PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN ANAK – ANAK DAN REMAJA
A.
Latar
Belakang
Manusia adalah
merupakan makhluk yang diciptkan dengan
berbagai kebutuhan baik itu kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani untuk
melangsungkan hidup dan kehidupannya. Kebutuan-kebutuhan itu ada yang sifatnya
apabila tidak dipenuhi bisa berpengaruh pada kehidupan.Berkenaan dengan
kebutuhan jasmani dan rohani itu ada suatu kebutuhan yang yang bersifat
universal atau setiap manusia mempunyai kebutuhan tersebut atau dengan kata
lain suatu kebutuhan yang sudah merupakan kodrati.
Kebutuhan itu adalah kebutuhan akan
agama yakni berupa keinginan untuk mencintai dan dicintai Tuhan. Karena dengan
adanya kebutuhan ini manusia akan mengetahui siapa dirinya sesungguhnya, dan
untuk apa dia diciptakan.Jadi, kebutuhan agama perlu ditanamkan pada usia
tertentu, agar kelak manusia itu mempunyai suatu pemahaman tentang agama yang
baik nantinya. Usia yang baik atau perkembangan jiwa beragama ini agar lebih
jelasnya pemakalah akan mencoba menguraikannya dalam makalah yang sederhana
ini.
Ada Sekolompok
ahli yang berpendapat bahwa timbulnya jiwa keagamaan itu dari lingkungan,
karena anak dilahirkan bukanlah sebagai makhluk yang religious. Menurut pendapat ini, anak yang baru
dilahirkan lebih mirip binatang dan bahkan anak seekor kera lebih bersifat
kemanusiaan daripada bayi manusia itu sendiri.
Ada pula sekolompok ahli yang berpendapat bahwa anak sejak
dilahirkan telah membawa fitrah keagamaan. Namun fitrah ini baru berfungsi
dikemudian hari setelah melalui proses bimbingan dan latihan.[1]
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
saja motivasi manusia untuk beragama ?
2. Apa
saja teori tentang sumber kejiwaan agama ?
3. Bagaimana
proses timbulnya jiwa keagamaan pada anak – anak ?
4. Bagaimana
perkembangan agama pada anak – anak ?
5. Bagaimana
sifat – sifat agama pada anak – anak ?
6.
Bagaimana
perkembangan Jiwa Keagamaan pada Remaja ?
7. Apa
konflik dan keraguan beragama pada remaja ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui
motivasi manusia dalam beragama
2. Mengetahui
teori tentang sumber kejiwaan agama
3. Mengetahui
proses timbulnya jiwa keagamaan pada anak – anak
4. Mengetahui
perkembangan agama pada anak – anak
5. Mengetahui
sifat – sifat agama pada anak – anak
6. Mengetahui
perkembangan Jiwa keagamaan pada remaja
7. Mengetahui
konflik dan keraguan beragama pada remaja
BAB II
PEMBAHASAN
A. Motivasi manusia dalam beragama
Dalam
diri manusia memiliki fitrah atau naluri untuk mengenal Allah SWT, mempercayai
( al- iman ) , mengesakan ( at – tauhid ), mendekatkan
diri ( at – taqarrub ) dengan
berbagai aktivitas penghambaan diri ( al-‘badah ) dan meminta
perlindungan atau pertolongan ketika menghadapai bahaya. Al – Qur’an
mengisyaratkan fitrah ini sebagai motivasi beragama.
Firman
Allah SWT :
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pkön=tæ 4 w @Ïö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 Ï9ºs ÚúïÏe$!$# ÞOÍhs)ø9$# ÆÅ3»s9ur usYò2r& Ĩ$¨Z9$# w tbqßJn=ôèt ÇÌÉÈ
“ 30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan
Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[1168] [2]”
(
QS. Ar – Rum [30] : [30] )
Ayat Al – Qur’an ini kemudian oleh
seseorang penafsir terkemuka , imam al – Qurthubi . Beliau mengatakan bahwa
dalam proses penciptaan dan pembentukan manusia terdapat proses pemberian
fitrah ini agar dapat mengetahui keindahan semua ciptaan Allah SWT .
Berdasarkan pengetahuan tersebut manusia dengan fitrahnya dapat membuktikan
keberadaan-Nya serta mempercayai dan mengesakan-Nya. [3]
Allah SWT berfirman :
øÎ)ur xs{r& y7/u .`ÏB ûÓÍ_t/ tPy#uä `ÏB óOÏdÍqßgàß öNåktJÍhè öNèdypkôr&ur #n?tã öNÍkŦàÿRr& àMó¡s9r& öNä3În/tÎ/ ( (#qä9$s% 4n?t/ ¡ !$tRôÎgx© ¡ cr& (#qä9qà)s? tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# $¯RÎ) $¨Zà2 ô`tã #x»yd tû,Î#Ïÿ»xî ÇÊÐËÈ
“. Dan (ingatlah), ketika
Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku
ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami
menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", ( QS. Al – A’raf : [ 7 ] : [172 ] )
Dalam ayat Al – Qur’an ini , Allah
SWT menjelaskan bahwa Dia menciptakan perjanjian ( al – mitsaq ) kepada seluruh
keturunan anak Adam AS dan menyaksikan sikap ketuhanan mereka terhadap diri-Nya
. Perjanjian ini disepakati ketika mereka masih berada di alam penaburan ,
sebuah wujud alam sebelum mereka diciptakan di muka bumi ( alam dunia ) . Pada
hari kiamat kelak perkanjian ini akan menjadi saksi yang akan membantah alas an
kelalaian mereka dalam menuhankan Allah SWT . Ayat Al – Qur’an ini pun
menunjukkan bahwa manusia sejak dilahirkan memiliki fitrah atau kesiapan
alamiah untuk mengenal, mempercayai, dan mengesakan Allah SWT. [4]
Rasulullah SAW menjelaskan bahwa
manusia dilahirkan berdasarkan fitrah dan agama yang lurus. Diriwayatkan dari
Abu Hurairah RA mengatakan bahwa Nabi SAW pernah berkata :
“Tidak ada orang yang dilahirkan ( di
dunia ) kecuali dalam keadaan fitrah . Maka orang tualah yang akan
menjadikannya Yahudi , Nasrani , atau Majusi . Sebagaimana binatang ternak yang
telah melahirkan anak – anaknya , apakah engkau membersihakan unta yang
termasuk binatang ternak ? “ Kemudian Abu Hurairah RA mengatakan , “ Bacalah jika kalian semua
menghendakinya : ( tetaplah diatas ) fitrah Allah SWT Yang telah menciptakan
manusia menurut fitrahnya itu . ” [5]
Dalam
hadis ini, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa anak yang baru dilahirkan senantiasa
dalam keadaan fitrah ( memiliki kesiapan alamiah ). Yang dimaksudkan dengan
fitrah di sisini tidak lain ialah sikap keberagamaan yang lurus ( ad – din
al – hanif . Hanya saja , seorang anak manusia terkadang dapat dipengaruhi
oleh perilaku kedua orang tuanya , bahkan dapat dipengaruhi oleh faktor
pendidikan dan budaya , faktor lingkungan
yang melingkupinya . Oleh karena itu setiap orang tua mempunyai peranan
sangat penting dalam menentukan arah kefitrahan anaknya , apakah orang tua
mengarahkan anaknya untuk meyakini agama Yahudi, Nasrani , atau Majusi .
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa orang tua mempunyai peran yang dapat melemahkan
atau menguatkan fitrah yang dimiliki oleh seseorang sejak dilahirkan . Fitrah
ini digambarkan oleh Rasulullah SAW seperti binatang ternak yang melahirkan
anak dengan selamat tanpa cacat . Pada dasarnya fitrah manusia sulit dinodai
oleh perilaku menyimpang yang ada disekitar kehidupan sosialnya . Namun
demikian , ia tetap memerlukan proses pengembangan dirinya . Dalam konteks ini
, Rasulullah SAW berkata dalam hadis lain :
“Setiap
manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah sehingga dari fitrah inilah lisannya
dapat berbicara bahasa Arab , kedua orangtuanyalah yang menjadikan mereka
Yahudi atau Nasrani “(HR.Ahmad ) [6].
Seorang
anak manusia yang baru dilahirkan sesungguhnya memiliki kesiapan alamiah untuk
mempercayai Tuhan dan mengesakan-Nya .
Hanya saja kesiapan alamiah ini membutuhkan pengajaran , pengarahan
,bimbingan dari berbagai pihak yang peduli untuk memerhatikan pendidikan anak
sehingga kesiapan alamiah ini tumbuh dan berkembang dengan baik .
Kedua
hadis yang telah ada diatas mengisyaratkan bahwa proses pendidikan dapat
mengarahkan seorang anak mempelajari agama Islam, Yahudi, atau Kristen. Hal ini
karena agama merupakan fitrah yang mendasar bagi setiap manusia didunia ini.
Namun demikian , fitrah ini harus terus dikembangakan dalam lingkungan
sekitarnya. Rasulullah SAW mengisyaratkan kenyataan ini pada suatu hadis yang
diriwayatkan oleh Hudzaifah bin Yaman RA, ia berkata :
“Rasulullah
SAW pernah berkata kepada kami dua perkataan ( hadis) ; saya melihat senidiri salah satu hadis itu dan
saya menunggu hadis keduanya . Beliau mengatakan kepada kami bahwa amanah itu
diturunkan pada relung hati setiap manusia ; kemudian Al – Qur’an diturunkan ,
maka belajarlah dari Al – Qur’an dan belajarlah dari sunah “ [7]
Hadis
ini menjelaskan bahwa amanah tersebut dapat bermakna akidah tauhid dan
penghambaan diri kepada Allah SWT . Fitrah ini sudah ada dalam relung hati
manusia sejak dilahirkan . Namun demikian , fitrah ini membutuhkan pengembangan
melalui proses pembelajaran dalam lingkungan sosial . Membaca AL – Qur’an dan
sunah Nabi SAW meruapkan jalan terbaik untuk memunculkan , menumbuhkan , dan
mengokohkan kesiapan fitrah manusia ini.
Membimning
anak – anak secara benar menyikapi fenomena lingkungan sosial secara dini dapat
meningkatkan intensitas keimanan ( akidah tauhid ) dari bentuk penyimpangan .
Melalui tradisi dan budaya islam kita dapat mengarahkan seorang anak memiliki
loyalitas terhadap pesan universal Al – Qur’an dan sunah Rasulullah SAW.
Bimbingan orang tua yang tidak tepat atau anak berada di lingkungan masyarakat
yang tidak memiliki loyalitas terhadap ajaran universal islam , dapat mengakibatkan
dampak buruk pada perkembangan jiwa anak .
Anak
tersebut akan mudah dipengaruhi berbagai bentuk tradisi dan pemikiran yang
tidak sesuai dengan prinsip ajaran islam dan akidah tauhid. Rasulullah SAW
menjelaskan bahwa pengaruh setan dapat mendorong manusia melakukan aktivitas
yang menyimpang dari ajaran agamanya. Diriwayatkan dari ‘ayyad bin Khammar ,
bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda :
“Sesungguhnya
Tuhanku menyuruhku untuk mengajari kalian semua tentang apa yang tidak
kalian ketahui dari apa yang Dia ajarkan
kepadaku hari ini : “Setiap hartanya yang telah Aku berikan kepada seorang
hamba itu halal dan sesungguhnya Aku telah menciptakan hamba-Ku dalam keadaan
lurus ( al – khunafa’) . Namun mereka didatangi setan yang menganggu sikap agama
mereka , dan apa yang tidak aku turunkan kekuasaannya , setan itu menyuruh
mereka untuk menyekutukan Aku “ .
Rasulullah
SAW menjelaskan melalui hadis ini bahwa Allah SWT menciptakan manusia berada
dalam agama yang lurus ( ad –din al hanif ) . Dengan makna lain , Allah
SWT menciptakan kesiapan alami pada manusia untuk mengenal diri-Nya ,
memepercayai , mngesakan , dan pasrah kepada – Nya . Hanya saja , setan itu
mempengaruhi dan menjauhi manusia dari jalan yang benar , yang sejak lahir
dibangun oleh fitrahnya . Setan itu bahkan akan menarik mereka untuk berbuat
syirik kepada Allah SWT , menghalalkan sesuatu yang Allah SWT haramkan bagi
mereka , dan mengharamkan sesuai yang Allah SWT halal bagi mereka.
B.
Teori tentang sumber kejiwaan agama
1. Teori Monistik : (Mono=Satu)
Teori
monistik berpendapat, bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu adalah satu
sumber kejiwaan. Selanjutnya sumber tunggal manakah yang dimaksud yang paling
dominan sebagai sumber kejiwaan itu timbul beberapa pendapat, yaitu yang dikemukakan
oleh :
a.
Thomas Van Aquino
Sesuai dengan masanya Thomas Aquino mengemukakan,
bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu, ialah berpikir. Manusia ber-Tuhan
karena manusia menggunakan kemampuan berpikirnya. Kehidupan beragama merupakan
refleksi dari kehidupan berpikir manusi itu sendiri. Pandangan semacam ini
masih tetap mendapat tempatnya hingga sekarang di mana para ahli mendewakan
rasio sebagai satu-satunya motif yang menjadi sumber agama.
b.
Fredick Hegel
Hampir sama dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Thomas Van Aquino, maka filosof Jerman ini berpendapatk agama adalah suatu
pengetahuan yang sungguh-sungguh benar dan tempat kebenaran abadi. Berdasarkan
hal itu agama semata – mata merupakan hal – hal atau persoalan berhubungan
dengan pikiran .
c.
Fredrick Schleimacher
Berlainan dengan pendapat kedua ahli di atas, maka
F. Schleimacher berpendapat, , bahwa menjadi sumber keagamaan itu adalah rasa
ketergantungan yang mutlak ( sense of depend ) . Dengan adanya rasa
ketergantungan yang mutlak ini manusia merasakan dirinya lemah. Kelemahan ini menyebabkan manusia
selalu tergantung hidupnya dengan suatu kekuasaan yang berada di luar dirinya. Berdasarkan rasa ketergantungan
itulah timbul konsep tentang Tuhan.Manusia merasa tak berdaya menghadapi
tantangan alam yang selalu dialaminya, makanya mereka menggantung harapannya
kepada suatu kekuasaan yang mereka anggap mutlak adanya . Berdasarkan konsep
ini timbullah upacara untuk meminta perlindungan kepada kekuasaan yang diyakini
dapat melindungi mereka . Rasa ketergantungan yang mutlak ini dapat dibuktikan
dalam realitas upacara keagamaan dan pengabdian penganut agama kepada kekuasaan yang mereka namakan Tuhan.
d.
Rudolf Otto
Menurut pendapat tokoh ini sumber kejiwaan agama
adalah rasa kagum yang berasal dari The Wholly Other( yang sama sekali
lain ) . Jika seseorang dipengaruhi rasa kagum terhadap sesuatu yang
dianggapnya lain dari yang lain , maka keadaan mental seperti itu di istilahkan
oleh R. Otto numinous , perasaan yang
semacam itulah yang menurut pendapatnya sebagai sumber dari kejiwaan agama pada
manusia . Walaupun factor – factor lainnya diakui pula oleh R. Otto namun ia
berpendapat numinous merupakan sumber akal.
e.
Sigmund Freud
Pendapat S. Freud uneur kejiawaan yang menjadi
sumber kejiwaan agama ialah libido sexual ( naluri seksual ) . Berdasarkan
libido ini timbullah ide tetnag ke Tuhanan dan upacara keagamaan setelah
melalui proses :
1) Pedipoes
Complex :
Mitos Yunani kuno yang meneceritakan bahwa karena perasaan
cinta kepada ibunya , maka Oedipoes membunuh ayahnya. Kejadian yang demikian
itu berawal dari manusia primitif . Mereka bersekongkol untuk membunuh ayah
yang berasal dalam masyarakat promiscuitas . Setelah ayah mereka mati ,
maka timbullah rasa berasal ( sense of guilt ) pada diri anak – anak
itu.
2) Father
Image ( Citra Bapak )
Setelah mereka membunuh ayah mereka dan dihantui
oleh rasa bersalah itu, timbullah rasa penyesalan. Perasaan itu menerbitkan ide
untuk membuat suatu cara sebagai penebus kesalahan mereka yang telah mereka
lakukan . Timbullah keinginan untuk memuja arwah ayah yang telah mereka bunuh
tersebut. Realisasi dari pemujaan itulah menurutnya sebagai asal dari upacara
keagamaan . Jadi menurut freud , agama muncul dari ilusi ( khayalan ) manusia. Sigmun
Freud bertambah yakin akan kebenaran pendapatnya itu berdasarkan kebencian
setiap agama terhadap dosa. Dan di lingkungannya yang beragama Nasrani, Freud
menyaksikan kata “Bapak “ dalam untaian doa mereka .
f. William
Mac Dougall
Sebagai salah seorang ahli
psikologi instink , ia berpendapat bahwa memang instink khusus sebagai sumber
agama tidak ada. Ia berpendapat sumber kejiawaan agama merupakan kumpulan dari
beberapa instink . Menurut Mac Dougall, pada diri manusia terdapat 14 macam instink.
Maka agama timbul dari dorongan instink secara terintegrasi . Namun demikian
teori instink agama ini banyak mendapat bantahan dari para ahli psikologi
agama. Alasannya , jika agama merupakan instink , maka setiap manusia tanpa
harus belajar agama pasti akan terdorong secara spontan ke gereja , begitu
mendengar bunyi lonceng gereja. Tetapi kenyataannya tidak demikian.
2. Teori Fakulti (Faculty Theory)
Teori ini berpendapat bahwa
tingkah laku manusia tidak bersumber pada suatu faktor yang tunggal tetapi terdiri atas beberapa
unsure, antara lain yang dianggap memegang peranan penting adalah : fungsi
cipta (reason), rasa (emotion) dan karsa (will).
Demikian pula perbuatan manusia
yang bersifat keagamaan dipengaruhi dan ditentukan oleh tiga fungsi tersebut :
a)
Cipta (reason) berperanan untuk menentukan benar atau tidaknya ajaran
suatu agama berdasarkan pertimbangan intelek seseorang.
b)
Rasa(emotion) menimbulkansikap batin yang seimbang dan positif dalam
menghayati kebenaran ajaran agama.
c)
Karsa (will) menimbulkan amalan-amalan atau doktrin keagamaan yang benar
dan logis.
3. Beberapa Pemuka Teori
Fakulti
a) G.M
Staron
G.M Staron mengemukakan teori “konflik” . Ia mengatakan bahwa yang menjadi
sumber kejiwaan agama adalah adanya konflik dalam kejiwaan manusia. Keadaan
yang berlawanan seperti : baik – buruk , moral – immoral , kepasifan , rasa
rendah diri dan rasa harga diri menimbulkan pertentangan (konflik) dalam diri
manusia. Dikotomi ( serba dua ) termasuk menimbulkan rasa agama dalam diri
manusia. Adanya dikotomi itu merupakan kenyataan dalam kehidupan jiwa manusia.
Konflik selain dapat membawa kemunduran ( kerugian ) tetapi ada juga dalam
kehidupan sehari – hari konflik yang membawa kearah kemajuan, seperti konflik
dalam ukuran moral dan ide – ide keagamaan dapat menimbulkan pandangan baru.
Jika konflik itu sudah demikian mencekam manusia
dan mempengaruhi kehidupan kejiwaannya, maka manusia itu mencari
pertolongan kepada suatu kekuasaan yang tertinggi (Tuhan) .
Seperti Sigmund Freud berpendapat bahwa dalam setiap organis terdapat dua
konflik kejiwaan yang mendasar :
1). Life – urge : ialah
keinginan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dari keadaan yang terdahulu
agar terus berlanjut
2). Death – urge : ialah
keinginan untuk kembali kekeadaan semula sebagai benda mati ( anorganis).
Selanjutnya G.M Straton berpendapat konflik yang positif
tergantung atas adanya dorongan pokok yang merupakan dorongan dasar ( basic
– urge ) , sebagai keadaan yang menyebabkan timbulnya konflik tersebut
. Melanjutkan peendapat tersebut
kemudian dalam penerapannya W.HClark berpendapat berdasarkan keinginan dasar
yang dikemukakan oleh Sigmund Freud itu berpenadapat , bahwa ekspresi dari
pertentangan antara death urge dan life – urge merupakan sumber kejiwaan agama
dalam diri manusia.
Jadi dalam hal ini W.H Clark menggabungkan pendapat antara
G.M Straton dengan teori konfliknya dan teori Sigmund Freud dominasi antara
life-urge dan death – urge .
Dalam kenyataan kehidupan keagamaan kita dapat melihat
adanya dorongan life – urge ini secara positif hingga para pemeluk agama
mengamalkan agamanya dengan penuh keikhlasan dalam hidupnya , didorong oleh
kekuatannya akan death – urge ( hari akhir ) . Di dunia mereka memperluhur budi
agar disenangi manusia dan Tuhan sehingga diharapkan akan berumur panjang (
life – urge ) serta jika meninggal nantinya akan mendapat tempat secara wajar
di sisi Tuhannya ( detah – urge ).
Life – urge membawa penganut agama kea rah pandangan yang
positif dan liberal sedangkan death – urge membawa kea rah sikap pasif dan
konservativisme ( jumud ) . Menurut penelitian W.H Clark 58 % dari hymne
gerejani mencerminkan keinginan dan harapan bagi kesenangan hidup di akhirat.
Irama yang demikian menyebabkan kecenderungan ajaran agama Nasrani kea rah
konservatif . Ini merupakan salah satu penyebab timbulnya reformasi dan lain
sebagainya.
b) Zakiah
Daradjat
Dr. Zakiah Daradjat berpendapat bahwa pada diri manusia itu terdapat
kebutuhan pokok. Beliau mengemukakan, bahwa selain dari kebutuhan jasmani dan
kebutuhan rohani manusia pun mempunyai suatu kebutuhan akan adanya kebutuhan
akan keseimbangan dalam kehidupan jiwanya agar tidak mengalami tekanan.
Unsur-unsur kebutuhan yang dikemukakan yaitu :
1. Kebutuhan
akan rasa kasih sayang; kebutuhan yang menyebabkan manusia mendambakan rasa
kasiha. Sebagai pernyataan tersebut dalam bentuk negatifnya dapat kita lihat
dalam kehidupan sehari-hari, misalnya : mengeluh, mengadu, menjilat kepada
atasan mengambinghitamkan orang dan lain sebagainya.
Akibat dari tidak terpenuhinya kebutuhan ini maka akan timbul gejala
psiko-somatis misalnya ; hilang nafsu makan, pesimis, keras kepala, kurang
tidur dan lain-lain.
2. Kebutuhan
akan rasa aman; kebutuhan yang mendorong manusi mengharapkan adanya
perlindungan. Kehilangan rasa aman ini akan mengakibatkan manusia sering
curiga, nakal, mengganggu, membela diri, mengguakan jimat-jimat dan lain-lain.
Kenyataan dalam kehidupan ialah adanya kecenderungan manusia mencari perlindungan
dari kemungkitan gangguan terhadap dirinya, misalnya: system perdukunan,
pertapaan dan lain-lain.
3. Kebutuhan
akan rasa harga diri, kebutuhan yang bersifat individual yang mendoron manusia
agar dirinya dihormati dan diakui oleh orang lain. Dalam kenyataan terlihat
mislnya; sikap sombong, ngambek, sifat sok tahu dan lain-lain. Kehilangan rasa
harga diri ini akan mengakibatkan tekanan batin, misalnya sakit jiwa: delusi
dan illusi.
4. Kebutuhan
akan rasa bebas: kebutuhan yang menyebabkan seseorang bertindak secara bebas,
untuk mencapai kondisi dan situasi rasa lega.
5. Kebutuhan
akan rasa sukses: kebutuhan manusia yang menyebabkan ia mendambakan rasa
keinginan untuk dibina dalam bentuk penghargaan terhadap hasil karyanya. Jika
kebutuhan akan rasa sukses ini ditekan, maka seseorang yang mengalami hal
tersebut akan kehilangan harga dirinya.
6. Kebutuhan
akan rasa ingin tahu (mengenal); kebutuhan yang menyebabkan manusia selalu
meneliti dan menyelidiki sesuatu. Jika kebutuhan ini diabaikan akan
mengakibatkan tekanan batin, oleh karena itu kebutuhan ini harus disalurkan
untuk memenuhi pemuasan pembinaan pribadinya.
Menurut Dr. Zakiah Darajat selanjutnya gabungan dari keenam macam
kebutuhan tersebut menyebabkan orang memerlukan agama. Melalui agama
kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat disalurkan. Dengan melaksanakan ajaran agama
secara baik maka kebutuhan akan rasa kasih saying, rasa aman, rasa harga diri,
rasa bebas, rasa sukses dan rasa ingin tahu akan terpenuhi.
c) W.H
Thomos
Melalui teori The Four Wishes- nya ia
mengemukakan , bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah empat macam
keinginan dasar yang ada dalam jiwa manusia , yaitu :
1.
Keinginan untuk keselamatan (
security )
keinginan ini tampak jelas dalam
kenyataan manusia untuk memperoleh perlindungan atau penyelamatan dirinya baik
berbentuk biologis maupun nonbiologis. Misalnya mencari makan, perlindungan
diri dan lain sebagainya.
2.
Keinginan untuk mendapat
pengharagaan ( recognition ).
Keinginan ini merupakan dorongan
yang menyebabkan manusia mendambakan adanya rasa ingin dihargai dihargai dan
dikenal orang lain . Ia mendambakan dirinya untuk selalu menjadi orang
terhormat dan dihormati.
3.
Keinginan untuk ditanggapi ( response
).
Keinginan ini menimbulkan rasa ingin mencinta dan dicintai dalam
pergaulan .
4.
Keinginan akan pengetahuan atau
pengalaman baru ( new experience ) .
Keinginan
ini menyebabkan manusia mengeksploitasi dirinya untuk mengenal sekelilingnya
dan mengembangkan dirinya. Manusia pada dasarnya selalu cepat bosan dan jemu
terhadap sesuatu dan hal – hal yang selalu ada disekelilingnya . Mereka selalu
ingin mencari dan mengetahui sesuatu yang tak tampak dan berapa di luar
dirinya.
Didasarkan
atas keempat keinginan dasar itulah pada umumnya manusia itu menganut agama
menurut W.H Thomas . Melalui ajaran agama yang tertur , maka keempat keinginan
dasar itu akan tersalurkan. Dengan menyebabkan dan mengabdi diri kepada Tuhan
keinginan untuk keselamatan akan terpenuhi.
Pengabdian
menimbulkan perasaan mencintai dan dicintai. Demikian pula keinginan untuk
mendapat penghargaan maka ajaran agama mengindoktrinasikan konsep akan adanya
balasan begi setiap amal, baik dan buruk. Juga agama memberi penghargaan kepada
penganutnya yang setia dan ikhlas melebihi penganut awam lainnya ( ingat kaum
ulama , pendeta atau pemimpin lainnya ). Kharisma para pimpinan keagamaan
merupakan ganjaran batin (remuneration) dalam kehidupan seorang penganut
agama yang mereka dambakan berdasarkan keinginan untuk dihargai (recognation) . Selanjutnya penelitian dan penelaahan
ajaran – ajaran keagamaan dapat menyalurkan kebutuhan manusia akan keinginan
terhadap pengalaman dan pengetahuan manusia akan keinginan terhadap pengalaman
dan pengetahuan yang baru ( ingat para mujaddid dan reformer ).
C. Timbulnya jiwa Keagamaan pada anak
Manusia dilahirkan dalam keadaan
lemah, fisik maupun psikis. Walaupun dalam keadaan yang demikian ia telah
memiliki kemampuan bawaan yang bersifat laten. Potensi bawaan ini memerlukan
pengembangan melalui bimbingan dan pemeliharaan yang mantap lebih-lebih pada
usia dini.
Sesuai dengan prinsip
pertumbuhannya maka seorang anak menjadi dewasa memerlukan bimbingan sesuai
dengan prinsip yang dimilikinya, yaitu :
1) Prinsip
Biologis
Secara
fisik anak yang baru dilahirkan dalam keadaan lemah. Dalam segala gerak dan
tindak tanduknya ia selalu memerlukan bantuan dari orang-orang dewasa
sekelilingnya. Dengan kata lain ia belum dapat berdiri sendiri karena manusia
bukanlah merupakan makhluk instinktif. Keadaan tubuhnya belum tumbuh secara
sempurna untuk difungsikan secara maksimal.
2) Prinsip
tanpa daya
Sejalan
dengan belum sempurnanya pertumbuhan fisik dan psikisnya maka anak yang baru
dilahirkan hingga menginjak usia dewasa selalu mengharapkan bantuan dari orang
tuanya. Ia sama sekali tidak berdaya untuk mengurus dirinya sendiri.
3) Prinsip
Eksplorasi
Kemantapan dan kesempurnaan perkembangan potensi manusia yang dibawanya
sejak lahir baik jasmani maupun rohani memerlukan pengembangan melalui
pemeliharaan dan latihan. Jasmaninya baru akan berfungsi secara sempurna jika
dipelihara dan dilatih. Akal dan fungsi mental lainnya pun baru akan menjadi
baik dan berfungsi jika kematangan dan pemeliharaan serta bimbingan dapat
diarahkan kepada pengeksplorasian perkembangannya
Kesemuanya itu tidak dapat dipenuhi secara sekaligus melainkan melalui pentahapan. Demikian juga
perkembangan agama pada diri anak. Oleha krena itu timbul pertanyaan
a. Darimanakah timbulnya agama pada
diri anak itu ?
b. Bagaimanakah bentuk dan sifat agama
yang ada pada anak – anak itu ?
Menurut
beberapa ahli anak dilahirkan bukanlah sebagai makhluk yang religius . Anak
yang baru dilahirkan lebih mirip binatang dan malahan mereka mengatakan anak
seekor kera lebih bersifat kemanusiaan dari pada bayi manusia itu sendiri.
Selain itu ada pulang yang berepndapat sebaliknya bahwa anak sejak dilahirkan
membawa fitrah keagamanaan . Fitrah itu baru berfungsi dikemudian hari melalui proses bimbingan dan latihan setelah
berada pada tahap kematangan.
Menurut tinjauan pertama bayi dianggap
sebagai manusia dipandang dari segi bentuk dan bukan kejiwaan . Apabila bakat
lamenter bayi lambat bertumbuh dan matang maka agak sukarlah untuk melihat
keagamaan pada dirinya . Meskipun demikian ada yang berpendapat bahwa tanda –
tanda keagamaan pada dirinya tumbuh terjalin secara integral dengan
perkembangan fungsi – fungsi kejiwaan lainnya. Jika demikian maka apakah factor
yang dominan dalam perkembangan ini ? D alam
pemabahasan masalah tersebut marilah kita temukan beberapa teori mengenai
pertumbuhan agama pada anak itu antara lain :
(1) Rasa Ketergantunagn (Sense Of
Depende)
Teori ini
dikemukakan oleh Thomas melalui teori Four Wises. Menurutnya manusia
dilahirkan kedunia ini memiliki empat keinginan yaitu : keinginan untuk
perlindungan (security ), keinginan akan pengalaman baru ( new
experience ) , keinginan untuk mendapat tanggapan (respon ) dan
keinginan untuk dikenal (recognition). Berdasarkan kenyataan dan
kerjasama dari keempat keinginan tersebut , maka bayi sejak dilahirkan hidup
dalam ketergantungan .Melalui pengalaman – pengalaman yang diterima dari
lingkungan itu kemudian terbentuklah rasa keagamaan pada diri anak.
(2) Instink Keagamaan
Menurut
Woodworth , bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa instink diantaranya
instink keagamaan. Belum terlihatnya tindak keagamaan pada diri anak karena
beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya instink itu
belum sempurna . Mislanya instink sosial pada anak sebagai potensi bawaannya
sebagai makhluk homo socius , baru akan berfungsi setelah anak dapat
bergaul dan berkemampuan untuk berkomunikasi . Jadi instink sosial itu
tergantung dari kematangan fungsi lainnya. Demikian pula instink kegamanaan.
Bantahan
terhadap pendapat ini dikemukakan oleh lawannya dengan mengemukakan sanggahan
.:
Kalau
anak sudah memiliki instink keagamaan mengapa orang tidak menghayati secara
otomatis ketika mendengar lonceng gereja dibunyikan ? selain dari pada itu
kenapa terdapat perbedaan agama di dunia ini ? Bukankah cara berenang itik dan
cara burung membuat sarang yang didasarkan pada tingkah laku instink akan sama
caranya di setiap penjuru dunia ini
D.
Perkembangan Agama pada anak – anak
Menurut
penelitian Ernest Harms perkembangan agamanya anak – anak itu melalui
beberapa fase ( tingkatan ) . Dalam bukunya The Development of religious on
Children ia mengatakan bahwa
perkembangan agama pada anak – anak itu melalului tiga tingkatan yaitu :
1.
The Fairy Tale Stage ( Tingkatan Dongeng )
Tingkatan ini dimulai pada anak yang
berusia 3 – 6 tahun . Pada tingkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak
dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Pada tingkat perkembangan ini anak
menghayati konsep ke-Tuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya
. Kehidupan masa ini masih banyak dipengaruhi kehidupan fantasi hingga dalam
menanggapi agamapun anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh
dongeng – dongeng yang kurang masuk akal.
2.
The Realistic Stage ( Tingkatan Kenyataan )
Tingkatan ini dimulai sejak anak
masuk Sekolah Dasar hingga sampai ke usia ( masa usia) adolesense. Pada masa ini ide ke-Tuhanan anak sudah
mencerminkan konsep – konsep yang berdasarkan kepada kenyataan (realis) .
Konsep ini timbul melalui lembaga – lembaga keagamaan dan pengajaran dari orang
dewasa lainnya. Pada masa ini ide keagamaan pada anak didasarkan atas dorongan
emosional , hingga mereka dapat melahirkan konsep Tuhan yang formalis .
Berdasarkan hal itu maka pada masa ini anak – anak tertarik dan senang kepada
lembaga keagamaan yang mereka lihat yang dikelola oleh orang dewasa dalam
lingkungan mereka . Segala bentuk tindak (amal ) keagamanaan mereka ikuti dan
mempelajarinya dengan penuh minat.
3.
The Individual Stage ( Tingkat Individu )
Pada tingkat ini anak telah memiliki
kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka .
Konsep keagamaan yang individalistis ini terbagi atas tiga golongan , yaitu :
a) Konsep kr-Tuhanan yang konvemsional
dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal tersebut
disebabkan oleh pengaruh luar.
b). Konsep ke –Tuhanan yang lebih murni yang dinyatakan
dalam pandangan yang bersifat personal ( perorangan ).
c). Konsep ke-Tuhanan yang bersifat humanistic. Agama telah
menjadi etos humanis pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama. Perubahan
ini setiap ktingkatan dipengaruhi oleh factor intern yaitu perkembangan usia dan factor ekstern
berupa pengaruh luar yang di alaminya.
E.
Sifat – sifat agama pada anak – anak
Memahami konsep keagamaan pada anak – anak berarti memahami
sifat agama pada anak – anak. Sesuai dengan ciri yang mereka miliki maka sifat
agama pada anak – anak tumbuh mengikuti pola ideas concept on outhority . Ide
keagamaan pada anak hamper sepenuhnya autoritarius , maksdunya konsep keagamaan
pada diri mereka dipengaruhi oleh faktor dari luar diri mereka . Hal tersebut
dapat dimengerti karena anak sejak usia muda telah melihat , mempelajari hal –
hal yang berada diluar diri mereka.
Mereka telah melihat dan mengikuti apa – apa yang dikerjakan
dan diajarkan orang dewasa dan orang tua mereka tetang sesuatu yang berhubungan
kemaslahatan agama . Orang tua mempunyai pengaruh terhadap anak sesuai dengan
prinsip eksplorasi yang mereka miliki. Dengan demikian ketaatan kepada ajaran
agama merupakan kebiasaan yang menjadi milik mereka yang mereka pelajari dari
para orang tua maupun guru mereka.
Bagi mereka sangat mudah untuk menerima ajaran dari orang
dewasa walaupun belum mereka sadari sepenuhnya manfaat ajaran tersebut. .
Berdasarkan hal itu maka bentuk dan sifat agama pada diri anak dapat dibagi
atas :
1.
Unreflektive (tidak mendalam )
Dalam penelitian Machion tentang sejumlah konsep ke-Tuhanan
pada diri anak 73 % mereka menganggap Tuhan itu bersifat seperti manusia. Dalam
suatu sekolah bahkan ada siswa yang mengatakan bahwa Santa Klaus memotong jenggotnya untuk membuat bantal.
Dengan demiukian anggapan mereka terhadap ajaran agama dapat
saja mereka terima dengan tanpa kritik. Kebenaran yang mereka terima tidak
begitu mendalam sehingga cukup sekedarnya dan mereka sudah merasa puas dengan
keterangan yang kadang – kadang kurang masuk akal. Meskipun demikian pada
beberapa orang anak terdapat mereka yang memiliki ketajaman pikiran untuk
menimbang pendapat yang mereka terima dari orang lain. Penelitian Praff
mengemukakan dua contoh tetnga hal itu :
a. Suatu peristiwa seorang anak
mendapat keterangan dari ayahnya bahwa Tuhan selalu mengabulkan permintaan
hambanya . Kebetulan seorang anak didepan sebuah took mainan . Sang anak
tertarik pada sebuah topi berbentuk
kerucut. Sekembalinya kerumah ia langsung berdoa kepada Tuhan untuk apa yang diinginkannya
itu. Karena hal itu diketahui oleh ibunya, maka ia ditegur. Ibunya berkata
bahwa dalam berdoa taak boleh seseorang memaksakan Tuhan untuk mengabulkan
barang yang diinginkannya itu. Mendengar hal tersebut anak tadi langsung
mengemukakan pertanyaan : “ mengapa ?
b. Seorang anak perempuan diberitahukan
tentang doa yang menggerakkan sebuah gunung. Berdasarkan pengetahuan tersebut
maka pada suatu kesempatan anak itu berdoa selama beberapa jam agar Tuhan
memindahkan gunung – gunung yang ada didaerah Washington ke laut. Karena
keinginannya itu tidak terwujud maka semenjak itu ia tak mau berdoa lagi.
Dua contoh idatas menunjukkan , bahwa anak itu sudah
menunjukkan pemikiran yang kritis , walaupun bersifat sederhana , menurut
penelitian pikiran kritis baru timbul pada usia 12 tahun sejalan dengan
pertumbuhan moral. Di usia tersebut , bahkan anak kurang cerdaspun menunjukkan
pemikiran yang korektif . Di sini menunjukkan bahwa anak meragukan kebenaran
ajaran agama pada aspek – aspek yang bersifat kongkret.
2.
Egosentris
Anak memiliki kesadaran akan diri
sendiri sejak tahun pertama usia perkembangannya dan akan berkembang sejalan
dengan pertambahan pengalamannya. Apabila keasadaran akan diri itu mulai subur
pada diri anak, maka akan tumbuh keraguan pada rasa egonya. Semakin bertumbuh
semakin meningkat pula egoisnya.
Sehubungan dengan hal itu maka dalam masalah keagamaan anak
telah menonjolkan kepentingan dirinya dan telah menuntut konsep kegamaan yang
mereka pandang dari kesenangan pribadinya. Seorang anak yang kurang mendapat
kasih sayang dan selalu mengalami tekanan akan bersifat kekanak – kanakan (Childish)
dan memiliki sifat ego yang rendah . Hal yang demikian menganggu pertumbuhan
keagamaanya.
3. Anthromorphis
Pada umumnya konsep mengenai ke-Tuhanan pada anak berasal
dari hasil pengalamannya di kala ia berhubungan dengan orang lain. Tapi suatu
kenyataan bahwa konsep ke-Tuhananmereka tampak jelas menggambarkan aspek –
aspek kemanusiaan.
Melalui
konsep yang terbentuk dalam pikiran mereka menganggap perikeadaan Tuhan itu
sama dengan manusia. Pekerjaan Tuhan mencari dan menghukum orang yang berbuat
jahat di saat orang itu berada dalam tempat yang gelap.
Surga
terletak dilangit dan untuk tempat yang baik. Anak menganggap bahwa Tuhan dapat
melihat segala perbuatannya langsung kerumah – rumah mereka sebagai layaknya
orang megintai. Pada anak yang berusia 6 tahun menurut penelitian Praff
pandangan anak tentang Tuhan adalah sebagai berikut :
Tuhan
mempunyai wajah seperti manusia, telinganya lebar, dan besar. Tuhan tidak makan
tetapi hanya minum embun.
Konsep
ke-Tuhanan yang demikian itu mereka bentuk sendiri berdasarkan fantasi masing –
masing.
4. Verbalis
dan Ritualis
Dari kenyataan yang kita alami ternyata kehidupan agama pada
anak – anak sebagian besar tumbuh mula – mula secara verbal ( ucapan). Mereka
menghafal secara verbal kalimat – kalimat keagamaan dan selain itu pula dari
amaliah yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman menurut tuntutan yang
diajarkan kepada mereka. Sepintas lalu kedua hal tersebut kurang ada hubungannya
dengan perkembangan agama pada anak dimasa selanjutnya tetapi menurut
penyelidikan hal itu sangat besar pengaruhnnya terhadap kehidupan agama anak
itu di usia dewasanya. Bukti menunjukkan bahwa banyak orang dewasanya. Bukti
menunjukkan bahwa banyak orang dewasa yang taat karena pengaruh ajaran dan
praktek keagamaan yang dilaksanakan pada masa kanak – kanak mereka .
Sebaliknya belajar agama di usia dewasa banyak mengalami
kesukaran. Latihan – latihan bersifat verbalis dan upacara keagamaan yang bersifat
ritualis ( praktek ) merupakan hal yang berarti dan merupakan slah satu cirri
dari tingkat perkembangan gama pada anak- anak.
5. Imitatif
Dalam kehidupan sehari – hari dapat kita saksikan bahwa
tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak – anak pada dasarnya diperoleh dari
meniru .Berdoa dan sholat misalnya mereka laksanakan karena hasil melihat
perbuatan dilingkungan , baik berupa pembiasaan ataupun pengajaran yang
intensif. Para ahli jiwa menganggap bahwa dalam segala hal , anak merupakan
peniru yang ulung . Sifat peniru ini merupakan modal yang positif dalam
pendidikan keagamaan pada anak.
Menurut penelitian Gillesphy dan Young terhadap sejumlah
mahasiswa disalah stau perguruan tinggi menunjukkan, bahwa anak yang tidak
mendapat pendidikan agama dalam keluarga tidak akan dapat diharapkan menjadi
pemilik kematangan agama yang kekal . Walaupun anak mendapat ajaran agama tidak
semata – mata berdasarkan yang mereka peroleh sejak kecil namun pendidikan
keagamaan (religious paedagogis)
sangat mempengaruhi terwujudnya tingkah laku keagamaan ( religious behavior ) melalui sifat meniru itu.
6.
Rasa Heran
Rasa heran dan kagum merupakan
tanda dan sifat keagamaan yang terakhir pada anak . Berbeda dengan rasa kagum
yang ada pada orang dewasa , maka rasa kagum pada anak inji belum bersifat
kritis dan kreativ. Mereke hanya kagum terhadap keindahan lahiriah saja. Hal
ini merupakan langkah pertama dari pernyataan kebutuhan anak akan dorongan
untuk mengenal sesuatu yang baru (new experience) . Rasa
kagum mereka dapat disalurkan melalui cerita – cerita yang menimbulkan rasa
takjub.
F. Perkembangan jiwa keagamaan pada remaja
1. Perkembangan
rasa agama
Dalam pembagian tahap perkembangan
manusia, maka masa remaja menduduki tahap progresif. Dalam pembagian yang agak terurai
masa remaja mencangkup masa : Juvenilitas ( adolescantium
) , pubertas
dan nubilitas.
Sejalan dengan perkembangan jasmani
dan rohaninya, maka agama pada para remaja turut dipengaruhi perkebangan itu.
Maksdunya penghayatan para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan
yang tampak pada para remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan
tersebut .
Perkembangan
agama para para remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan
jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W. Starbuck adalah :
a.
Pertumbuhan dikiran dan mental
Ide dan dasar keuakinan beragama yang diterima
remaja dari masa kanak – kanaknya sudah tidka begitu menarik bagi mereka. Sifat
kritis terhadap ajaran agam mulai timbul. Selain masalah agama merekapun sudah
tertarik kepada masalah kebudayaan , sosial, ekonomi, dan norma – norma
kehidupan lainnya.
Hasil penelitian , Allport , Gillesphy dan Young
menunjukkan :
1)
85 % remaja Katolik Romawi tetap
taat menganut ajaran agamanya.
2)
40 % remaja Protestan tetap taat
terhadap ajaran agamanya.
Dari hasil ini dinyatakan selanjutnya, bahwa agama yang ajarannya
bersifat lebih konservatif lebih banyak berpengaruh bagi para remaja untuk
tetap taat pada ajaran agamanya.
Sebaliknya agama yang ajarannya kurang konservatif- dogmatis dan agak
liberal akan mudah merangsang pengembangan pikiran dan mental para remaja
sehingga mereka banyak meninggalkan ajaran agamanya. Hal ini menunjukkan bahwa
perkembangan pikiran dan mental remajan mempengaruhi sikap keagamaan mereka.
b.
Perkembangan perasaan
Berbagai perasaan telah
berkembang pada masa remaja. Perasaan sosial, etis, dan estetis mendorong
remaja untuk menghayati perikehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya.
Kehidupan Religius akan cenderung mendorong didrinya
lebih dekat kearah hidup yang religius pula.
Sebaliknya bagi remaja yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama
akan lebih mudah didominasi dorongan seksual. Didorong oleh perasaan ingin tahu
dan perasaan super, remaja lebih mudah terperosok kearah tindakan seksual yang
negative.
Dalam
penyelidikannya sekitar tahun 1950-an Dr. Kinsey mengungkapkan bahwa 90 %
pemuda Amerika telah mengenal masturbasi, homo seks dan onani.
c.
Pertimbangan sosial
Corak keagamaan para remaja juga
ditandai oleh adanya pertimbangan sosial. Dalam kehidupan keagamaan mereka
timbul konflik antara pertimbangan moral dan material . Remaja sangat bingung
menetukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan
akan materi , maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap
materialis . Hasil penyelidikan
Ernest Harms terhadap 1789 remaja
Amerika anatara usia 18 – 29 tahun menunjukkan bahwa 70 % pemikiran remaja
ditunjukkan bagi kepentingan : keuangan,
kesejahteraan , kebahagiaan , kehormatan, diri dan masalah kesenangan pribadi
lainnya. Sedangkan masalah akhirat dan keagamaan hanya sekitar 3,6 % , masalah
sosial 5,8 % .
d.
Perkembangan moral
Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari
rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang juga terlihat
pada para remaja juga mencangkupi :
1)
Self –directive , taat terhadap agama atau moral mengadakan
kritik .
2)
Adaptive, mengikuti
situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.
3)
Submissive, merasakan
adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama.
4)
Unadjusted, belum
meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral.
5)
Deviant, menolak
dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral masyarakat .
e.
Sikap dan minat
Sikap dan minat remaja terhadap
masalah kegamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari
kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka ( besar
kecil minatnya ).
Howard
Bell dan Ross berdasarkan penelitiannya terhadap 13.000 remaja di Maryland
terungkap hasil sebagai brikut :m
1)
Remaja yang taat ( ke gereja
seacara taratur )….. 45 %
2)
Remaja yang sesekali dan tidak
sama sekali…….. 35 %
3)
Minat terhadap : Ekonomi ,
keuangan , materiil dan sukses pribadi …………………………. 73 %
4)
Minat terhadap masalah ideal,
keagamaan dan sosial 21 % .
f.
Ibadah
1.
Pandangan para remaja terhadap
ajaran agama masalah doa sebagaimana yang dikumpulkan oleh Ross dan Oskar Kupky
menunjukkan .:
a)
148 siswi dinyatakan bahwa 20
orang di antara mereka tidak pernah mempunyai pengalaman keagamaan sedangkan
sisanya ( 128 ) mempunyai pengalaman keagamaan yang 68 diantaranya secara
alamiah ( tidak melalui pengajaran resmi )
b)
31 orang di antara yang mendapat
pengalamana keagamaan melalui proses alami itu mengungkapkan adanya perhatian
mereka terhadap keajaiban tyang menakjubkan di balik keindahan alam yang mereka
nikmati.
2.
Selanjutnya mengenai pandangan
mereka tentang ibadah diungkapkan sebagai berikut :
a)
42 % tak pernah mengerjakan
ibadah
b)
33 % mengatakan mereka sembahyang
karena mereka yakin Tuhan mendengar dan akan mengabulkan doa mereka.
c)
27 % beranggapan bahwa sembahyang
dapat dapat menolong mereka merendahkan kesusahan yang mereka derita.
d)
18 % mengatakan bahwa sembahyang
menyebabkan mereka menjadi senang sesudah menunaikannya.
e)
11 % mengatakan bahwa
sembahyang yang mengingatkan tanggung
jawab dan tuntutan sebagai aggota masyarakat.
f)
4 % mengatakan bahwa sembahyang
kebiasaan yang mengandung arti yang penting .
Jadi hanya 17 % mengatakan bahwa
sembahyang bermanfaat untuk berkomunikasi dengan Tuhan , sedangkan 26 % di
antaranya menganggap bahwa sembahyang hanyalah merupakan media unutuk
bermeditasi.
G.
Konflik dan keraguan
Dari Sampel yang diambil W.
Starbuck terhadap mahasiswa Middleburg College , tersimpul bahwa : dari
remaja usia 11 – 26 tahun terhadap : 53 % dari 142 mahasiswa yang mengalami
konflik dan keraguan tentang ajaran agama yang mereka terima, cara penerapan ,
keadaan lembaga keagamaan dan para pemuka agama. Hal yang serupa ketika
diteliti terhadap 95 mahasiswa, maka 75 % di antaranya mengalami kasus yang
serupa .
Dari analisis hasil penelitiannya W. Starbuck
menemukan penyebab timbulnya keraguan itu antara lain adalah :
1. Kepribadian
yang menyangkut tafsir dan jenis kelamin
a)
Bagi seseorang yang meiliki kepribadian intronert ,
maka kegagalan dalam mendapatkan pertolongan Tuhan akan menyebabkan slah tafsir
akan sifat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang . Misalnya : seseorang
memohon penyembuhan terhadap keluarganya yang sakit.
Jika doanya ternyata tidak terkabul
akan timbullah keraguan akan kebenaran sifat ke-Tuhanan tersebut. Hal yang
demikian itu akan lebih membekas . Pada diri remaja yang sebelumnya adalah
penganut agama yang taat.
b)
Perbedaan jenis kelamin dan kematangan merupakan pula faktor
yang menentukan dalam keraguan agama. Wnita yang lebih cepat matang dalam
perkembangannya lebih cepat menunjukkan keraguan daripada remaja pria. Tetapi
sebaliknya dalam kualitas dan kuantitas keraguan remaja putri lebih kecil
jumlahnya . Disamping itu jeraguan wanita lebih bersifat alami sedangkan pria
bersifat intelek .
2. Kesalahan
Organisasi Keagamaan dan Pemuka Agama
Ada berbagai lembaga keagamaan ,
organisasi dan aliran kegamaan yang kadang – kadang menimbulkan kesan adanya
pertetntang dalam ajarannya. Pengaruh ini dapart menjadi penyebab timbulnya
keraguan pada remaja. Demikian pula tindak – tanduk pemuka agama yang tidak
sepenuhnya menuruti tuntutan agama.
3. Pernyataan
Kebutuhan Manusia
Manusia memiliki sifat konservatis ( senang dengan yang
sudah ada ) dan dorongan curiosity (dorongan inngin tahu )
berdasarkan faktor bwaan ini maka keraguan memang harus ada
pada diri manusia, karena hal itu
meruapakan pernyataan dari kebutuhan manusia normal. Ia mendorong
mepelajari pelajaran agama dan kalau ada perbedaan – perbedaan yang kurang
sejalan dengan apa yang telah dimilikinya akan timbul keraguan .
4. Kebiasaan
Seseorang yang terbiasa akan suatu tradisi keagamaan yang
dianutnya akan ragu menerima kebenaran ajaran yang baru diterimanya atau
dilihatnya.
Misalnya seorang remaja protestan akan merasa ragu melihat
situasi dan ajaran Islam yang sangat berbeda dengan apanya yang biasa
diterimanya .
5. Pendidikan
Dasar pengetahuan yang dimiliki
seseorang serta tingkat pendidikan yang dimilikinya akan membawa pengaruh sikap
nya terhadap ajaran agama . Remaja yang terpelajar akan menjadi lebih kritis
terhadap ajaran agamanya terutama yang banyak mengandung ajaran yang bersifat
dogmatis . Apalagi jika mereka memiliki kemampuan untuk menafsirkan ajaran
agama yang dianutnya itu secara lebih rasionalnya.
6. Percampuran
antar Agama dan Listik
Para remaja merasa ragu untuk menentukan antara unsure agama
dengan mistik. Sejalan dengan perkembangan ,asyarakat kadang – antara hubungan
dengan kadang – kadang secara tak disadari tindak kegamaan yang mereka lakukan
ditopangi oleh praktek kebtinan dan mistik . Penyatuan unsur ini merupakan
dilemma yang kabur dilemma yang kabar bagi para remaja .
Selanjutnya secara indidvidu sering pula rejadi keraguan
yang disebabkan beberapa hal anatar lain mengenai :
a) Kepercayaan menyangkut malah
ke-Tuhanan dan implikasi terutama ( dalam agama Kristen ) status ke – Tuhanan
sebagai trinitas.
b)
Tempat suci , menyangkut masalah pemuliaan dan pengagungan
tempat – tempat suci agama .
c)
Alat perlengkapan keagamaan seperti fungsi salib , (dalam
Kristen ), fungsi mukena ( dalam Islam ).
d)
Fungsi dan tugas staf dalam lembaga keagamaan
e)
Pemuka agama , biarawan, biarawati.
f)
perbedaan aliran dalam keagamaan , Sekte ( dalam agama
Kristen ) atau mahzab ( dalam Islam ).
Keragu -
raguan yang demikian akan menjurus kearah munculnya konflik dalam diri para
remaja sehingga mereka dihadapkan kepada pemilihan antara mana yang baik, dan
mana yang buruk , serta antara yang benar dan yang salah.
Konflik ada beberapa macam
diantaranya :
1)
Konflik yang terjadi antara percaya dan ragu
2)
Konflik yang terjadi antar pemilihan satu diantara dua macam
agama atau ide keagamaan serta lembaga keagamaan .
3)
Konflik yang terjadi oleh pemilihan antara ketaatan beragama
atau sekularisme .
4)
Konflik yang terjadi antara melepaskan kebiasaan masa lalu
dengan kehidupan keagamaan yang didasarkan atas petunjuk Ilahi.
Mata Kuliah Pengantar Psikologi ( semester I)
DAFTAR
PUSTAKA
Jalaluddin, Psikologi agama, (PT RajaGarfindo Persada:
Jakarta, 1998)
Muhammad
‘Utsman Najati, Psikologi Dalam Prespektif Hadis, (PT. Pustaka
Al-Husna Baru: Jakarta 2004)
Zakiah Derajat, Ilmu Jiwa Agama, (Bulan Bintang: Jakarta,
1979)
http://hermansembrani.blogspot.com/2012/12/perkembangan-jiwa-pada-anak.html
( Diakses 25 November 2013 ) .
[2] [1168]
Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai
naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid,
Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara
pengaruh lingkungan.
[3] Tafsir
al – Qurth, jilid 4 , h 29. atau lihat juga Tafsir Jalalain, h. 340
[4] Lihat
analisis ini dalam Al – Qur’an wa Ulum an –Nafs, op . cit , h. 48 – 49
[5]
Diriwayatkan oleh asy – Syaikhan ( Bukhari – Muslim ) : Abu Dawud dan Tirmidzi
( Nashif , jilid 5 , h . 196 )
[6] Diriwayatkan
oleh Ahmad dari hadis Aswad bin Sari , jilid 3, h. 435 . Dalam riwayat lain : “ Bahwasannya tidak ada
keturunan anak Adam yang dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah dan fitrah ini
tidak akan berubah sehingga lisannya berubah , maka kedua orang tuanya yang
menjadikannya Yahudi atau Nasrani “
[7] Diriwayatkan
oleh Syikhan ( Bukhari dan Muslim ) ; Nawawi , jilid 1, h. 222