga dibantu oleh pemerintah.Para guru madrasah Al-Nashriyah adalah ulama terkenal di Andalusia. Pemerintah ikut campur tangan menentukan guru-guru tersebut. Di Granada juga terdapatmadrasah-madrasah kecil di antaranya adalah: madrasah al-Qumhiyah, Al-Saifiyah, al-Fadhliyah dan Dar el-Hadits yang dibangun oleh al-Malik al-Kamil yang kemudian diberinama madrasah al-Kamiliyah.
Madrasah-madrasah kecil ini berkembang mengikuti irama  perkembangan  madrasah Al-Nashiriyah di Andalusia. Sayangnya, tidak banyak ahli sejarah pendidikan Islam yang mengupas secara detail tentang perkembangan madrasah-madrasah kecil ini, sehingga kita tidak cukup punya data untuk mengungkapkannya.Tetapi, keberadaannya tetap memberikan arti penting bagi perkembangan madrasah diAndalusia.
5.      Madrasah Malaga, Cordova
Di Malaga terdapat sebuah mesjid jami' sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Di mesjid Jami' ini didirikan sebuah madrasah dengan nama madrasahMalaga atau Uzhma. Di madrasah ini mengajar seorang faqih, Muhammad binMuhammad binYusuf al-Thanjali (w.733 H/l 332M). Di samping madrasah yang beradadimasjid ini terdapat pula madrasah lain yang didirikan oleh seorang sufi, Muhammad bin Muhammad bin Abdul Al-Rahman bin Ibrahim al-Anshari (678-754/1279-1353). Diamembangun madrasah ini dari harta yang diberikan oleh orang-orang kaya dan para pejabat kepadanya.[24]

6.      Madrasah di Makkah
Dalam sejarah, madrasah di Mekkah didirikan awalmulanya oleh gubernur Aden pada tahun 1183 – 1184 yang bermahzhab hanafi , kemudian satu tahun kemudian dibangun madrasah untuk mahzab syafi’i . Menurut keterangan AAl- Maqriri , pada zaman dinasti fatimiyah di Cairo , telah berdiri 73 Madrasah , 14 untuk mahzhab syafi’I 14 untuk mahzhab maliki, 6 untuk mahzhab  syafi’I dan hanafi , sebuah madrasah untuk mahzhab maliki dan hanafi , 4  untuk empat Mhzhab , 2 buah untuk Dar Al – Hadist [25] satu atau bahkan dua atau juga lebih, Maqrizi tentunya ada yang berdiri di makkah. Sejarawan Taqi Al – din Al- Fasi Al – Makki (775 – 832 / 1373/ 1428 ) , seperti yang dikutip Azyumari Azra , menyatakan bahwa madrasah dimakkah adalah madrasah ‘Ursufiyyah yang didirikan pada 571 / 117 oleh Afif Abd. Allah Muhammad Al- ‘Ursufi didekat pintu umrah, bagian selatan masjid al – Haram , Sejak dibangunnya Madrasah Al- ‘Ursuffiyah hingga awal abad ke – 17 terdapat setidaknya 19 madrasah di Makkah, adalah bahwa hamper seluruh madrasah – madrasah dibangun oleh penguasa – penguasa atau dermwan non- hijazi.
Hanya satu Madrasah , yakni madrasah al – syarif al – Ajlan yang dibangun penguasa di Makkah , Ajlan Abu syari’ah ( berkuasa 744 – 777/ 1344 -75 ). Yang terbanyak mendirikan madrasah di makkah adalah penguasa – penguasa usmani, mereka membangun 5, madrasah yaitu 4 dibangun Sultan Sulaiman Al-Qonuni dan 1 oleh Sultan Murat. Selanjutnya khalifah dan pejabat tinggi Abbasiyah membangun 4 Madrasah . Penguasa – penguasa Mesir termasuk Mamluk dan penguasa Yaman masing – masing mendirikan 3 Madrasah . Kemudian penguasa muslimah India mendirikan 2 Madrasah.

7.      Madrasah di Madinah
Di Madinah sedikit sumber tentang keberadaan madrasah – madrasah karena terbatasnya sumber informasi. Ada beberapa sumber yang menyatakan , di Madinah , Malik mendirikan madrasah terkenal dengan sebutan Madrasah Ali Hijaz atau Madrasah Ali Madinah. Mula – mula Madrasah ini dibangun oleh Umar bin Khattab , Abdullah Ibn Abbas dan ‘Aisiyah.
Lebih lanjut Hanun Asrohah mengutip ,  pada abad ke 13 M, terdapat 60 Madrasah untuk Mahzhab Syafi’I , 52 Madrasah untuk mahzab Hanafi, 4 Madrasah untuk Mahzab Maliki,10 madrasah untuk mahzab Hambali, dan 3 Madrasah al – Tib. Salah satu bukti , Al – Fasi mendeskripsikan bahwa Sultan Giyants Al-Din membangun madrasah lengkap dengan ribadtnya di Madinah pada tahun 814 / 1411. Namun sayang nama Madrasah tidak disebutkan . Pada tahun 724 / 1323 Jauban Ata Bek, penguasa Mamluk , mendirikan Madrasah , yang secara kolektif dikenal dengan madrasah Asyrafyah. Deskripsi al – Fasi dan Al-Samhudi , dengan tegas diperkuat lagi oleh Syams Al- Din Al – Syaakhawi (831-902 / 1428-1497 ) . Al – Syahkawi menyebutkan beberapa madrasah lain di Madinah selama periode ini, mereka diantaranya adalah Madrasah Qo’it Bey. Madrasah al – Bashitiyah didirikan , Zayni ‘Aba Al – Basiht, Madrasah Al – Basithiyah didirikan , Madrasah al – Zamaniah dibangun, Syams al – Din al – Zaman . Madrasah al – Sanjariayah , terletak dekat Bab al – Nisa’, madrasah Al – Mazhariyah didirikan Zaini Katib. Nerdasarkan Informasi ini kita dapat mengasumsikan, setidaknya ada 8 madrasah di Madinah pada periode ini.

   D.    Kejayaan Pendidikan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin
1.      KHALIFAH ABU BAKAR AL SHIDDIQ (632-634)
a.       Kondisi Masyarakat pada masa Abu Bakar al shiddiq
Masa awal khalifah Abu bakar diguncang pemberontakan oleh orang-orang murtad, orang-orang yang mengaku sebagai nabi dan orang-orang yang enggan membayar zakat. Berdasarkan hal ini Abu bakar memusatkan perhatiannya untuk memerangi para pemberontak yang dapat mengacaukan keamanan dan mempengaruhi orang-orang islam yang masih lemah imannya untuk menyimpang dari ajaran islam.
Kemudian Abu bakar mengirim pasukan untuk menumpas para pemberontak di yamamah. Dalam penumpasan ini banyak umat islam yang gugur, yang terdiri dari sahabat dekat Rasulullah dan para hafiz al-qur’an sehingga mengurangi jumlah sahabat yang hafal al-qur’an. Oleh karena itu, Umar bin khattab menyarankan kepada khalifah Abu bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat al-qur’an, kemudian untuk merealisasikan saran tersebut, diputuskan bahwa Zaid bin stabit ditugaskan untuk mengumpulkan semua tulisan al-qur’an yang masih berserakan tempatnya.
b.      Perkembangan pendidikan islam pada masa Abu bakar al shiddiq
Lembaga pendidikan pada masa Abu bakar masih seperti lembaga pendidikan pada masa Nabi Saw, namun dari segi kuantitas maupun kualitas sudah banyak mengalami perkembangan.

1)      Kuttab
Pada masa Abu bakar lembaga pendidikan kuttab mencapai tingkat kemajuan yang berarti. Kemajuan pendidikan kuttab ini terjadi ketika masyarakat muslim telah menaklukan beberapa daerah dan menjalin kontrak dengan bangsa-bangsa yang telah maju. Lembaga pendidikan ini menjadi sangat penting sehingga para ulama berpendapat bahwa mengajarkan al-qur’an merupakan fardhu kifayah.[26]

2)      Masjid
Masjid merupakan lembaga pendidikan lanjutan setelah anak-anak tamat belajar pada kuttab. Di masjid ini ada dua tingkat pendidikan, yaitu tingkat menengah dan tingkat tinggi. Yang membedakan antara kedua tingkatan tersebut adalah pada tingkat menengah, gurunya belum mencapai status ulama besar, sedangkan pada tingkat tinggi, para pengajarnya adalah ulama yang memiliki pengetahuan yang mendalam dan integritas kesalehan dan kealiman yang diakui oleh masyarakat.[27]
3)      Materi pendidikan
Materi pendidikan yang diajarkan pada kuttab adalah Membaca dan menulis, Membaca al-qur’an dan menghafalnya, pokok-pokok agama islam seperti keimanan, ibadah, akhlak dan muamalat. Sedangkan materi pendidikan pada tingkat menengah dan tinggi  adalah Al-qur’an dan tafsirnya, Hadits dan syarahnya, dan Fiqih (tasyri’)[28]
2.      KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB (634-644 M)
a.    Kondisi masyarakat masa umar bin khattab
Abu bakar telah merasakan persoalan yang timbul dikalangan kaum muslimin setelah nabi wafat, berdasarkan hal inilah Abu bakar menunjuk Umar bin khattab. Tujuan Abu bakar menunjuk penggantinya agar supaya tidak terjadi perselisihan dan perpecahan dikalangan umat islam, kebijakan Abu bakar tersebut ternyata diterima masyarakat. Pada masa khalifah Umar bin khattab, kondisi politik dalam keadaan stabil, usaha perluasan wilayah islam memperoleh hasil yang gemilang. Wilayah islam pada masa Umar bin khattab meliputi semenanjung Arabia, palestina, syiria, irak, Persia dan mesir.
Dengan meluasnya wilayah islam mengakibatkan meluas pula kehidupan masyarakat dalam segala bidang. Untuk memenuhi kebutuhan ini diperlukan manusia yang memiliki keterampilan dan keahlian, sehingga dalam hal ini diperlukan pendidikan.
Meluasnya kekuasaan islam, mendorong kegiatan pendidikan islam bertambah besar, karena mereka yang baru menganut agama islam ingin menimbah ilmu keagamaan dari sahabat-sahabat yang menerima langsung dari nabi. Pada masa ini telah terjadi mobilitas penuntut ilmu agama dari daerah-daerah yang jauh dari madinah, sebagai pusat agama islam. Gairah menuntut ilmu agama islam ini kemudian mendorong lahirnya sejumlah pembidangan disiplin ilmu keagamaan.
b.    Perkembangan pendidikan islam pada masa Umar bin khattab
1)        Lembaga pendidikan
Lembaga pendidikan pada masa umar bin khattab, sama dengan masa Abu bakar. Namun dari segi kemajuan lembaga pendidikan begitu pesat, sebab selama Umar bin khattab memerintah Negara berada dalam keadaan stabil dan aman, hal ini menyebabkan ditetapkannya masjid sebagai pusat pendidikan, dan juga terbentuknya pusat-pusat pendidikan islam diberbagai kota.
Pendidikan pada masa itu berada dibawah pengaturan gubenur. Disamping itu kemajuan dalam bidang pendidikan juga terdapat kemajuan diberbagai bidang, seperti pos pengiriman surat, kepolisian, baitul mal, dan sebagainya. Adapun sumber gaji para pendidik pada waktu itu diambilkan dari hasil yang dikelola daerah yang ditaklukkan dan dari baitul mal.
2)        Materi pendidikan
Materi pendidikan pada masa Umar adalah materi pada kuttab masa Abu bakar,  disamping itu materi yang diajarkan ditambah dengan beberapa mata pelajaran dan keterampilan.  Ketika umar bin khattab diangkat menjadi khalifah, ia menginstruksikan kepada pendidik agar anak-anak diajarkan berenang, mengendarai unta, memanah, membaca syair-syair yang mudah dan peribahasa.
Pada masa ini tuntutan untuk belajar bahasa arab juga sudah mulai kelihatan. Orang yang baru masuk islam dari daerah yang ditaklukkan harus belajar bahasa arab, jika ingin belajar dan memahami pengetahuan islam. Oleh karena itu pada masa ini sudah terdapat pengajaran bahasa arab.
3)        Pendidik
Pada masa Umar yang menjadi pendidik adalah beliau sendiri, serta guru-guru yang beliau angkat. Umar merupakan seorang pendidik yang sering melakukan penyuluhan pendidikan di kota madinah. Beliau juga menerapkan pendidikan di masjid-masjid dan dipasar-pasar, serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan itu, dengan tugas mengajarkan al-qur’an dan ajaran islam lainnya, seperti fiqih kepada penduduk yang baru masuk islam, disamping beliau sendiri sebagai pendidik, beliau juga menunjuk diantara sahabat-sahabat menjadi pendidik ke daerah-daerah yang baru ditaklukkan seperti Abdurrahman bin ma’qal dan imran bin al hashim, ditempatkan di basyrah. Abdul al rahman bin ghannam dikirim ke syiria dan hasan bin abi jabalah dikirim ke mesir.

3.      KHALIFAH USMAN BIN AFFAN (644-656 M)
a.         Kondisi masyarakat pada masa Usman bin affan
Usman diangkat menjadi khalifah tidak langsung ditunjuk oleh umar bin khattab akan tetapi hasil dari pemilihan panitia enam yang ditunjuk oleh khalifah umar bin khattab menjelang beliau meninggal.[29] Panitia yang enam itu adalah Usman bin affan, Ali bin abi thalib, Thalhah, Zubair bin awwam, Saad bin abi waqash dan Abdurrahman bin auf. Dengan system yang dilakukan seperti itu situasi pemilihan khalifah berjalan dengan lancar, dan tidak terjadi perselisihan dan perpecahan dalam masyarakat. Kondisi masyarakat pada saat ini kondusif.


b.        Perkembangan pendidikan islam pada masa Usman bin affan
Pada masa khalifah Usman bin affan, pelaksanaan pendidikan islam ditinjau dari aspek lembaga dan materi, tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Pendidikan dimasa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada sebelumnya, namun hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah tidak diperbolehkan meninggalkan madinah dimasa khalifah Umar, oleh Usman diberikan kelonggaran untuk keluar dan menetap didaerah-daerah yang disukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan didaerah-daerah.
Pola pendidikan pada masa Usman ini lebih merakyat dan lebih mudah dijangkau oleh seluruh peserta didik yang ingin mempelajari ajaran islam karena pusat pendidikan lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat bisa memilih tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat.
Walaupun demikian ada usaha yang sangat cemerlang dan menentukan yang dilakukan Usman bin affan, yang sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan islam dimasa yang akan datang, usaha tersebut adalah terjadinya kodifikasi al-qur’an.
4.      KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB (656-661 M)
a.         Kondisi masyarakat pada masa Ali bin abi thalib
Ali bin abi thalib adalah khalifah keempat setelah Usman bin Affan. Pemerintahannya diguncang oleh peperangan dengan Aisyah (istri nabi) beserta Thalhah dan Abdullah bin zubair. Peperangan ini disebabkan karena kesalapahaman dalam menyikapi pembunuhan terhadap Usman bin affan. Peperangan tersebut dinamakan perang jamal (unta) karena Aisyah menggunakan kendaraan unta. Setelah berhasil mengatasi pemberontakan Aisyah, dan lawan-lawannya muncul pula pemberontakan lain, sehingga masa kekuasaan khalifah Ali bin abi thalib tidak pernah mendapatkan ketenangan dan kedamaian.[30]
Peperangan selanjutnya terjadi dengan muawwiyah bin abi sufyan. Muawwiyah sebagai gubenur di Damaskus memberontak untuk menggulingkan kekuasaannya. Peperangan ini disebut dengan peperangan shiffin, karena terjadi di shiffin. Ketika tentara muawwiyah terdesak oleh pasukan Ali pada peperangan tersebut, maka muawwiyah segera mengambil siasat untuk menyatakan tahkim (penyelesaian dengan adil dan damai). Semula Ali menolak, tetapi karena desakan sebagian tentaranya akhirnya Ali menerimanya, namun tahkim malah menimbulkan kekecauan, dikarenakan muawwiyah melakukan kecurangan. Dan dengan adanya tahkim tersebut muawwiyah berhasil mengalahkan Ali bin abi thalib dan mendirikan pemerintahan tandingan di damaskus. Sementara itu, sebagian tentara yang menentang keputusan Ali bin abi thalib dengan cara tahkim, meninggalkan Ali dan membuat kelompok tersendiri. Kelompok tersebut disebut khawarij.
b.        Perkembangan pendidikan islam pada masa Ali bin abi thalib
Pada masa Abi bin abi thalib tidak terlihat perkembangan pendidikan yang berarti kerena pada masa ini telah terjadi kekacauan politik dan pemberontakan, sehingga di masa ia berkuasa pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali berkuasa, kegiatan pendidikan islam mendapat hambatan dan gangguan. Pada masa itu Ali bin abi thalib tidak sempat lagi memikirkan masalah pendidikan sebab keseluruhan perhatiannya ditumpahkan kepada masalah keamanan di dalam pemerintahannya.
5.      PUSAT-PUSAT PENDIDIKAN DAN PARA ULAMA YANG TERKENAL PADA MASA KHULAFA’ AL RASYIDIN
Dengan meluasnya kekuasaan islam pada masa ini berkembang pula pusat-pusat kegiatan pendidikan islam, baik bagi mereka yang baru masuk islam, bagi para generasi muda, maupun bagi mereka yang akan memperdalam  ilmu pendidikan dalam islam.
Menurut Mahmud yunus, bahwa pusat-pusat pendidikan masa khulafa’ al rasyidin adalah sebagai berikut:
a.    Madrasah Mekkah
Guru pertama yang mengajar di Mekkah, ialah Mu’adz bin jabal. Beliaulah yang mengajarkan al-qur’an, hukum-hukum halal dan haram dalam islam. Pada masa khalifah Abdul malik bin marwan (65-86 H), Abdullah bin abbas pergi ke Mekkah, lalu mengajar disana. Ia mengajarkan tafsir, hadits, fiqih dan sastra. Abdullah bin abbas lah yang melakukan pembangunan madrasah Mekkah yang kemudian menjadi terkenal keseluruh penjuru negeri islam. Diantara murid-murid bin abbas yang menggantikannya sebagai guru di madrasah Mekah ini adalah; mujahid bin jabbar, seorang ahli tafsir al-qur’an yang meriwayatkan dari bin abbas, ata’bin abu rabah, yang termasyhur keahliannya dalam ilmu fiqih, dan tawus bin kaisan, seorang fuqaha dan mufti di Makkah. Kemudian diteruskan oleh murid-muridnya yang terkenal yaitu sufyan bin uyainah dan muslim bin Khalid al zanji. Imam Syafi’i sebelum berguru ke madinah, pernah belajar di madrasah Makkah kepada kedua ulama tersebut.

b.    Madrasah madinah
Madrasah madinah ini lebih termasyhur, karena disanalah tempat khalifah Abu bakr, Umar dan Usman, dan disana pula banyak tempat sahabat-sahabat nabi Muhammad SAW. Diantara sahabat yang mengajar di madrasah Madinah ini adalah Umar bin khattab, Ali bin abi thalib, Zaid bin Tsabit dan Abdullh bin Umar. Zaid bin tsabit adalah seorang ahli qiraat dan fiqih, dan beliaulah yang mendapatkan tugas memimpin penulisan kembali al-qur’an, baik zaman Abu bakar maupun di zaman Usman bin affwa. Sedangkan
Abdullah bin Umar adalah ahli hadits. Beliau dianggap sebagai pelopor mazhab ahl al-hadits yang berkembang pada masa berikutnya. Setelah ulama-ulama sahabat wafat, digantikan oleh murid-muridnya   (tabi’in)yang terkenal: Sa’ad bin musyayab dan Urwah bin al zubair bin al awwan, yang pada generasi berikutnya kemudian muncul seorang ahli hadits dan fiqih.
c.    Madrasah basrah
Ulama sahabat yang terkenal di basrah ini ialah Abu musa al-Asy’ari, dan Anas bin malik. Abu musa terkenal sebagai ahli fiqh, hadits dan ilmu al-qur’an, sedangkan Anas bin malik termasyhur dalam ilmu hadits.
Diantara guru madrasah basrah yang terkenal adalah Hasan al bisri dan bin sirin. Hasan al bisri, disamping sebagai ahli fiqh,ahli pidato dan kisah, juga terkenal sebagai seorang ahli piker dan tasawuf. Ia dianggap sebagai perintis mazhab ahlu al sunnah dalam lapangan ilmu kalam. Sedangkan bin sirin, adalah seorang ahli hadits dan fiqih yang belajar langsung dari Zaid bin tsabit dan Anas bin malik.
d.   Madrasah kufah
Ulama sahabat yang tinggal di kufah ialah Ali bin abi thalib dan Abdullah bin mas’ud. Ali bin abi thalib mengurus masalah politik dan urusan pemerintahan, sedangkan Abdullah bin mas’ud sebagai guru agama. Beliau adalah utusan resmi khalifah Umar untuk menjadi guru agama di kufah. Beliau adalah seorang ahli tafsir, ahli fiqh, dan banyak meriwayatkan hadits-hadits Nabi Muhammad SAW. Diantaranya murid-murid Abdullah bin mas’ud yang terkenal yang kemudian menjadi guru di kufah adalah Alqamah, Al aswad, Masruq, Al harris bin qais dan amr bin syurahbil. Madrasah kufah ini kemudian melahirkan Abu hanifah, salah seorang imam mazhab yang terkenal dengan penggunaan ra’yu dalam berijtihad.

e.    Madrasah fistat (mesir)
Sahabat yang mula-mula mendirikan madrasah dan menjadi guru di Mesir adalah Abdullah bin amr bin al asy. Ia adalah seorang ahli hadits. Ia tidak hanya menghafal hadits-hadits yang didengarnya dari Nabi Muhammad SAW melainkan juga menuliskannya dalam catatan, sehingga ia tidak lupa atau khilaf dalam meriwayatkan hadits itu kepada murid-muridnya. Guru berikutnya yang termasyhur sesudahnya ialah Yazid bin Abu habib al nuby dan Abdillah bin abu ja’far bin Rabi’ah, diantara murid Yazid yang terkenal adalah Abdullah bin lahi’ah dan al-lais bin said. Yang tersebut terakhir juga terkenal sebagai ulama yang mempunyai mazhab tersendiri dalam bidang fiqh.
   E.     Pendidikan Wanita pada masa Rasulullah Saw
1.         Pendidikan Wanita pada Masa Rasulullah
Pada masa permulaan Nabi Saw menyiarkan Islam, di Mekkah telah ada beberapa orang yang telah pandai baca tulis. Mereka terdiri dari 17 orang laki-laki dari suku Quraisy.
Mereka adalah Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Usman bin Affan, Abu ‘Ubaidah bin Al Jarrah, Talhah, Yazid bin Abu Sofyan, Abu Huzaifah bin ‘Utbah, Hathib bin ‘Amr, Abu Salamah bin Abdul Asad al Maklizumy, Aban bin Sa’id bin al ‘Ash bin Umaiyah, Khalid bin sa’id dan saudaranya, Abdullah bin Sa’d bin Abu  Sarh al Amiry, Huwaithib bin Abdul ‘Uzza, Abu Sofyan bin Harb, Muawiyah bin Abi Sofyan, Juhaim bin as Shalt.
Dan ditambah 5 orang perempuan yaitu, Hafsah istri nabi, Ummi Khulsum bin ‘Uqbalt, ‘Aisyah binti Sa’ad, as Syifak binti Abdullah al ‘Adawiyah, Karimah binti al Miqdad. Sedangkan Siti ‘Aisyah dan Ummi Salamah kedua istri nabi pandai membaca, tetapi tidak pandai menulis.[31]
Ada riwayat yang menceritakan bahwa pada waktu itu telah ada kuttab (semacam sekolah khusus untuk anak-anak) yang mengajarkan menulis dan membaca, walaupun demikian budaya baca tulis ini belum mewarnai kehidupan masyarakat pada waktu itu. Karena warisan budaya mereka adalah budaya lisan, menghafal syair-syair dan puisi-puisi yang indah, nasab (urutan garis keturunan) pun mereka hafal.
Penanaman ajaran Islam yang dilakukan nabi Muhammad SAW, dalam rangka mengembangkan dan menyebarkan ajaran islam dipermukaan bumi melalui dakwah. Dakwah pada hakikatnya adalah sebuah kegiatan atau proses pendidikan, dan hal ini dilakukan tidak hanya terbatas bagi kaum laki-laki saja tetapi juga kepada kaum perempuan. Rasulullah telah memberikan kesempatan dan meluangkan waktunya untuk mengajar para perempuan. Sebagaimana yang diceritakan dalam sebuah hadist.
Artinya:
Telah datang beberapa perempuan kepada Rasulullah, maka mereka berkata : Ya Rasulullah, kami tidak mendapatkan peluang belajar di majelismu yang dipenuhi laki-laki, maka berilah kami kesempatan itu. Kemudian Rasulullah SAW menjawab : “bagianmu adalah di rumah si anu. Maka beliau datang kepada mereka (kaum perempuan) pada hari dan tempat yang telah dijanjikan dan beliau mengajar mereka. (HR. Bukhari)
Dari hadist diatas tersirat bahwa Nabi memberikan pendidikan dan pengajaran kepada perempuan, namun tempat dan waktunya berbeda dengan laki-laki.
Oleh sebab itu, perempuan dimasa nabi SAW, tidak mau ketinggalan oleh laki-laki. Kaum laki-laki pada hari Jumat waktu khotbah di masjid dapat menerima pengajaran langsung dari mulut Nabi. Perempuan juga turut shalat Jumat berjamaah dimasjid bersama laki-laki, walaupun tidak menjadi suatu kewajiban bagi mereka. Meskipun begitu perempuan tersebut meminta kepada Nabi supaya dikhususkan sehari dalam seminggu untuk mereka menerima pengajaran langsung dari Nabi. Kadang-kadang Nabi membaca khotbah dua kali waktu shalat hari raya karena ramainya kaum muslimin yang hadir, satu kali untuk laki-laki dan satu kali untuk perempuan. Selain itu ada juga perempuan yang datang langsung menghadap Nabi untuk menanyakan soal-soal agama yang tidak mereka ketahui.
Rasulullah sebelum pindah ke Yasrib telah mempersiapkan kader-kader perempuan untuk menjadi guru di Madinah. Ini terbukti pada tahun kedua belas kenabian orang Madinah datang ke Mekah, mereka membuat perjanjian yang pertama dengan Nabi di Aqabah sehingga dinamakan Bai’ah al Aqobah atau Bai’ah al-Nisa’ karena didalam rombongan mereka ada perempuan yakni ‘Afra binti’Abid Ibn  Sa’labah. Orang-orang inilah nantinya yang akan menyebarkan pengetahuan yang telah didapat dari nabi Muhammad kepada masyarakat yang ada di Madinah.
Cara yang dilakukan oleh Rasulullah dalam memberikan pendidikan adalah dengan metode ceramah, menyampaikan wahyu yang baru diterimanya dan memberikan penjelasan-penjelasan serta keterangan-keterangannya, dan juga dengan metode diskusi dan tanya jawab tentang sesuatu yang bersangkutan dengan akidah maupun akhlak. Kurikulumnya adalah Al-Quran, karena itu dalam praktiknya tidak saja logis dan rasional tetapi juga sejalan dengan fitrah manusia. Sehubungan dengan hal tersebut, Al-Quran itu sendiri diturunkan secara berangsur-angsur menurut kebutuhan yang diperlukan pada saat itu. Hasil belajar yang dilakukan Nabi dapat dilihat dari sikap mental para pengikutnya yang terlihat dari semangat yang tangguh, tabah, dan sabar, juga aktif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Ahmad Syalabi mengemukakan bahwa anak-anak perempuan hanya menerima pelajaran dirumah dari salah seorang anggota keluarga, atau dari seorang guru khusus didatangkan untuk mereka. Bagaimanapun juga, pendidikan secara pribadi itu telah berhasil melahirkan perempuan-perempuan Islam yang kecerdasan mereka tidak jauh berbeda dengan kecerdasan laki-laki.

Dari hasil didikan Rasulullah terhadap kaum perempuan, maka lahirlah beberapa intelektual Islam, pada masa itu diantaranya:
a.       Khadijah binti Khuwailid
Seorang Ummal-Mukminin dan saudagar yang terdidik yang selalu mendampingi Nabi dan berjuang dalam menyiarkan Islam.
b.      Aisyah binti Abu Bakar
Perempuan cerdas yang memiliki ilmu pengetahuan dan telah meriwayatkan lebih dari seribu (1000) hadist dengan periwayatan langsung, ia juga seorang yang ahli dalam bidang Fiqh, Tafsir, Kedokteran dan Syair-syair.



c.       Asma’ binti Abu Bakar
Perempuan pemberani yang selalu mengantarkan makanan kepada Nabi ketika Nabi dalam perjalanan hijrah.

d.      Hafsah binti Umar, Fatimah Al-Zahra, dan Sakinah binti Husein
Merupakan perempuan pecinta ilmu pengetahuan.

e.       Nasibah binti Ka’ab, Aminah binti Qays al Ghifariyah, Ummu Athiyyah al-Anshariyyah, Rabiah binti Mas’ud
Merupakan perempuan yang ikut berperang dengan Nabi, mereka bertugas merawat orang-orang yang sakit dan mengobati yang luka.

f.       Al-Khansa, Hindun binti ‘Atabah, Laila binti Salma, Siti Sakinah binti al Husein.[32]
Merupakan perempuan yang mahir dalam bidang syair dan kesusasteraan.[33] Pendidikan bagi perempuan dalam ajaran Islam termasuk kewajiban agama karena pengetahuan merupakan suatu kebutuhan bagi manusia. Pendidikan bagi perempuan tidak terbatas pada pendidikan agama saja, tetapi meliputi juga pendidikan rumah tangga (cara mendidik dan membesarkan anak), pendidikan sosial kemasyarakatan dan pendidikan intelektual.
Merupakaan hal biasa bagi perempuan diawal sejarah Islam, memberikan sumbangan pemikiran yang akhirnya sangat berpengaruh terhadap ajaran Islam. Banyak istri dan sahabat perempuan Nabi yang terkenal meriwayatkan sebuah hadist dari Nabi yang dianggap sangat otentik. Para perempuan inilah yang menciptakan yang menciptakan cerita verbal yang kemudian direkam oleh para laki-laki. Dapatlah dikatakan bahwa hampir sepertiga teks hadist , kemunculannya lewat Aisyah, istri nabi yang paling muda.
Perempuan penting lain diawal sejarah Islam adalah Sukaina binti Al-Husein, cucu perempuan nabi yang tingkat pendidikannya tinggi, terkenal karena pengetahuan, kepandaian membaca dan menulis, kecantikan dan kecerdasan akalnya. Dia menikah empat kali sampai enam kali. Dia memprakarsai prosedur perceraian dalam perkawinan  dan menetapkan syarat-syarat yang ketat untuk perkawinan. Diantara syarat-syarat tersebut adalah suaminya tidak boleh mengawini perempuan lain, tidak boleh mencegahnya berbuat sesuatu yang dikehendakinya, membolehkannya tinggal didekat temannya, dan tidak boleh menentang apa yang diinginkannya.
Syarat-syarat seperti ini jelas tidak biasa, paling tidak dikalangan elit. Syarat tersebut tampak lebih menguntungkan perempuan, namun pada saat itu hal ini sangat reformis dengan keberanian dan kecerdasannya ia dapat mengemukakan keinginannya dan syarat tersebut yang dapat diterima oleh laki-laki yang sangat patriarki.
Sejarah Islam pada masa permulaan dipenuhi oleh perempuan Muslim yang menunjukkan kemampuannya yang hebat, yang dapat bersaing dengan laki-laki dan berusaha lebih unggul dari mereka dalam setiap kesempatannya.
sebagai contoh ialah Aisyah, istri Nabi Muhammad SAW, dia seorang ilmuwan pembaru pada masanya. Nasihat-nasihatnya dianggap sama penting dengan nasihat para pemimpin saat itu. Dia dianggap sebagai sumber yurisprudensi islam terbesar karena penguasaannya terhadap ribuan hadist yang diterimanya langsung dari nabi.
Nama lain yang terkenal adalah Nafisa’, keturunan Ali yang menjadi seorang hakim ternama dan ahli theologi. Diceritakan bahwa Imam Syafii, salah seorang pendiri empat madzhab Fiqh sering mengikuti kuliah dengannya.
Al-Khansa seorang penyair terbesar saat itu yang puisinya mendapat pujian langsung dari nabi.
Zainab dari bani Awb yang terkenal sebagai dokter ahli mata.[34] Dan masih banyak lagi perempuan lainnya yang berprestasi tinggi dan tidak kalah bersaing dengan laki-laki.
Tidaklah mengeherankan kalau kaum perempuan yang mengerti dan memahami pentingnya ilmu pengetahuan, mereka akan berkompetensi ditengah kaumnya dan berusaha keras mendapat pengetahuan yang benar. Nabi selalu mendorong antusiasme mereka untuk menghadiri setiap majelis ilmunya. Namun yang terpenting adalah kaum perempuan harus belajar tentang pondasi kemanusiaan dan basis pendidikan moral.










BAB III
KESIMPULAN


Kejayaan pendidikan Islam dimulai dengan perkembangan lembaga-lembaga pendidikan Islam non formal diantaranya; kuttab, pendidikan rendah di istana, toko-toko kitab, rumah para ulama, majelis atau salon kesusastraan, badiah(padang pasir,dusun tempat tinggal badwi), rumah sakit, perpustakaan, masjid, dan ribath. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kejayaan pendidikan Islam; adanya lembaga-lembaga formal seperti sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah, terjadinya asimilasi antara bangsa arab dengan bangsa lain yang lebih dahulu maju, dan pengaruhpengaruh dari Persia, India dan pengaruh Hellenisme di masa Abbasiyah. Dari perkembangan lembaga-lembaga serta faktor-faktor yang mempengaruhi kejayaan pendidikan Islam itu sendiri maka lahirlah bentuk-bentuk kejayaan pendidikan islam pada masa klasik diantaranya; Kurikulum, metode pengajaran, kehidupan murid, rihlah ilmiyah, dan wakaf.












DAFTAR PUSTAKA

Abudin nata, 2004. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada ,
Ahmad Ibrahim Syarif, 1972 ..Daulat al-Rasul Fi al – Madinat. Quwait Dar al- Bayan ,
Ahmad Kamaluddin Hilmi, al-Salajiqah fi al-Tarikh wa al-Hadharah (Kuwait: Dar al-Buhuts al- Ilmiyah, tt
Ahmad Syalabi, 1954. The History of Muslim Education .Beirut: Dar al-Kasyaf,
Ahmad Syalaby, sejarah kebudayaan islam, ahli bahasa Al Husna Zikra, Jakarta: 2000
Asma Hasan Fahmi, 1979. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang,
Harun Nasution. 1982.  Pembaruan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang,
Hasan Abd al-'Al, al-Tarbiyah al-hlamiyah Fi al-arni al-Rabi al-Hijri (Beirut: Dar El Fikr Al-Arabi, 1977), h. 213
Hasan Ibrahim hasan, 1964. tarikh al islam, juz I .kairo: maktabah nahdah
Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam al-Siyasi Wa al-Dini Wa al-Tsaqafi Wa al-Ijtimai ,]uz 4 Cet-IV
Hasnun Asrohah, 1999. sejarah pendidikan islam, Jakarta: PT. logos Wacana Ilmu cet. 1,
 http://infolepas.blogspot.com/ 2006/05/eksistensi-dan-perkembangan-lembaga.html (21 Februari 2010). (diakses 23 04 2014)
http://khoiriyatulanifah.blogspot.com/2013/12/kejayaan-pendidikan-islam.html
http://nurkholisalbantani.blogspot.com/2012/09/masa-kejayaan-pendidikan-islam.html
http://nuryandi-cakrawalailmupengetahuan.blogspot.com/2013/01/latar-belakang-sosial-politik-kemajuan_4640.html
Mahmud Yunus, 1989.sejarah pendidikan islam .Jakarta: Hidakarya Agung.
Muhammad Abdul Hamid Isa, 1982. Tarikh al-Ta'limfi al-Andalas Cairo: Dar al-Fikr al-Arabi,
Naji Maruf, 1966. Madaris Makkah .Baghdad: Al- Irsyad,
OAl-Maqrizi, al-Mawaizh wa al-I'tibar bi-Dzikr al-Khithath via al-Atsar  2 Vol., (Beirut: Dar Shadir, t.t.),
Ramayulis, 2010.Ilmu Pendidikan Islam, Cet. 8 Jakarta : Kalam Mulia
Ramayulis, 2012. Sejarah Pendidikan Islam . Bandung: PT. ROSDAKARYA
Richard W. Bulliets, The Patricians oa Nishapur  (Cambridge: Mass Harvard University Press,1972),
Samsul Nizar , 2007.Sejarah Pendidikan Islam (Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta : Putra Grafika.
Zuhairini, (et. al),Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:Bina Aksara,4 Ce t- I,
(Mesir, Maktabah al-Nahdlah, 1967),



[1] http://khoiriyatulanifah.blogspot.com/2013/12/kejayaan-pendidikan-islam.html
[2] http://nuryandi-cakrawalailmupengetahuan.blogspot.com/2013/01/latar-belakang-sosial-politik-kemajuan_4640.html
[3] Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam (Bandung: PT. ROSDAKARYA, 2012), h.
[4] Harun Nasution. Pembaruan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982). h.13
[5] http://nurkholisalbantani.blogspot.com/2012/09/masa-kejayaan-pendidikan-islam.html
[6] Ahmad Ibrahim Syarif, Daulat al-Rasul Fi al – Madinat (Quwait Dar al- Bayan , 1972 ) h. 76
[7]Paparan mengenai sejarah timbulnya madrasah ini lihat tulisan George Makdisi, "The Rise ofColleges: Institutions of Learning In Islam and The West", yang juga dikaji secara mendalam oleh HasanAsari,Menyingkap Zaman Keemasan Islam,hlm 45.

[8]Hasan Asari,ibid., hlm. 46
[9]Zuhairini, (et. al),Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:Bina Aksara,4) Ce t- I,hlm. 100-101.
[10]Hasan Asari, op. cit ,h. 47.
[11] Ahmad Ibrahim Syarif, Daulat al-Rasul Fi al –Madinat ( Quwait Dar al – bayan , 1972), hlm. 76
[12]Ode Abdurrachman, “Eksistensi dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam (Menelusuri Sejarah dan Perkembangannya Masa Abbasiyyah)”,dalam http://infolepas.blogspot.com/ 2006/05/eksistensi-dan-perkembangan-lembaga.html (21 Februari 2010).
[13]Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam al-Siyasi Wa al-Dini Wa al-Tsaqafi Wa al-Ijtimai ,]uz 4 Cet-IV
[14](Mesir, Maktabah al-Nahdlah, 1967), h. 425OAl-Maqrizi, al-Mawaizh wa al-I'tibar bi-Dzikr al-Khithath via al-Atsar 
  2 Vol., (Beirut: Dar Shadir, t.t.), h. 212 dan 380
[15]Richard W. Bulliets, The Patricians oa Nishapur  (Cambridge: Mass Harvard University Press,1972), h. 174 
[16]Naji Maruf, Madaris Makkah (Baghdad: Al- Irsyad, 1966), h. 9.
[17]Bulliet, The Patricians,op. cit ,h. 176
[18]Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam, op. cit  ., h. 425O
[19]Ahmad Kamaluddin Hilmi, al-Salajiqah fi al-Tarikh wa al-Hadharah (Kuwait: Dar al-Buhuts al- Ilmiyah, tt), h. 375
[20]Hasan Abd al-'Al, al-Tarbiyah al-hlamiyah Fi al-arni al-Rabi al-Hijri (Beirut: Dar El Fikr Al-Arabi, 1977), h. 213
[21] Samsul Nizar ,Sejarah Pendidikan Islam (Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia). (Jakarta : Putra Grafika, 2007) , h. 121
[22]Hasan Asari mengatakan bahwa Ahmad Amin tidak mengungkapkan secara jelas mengenai  penelidannya terhadap keabsahan penelidannya mengenai Madrasah Nizham al-Mulk dalam bukunyaDhuha al-Islam. Amin tidak memberikan informasi bibliografis  dari kutipannya untuk pelacakan lebihlanjutnya mengenai penelidannya, lihat Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam, op. cit  , h. 48
[23]Ahmad Syalabi, The History of Muslim Education (Beirut: Dar al-Kasyaf, 1954), h. 60-61.


[24]Muhammad Abdul Hamid Isa,Tarikh al-Ta'limfi al-Andalas (Cairo: Dar al-Fikr al-Arabi, 1982) h. 387.

[25] Abudin nata, Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta : Raja Grafindo Persada , 2004 ) h, 65

[26] Asma Hasan Fahmi, sejarah dan filsafat pendidikan islam, ahli bahasa Ibrahim Hasan, Jakarta: bulan bintang, hal. 30
[27] Mahmud Yunus, sejarah pendidikan islam (Jakarta: Hidakarya Agung, 1989), hal. 39
[28] Hasan Ibrahim hasan, tarikh al islam, juz I (kairo: maktabah nahdah, 1964), hal. 204
[29] Ahmad Syalaby, sejarah kebudayaan islam, ahli bahasa Al Husna Zikra, (Jakarta: 2000) hal.266
[30] Hasnun Asrohah, sejarah pendidikan islam, (Jakarta: PT. logos Wacana Ilmu cet. 1, 1999) hal. 21

[32] Siti Sakinah perempuan mahir yang selalu didatangi oleh para ahli syair dari setiap penjuru negeri, jika diadakan perlombaan syair maka Siti Sakinah yang akan menetapkan mana syair terbaik sehingga ahli syair dan sastra sering mengadakan pertemuan dirumahnya
[33] Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979) h. 180
[34] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. 8 (Jakarta : Kalam Mulia/ 2010) h. 41-42

Postingan populer dari blog ini

HUKUM PERNIKAHAN LINTAS AGAMA

Makna Hadis tentang "Setiap Anak Terlahir Dalam Keadaan Fitrah"

BERBAGI PERAN