TAKHRIJ HADIST HADIS : SETIAP ANAK TERLAHIR DALAM KEADAAN FITROH (SUCI)
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Secara kodrati anak memerlukan pendidikan atau bimbingan dari orang dewasa. Dasar kodrati ini dapat dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap anak yang hidup didunia ini. Anak adalah amanat Allah SWT kepada kita, masing-masing dari kita berharap anaknya menjadi anak yang baik, maka dari itu dibutuhkan optimalisasi tanggung jawab dan peran dari orang tua. Meskipun pada dasarnya seorang anak lahir di atas fitrah, akan tetapi ini tidak berarti kita membiarkannya tanpa pengarahan dan bimbingan yang baik dan terarah, karena sesuatu yang baik jika tidak dijaga dan dirawat, ia akan menjadi tidak baik akibat pengaruh faktor-faktor eksternal. Pendidikan dan pengarahan yang baik terhadap anak sebenarnya sudah harus dimulai sejak anak tersebut belum lahir bahkan sebelum anak tersebut ada di dalam kandungan.
Anak pada perkembangannya sering terjadi gangguan oleh beberapa faktor diantranya faktor internal pada diri anak atau faktor lingkungan dimana ia berada. Anak dari hari ke hari berinteraksi dengan lingkungannya baik orang tua, keluarga maupun masyarakat. Nilai-nilai hakiki, sentuhan kasih sayang, dan semua perlakuan yang menyenangkan akan membentuk keperibadiannya yang positif bagi anak.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Tentang Hadits yang menerangkan bahwa anak itu terlahir dalam keadaan suci (fitrah)
2. Tahrij hadits
3. Makna matan hadits
BAB II
PEMBAHASAN
A. HADITS TENTANG ANAK DALAM KEADAAN FITRAH
1. Bunyi dan Terjemahan Hadits
حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ
Artinya: Telah menceritakan kepada Adam telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dza’bin dari Az-zuhriyyi dari Abu Salamah bin Abdur rahman dari Abu Hurairah berkata: Nabi SAW bersabda: setiap anak dilahiran dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?
2. Takhrij al-Hadits
Penelitian hadis dilakukan pada al-Mausu’ah al-Syarif al-Kutub al-Tis’ahyang di dalamnya mencakup Kutub al-Tis’ah ( Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan al-Tirmizi, Sunan al-Nasa’i, Sunan Abu Dawud, Sunan Ibn Majah, Musnad Ahmad Ibn Hanbal, Muwatta’ Malik, dan Sunan al-Darimi). Pencarian dilakukan melalui nomer hadis yang sudah diketahui sebelumnya pada Shakhih al-Bukhari. Hasil pencarian diperoleh hadis pada Shahih al-Bukhari, kitab al-Jana’iz, bab Ma Qila fi Aulad al- Musyrikin.
Hadits ini selain diriwayatkan oleh Bukhari juga terdapat pada:
a) Al- Bukhari, kitab al-Janaiz
b) Al-Bukhari, kitab Tafsir Qur’an
c) Al-Bukhari, kitab al- Qadar
d) Imam Muslim, kitab Al- Qadar
e) At-Turmudzi, kitab al- Qadar anir Rasulillah
f) An-Nasai, kitab, al- Janaiz
g) Abu Daud, kitab As-sunah
h) Ahmad, kitab Baqi Musnadun al- Mukashirin
i) Malik, kitab al- Janaiz
3. I’tibar Sanad Dan Skema Sanad
Setelah melakukan Takhrij al-Hadis, selanjutnya dilakukan i’tibar sanad. I’tibar sanad adalah proses menyertakan dan merangkaikan sanad-sanad untuk hadis yang matannya memiliki hubungan supaya dapat diketahui ada tidaknya periwayat yang lain untuk sanad hadis yang diteliti. Oleh karena itu, untuk memperjelas dan mempermudah prose kegiatan i’tibar, diperlukan pembuatan skema sanad. Berikut adalah skema sanad dari hadis yang sedang diteliti.
No.
|
Nama Periwayat
|
Urutan Periwayat
|
Urutan dalam Sanad
|
1.
|
Abu Hurairah
|
Periwayat I
|
Sanad V
|
2.
|
Abu Salamah bin Abdi al-Rahman
|
Periwayat II
|
Sanad IV
|
3.
|
Az- zuhriyyi
|
Periwayat III
|
Sanad III
|
4.
|
Ibnu Abi Dzi’bin
|
Periwayat IV
|
Sanad II
|
5.
|
Adam bin Abi Isa
|
Periwayat V
|
Sanad I
|
6.
|
Imam al- Bukhari
|
Periwayat VI
|
Mukharij al-Hadis
|
4. Meneliti Kualitas Periwayat dan Persambungan Sanad
Kritik sanad ini dilakukan untuk menelusuri persambungan sanad dan reputasi dari masing-masing periwayat, sehingga menentukan keshahihan suatu hadis.
1. Imam al- Bukhari
Adalah ahli hadits (periwayat) yang sangat terpercaya dalam ilmu hadits. Hadits-hadits beliau memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya. Ia lahir di Bukhara pada bulan Syawal tahun 194 H. Dipanggil dengan Abu Abdillah. Nama lengkap beliau Muhammmad bin Islmail bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari Al Ju’fi. Beliau digelari Al Imam Al Hafizh, dan lebih dikenal dengan sebutan Al Imam Al- Bukhari karena beliau lahir di kota Bukhara, Turkistan.
Sewaktu kecil Al Imam Al Bukhari buta kedua matanya. Pada suatu malam ibu beliau bermimpi melihat Nabi Ibrahim ‘Alaihissalaam yang mengatakan, “Hai Fulanah (yang beliau maksud adalah ibu Al Imam Al Bukhari), sesungguhnya Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putramu karena seringnya engkau berdoa”. Ternyata pada pagi harinya sang ibu menyaksikan bahwa Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putranya. Ketika berusia sepuluh tahun, Al Imam Al Bukhari mulai menuntut ilmu, beliau melakukan pengembaraan ke Balkah, Naisabur, Rayy, Baghdad, Bashrah, Kufah, Makkah, Mesir, dan Syam. Beliau wafat pada malam Idul Fithri tahun 256 H. ketika beliau mencapai usia 62 tahun..
Guru-guru beliau diantaranya adalah Abu ‘Ashim An-Nabil, Al- Anshari, Makki bin Ibrahim, Ubaidaillah bin Musa, Abu Al- Mughirah, Abdan bin Utsman, Ali bin Al Hasan bin Syaqiq, Hajjaj bin Minhaal, Badal bin Al Muhabbir, Abdullah bin Raja’, Khalid bin Makhlad, Abdurrahman Al Muqri, Khallad bin Yahya, Abdul Aziz al- Uwaisi, Abu al- Yaman, Ali bin Al Madini, Imam Ahmad bin Hanbal, dan sederet imam dan ulama ahlul hadits lainnya. Murid-murid beliau diantaranya yang paling terkenal adalah Al Imam Muslim bin Al Hajjaj An Naisaburi, penyusun kitab Shahih Muslim, Imam Abu Isa at-Tirmidzi, Al- Imam Shalih bin Muhammad.[1] Penilain kritikus hadits terhadap Imam al- Bukhari Para ulama menilai bahwa kitab Shahih Al Bukhari ini merupakan kitab yang paling shahih setelah kitab suci Al Quran.
Abu Bakar bin Munir kritikus hadits, menggolangkan Bukhari ke dalam kelompok "Siqat" atau orang-orang yang dapat dipercayai dan kokoh hafalannya, sedangkan ketakwaan dan keshalihan beliau agar dapat dijadikan teladan.
Abdullah bin Sa’id bin Ja’far mengatakan bahwa beliau tergolong tsabit (kokoh ingatannya). Saya mendengar para ulama di Bashrah mengatakan, “Tidak pernah kami jumpai di dunia ini orang seperti Muhammad bin Ismail dalam hal ma’rifah (keilmuan) dan keshalihan”.
Sulaim mengatakan bahwa beliau orang yang shalih hadisnya, saya tidak pernah melihat dengan mata kepala saya sendiri semenjak enam puluh tahun orang yang lebih dalam pemahamannya tentang ajaran Islam, leblih wara’ (takwa), dan lebih zuhud terhadap dunia.
2. Adam
Nama lengkapnya adalah Adam bin Abi Isa pangilannya Abu al-Hasan, lahir di Bagdad dan wafat pada tahun 220 H. Guru-gurunya: Israil bin Yunus bin abi Ishak, Salam bin Musykin bin Hafsh bin Maisaroh, Sulaiman bin al- Mughiroh, Syaiban bin Abdurrahman, Isa bin Maimun, Waroqoh bin Umar bin Kilab, Muhammad bin Abdurrahman bin al- Mughiroh bin al- Harits bin Dzi’bin, Laits bin Said bin Abdurrahman, sa’bah bin al-Hajaj al-wurud. Muridnya : Ahmad bin al-Azhar bin Muni’, Amru bin Mansur, Muhammad bin Ismail bin Ibrahim (Bukhari), Abdullah bin Abdurrahman bin al-Fadil bin Biharm, Umar bin Mansur, Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Muhammad bin Khalaf bin Umar.
Penilaian kritikus hadits terhadap Adam bin Abi Isa
a. Yahya bin Muin mengatakan tsiqoh ( terpercaya)
b. Abu Hatim Ar-rozi mengatakan tsiqotun ma’mun (orang yang dapat dipercaya)
c. An-Nasai mengatakan la ba’sa bihi ( tidak ada cacat di dalamnya)
d. Al- Ajali mengatakan tsiqoh ( terpercaya)
e. Abu Daud al-Sajastani mengatakan tsiqoh ( terpercaya)
f. Ibnu Hiban mengatakan dzikruhu fi al-tsiqot (ucapannya dapat dipercaya).
Beberapa penilaian para ulama di atas maka dapat diketahui bahwa Adam bin Abi Isa adalah seorang perawi yang tsiqah (orang yang tsiqah, yang dapat dipercaya)
3. Ibnu Abi Dzi’bin
Nama lengkapnya Muhammad bin Abdurrahman bin al- Mughiroh bin al- Harits bin Abi Dzi’bin. Beliau lahir di Kufah dan wafat pada tahun 158 H. Guru- gurunya : Abu ishak bin yazid, Asid bin Asid, al- Harits bin Abdurrahman, Atho’ bin Abi Rabah Aslan, Muhammad bin Muslim bin Ubaidilah bin Abdullah (Az- zuhriyyi). Muridnya: Adam bin Abi Isa, Abu Bakar bin Ais bin Sulaiman, Ahmad bin Abdullah bin Yunus bin Abdullah bin Qois, Adam bin Abi Isa.
Penilain kritikus hadits terhadap Ibnu Abi Dzi’bin
1. Ibnu Ahmad bin Hambal mengatakan Tsiqoh shuduq (dapat dipercaya ).
2. Yahya bin Muin mengatakan Tsiqah ( terpercaya)
3. An- Nasai menyatakan Tsiqah (terpercaya)
4. Yaqub bin Saibah mengatakan Tsiqoh shuduq (orang yang tsiqoh dan jujur ).
5. Ibnu Hiban mengatakan dzikruhu fi al-tsiqot (ucapannya dapat dipercaya)
6. Al- Kholal mengatakan Tsiqoh (terpercaya)
Beberapa penilaian para ulama di atas maka dapat diketahui bahwa Ibnu Abi Dzi’bin adalah seorang perawi yang tsiqah (orang yang tsiqah, yang dapat dipercaya)
4. Az- Zuhriyyi
Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdullah bin Shihab, panggilannya adalah Abu Bakar. Lahir di Madinah dan wafat pada tahun 124 H. Guru-gurunya: Ibnu Abi Khuzaimah, Abu al- Khowas, Ibrahim bin Abdurrahman bin Abi Rabiah, Ibrahim bin Abdurrahman bin Khunain, Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf, Abu Bakar bin Abdurrahman bin al- Harits bin Hasim bin al- Mughiroh, Abu Bakar bin Muhammad bin Umar bin Khazam. Muridnya: Muhammad bin Abdurrahman bin al- Mughiroh bin al- Harits bin Abi Dzi’bin, Ibrahim bin Ismail bin Mujma’ bin Yazid, Ibrahim bin Umar bin Mas’ud, Abu Ayub, Ishak bin Rasyid, Ismail bin Muslim, Abu Ali bin Yazid, Usamah bin Zaid, dll.
Penilaian kritikus hadits terhadap Az- Zuhriyyi
1. Musa bin Ismail mengatakan aku belum pernah melihat orang yang alim yang lebih dari beliau.
2. Amru bin Dinar mengatakan aku tidak pernah melihat ada orang yang pengetahuannya terhadap hadits melebihi Az- zuhriyyi
3. Laits bin Said mengatakan tsiqoh (dapat dipercaya) keilmuannya
4. Umar bin Abdul Aziz mengatakan kami mendatanginya dan kami tidak meninggalkannya sebelum belajar daripadanya.
5. Ayub as-shakhotaini mengatakan aku tidak pernah melihat ada orang yang pengetahuannya melebihi yang lain.
Beberapa penilaian para ulama di atas maka dapat diketahui bahwa Az-Zuhriyyi adalah seorang perawi yang mutafaqun (yang telah disepakati tentang keshahihan haditsnya).
5. Abu Salamah bin Abdi al- Rahman
Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Abdi al-Rahman bin Auf, julukannya Abu Salamah, lahir di Madinah dan wafat pada tahun 94 H. Guru-gurunya: Abu Sufyan bin Said bin al- Mughiroh, Zainab binti Salamah, Abu al-Rudud, Thalhah bin Abidillah bin Usman, Abdi al-Rahman bin Sakher ( Abu Hurairah), Abu Shifin bin Said bin al- Mughiroh. Muridnya : Al- Harits bin Abdurrahman, Hasan bin Abdurrahman, Hamid bin Zaid, Sulaiman bin Yasir, Sholeh bin Abi Hasan, Ibrahim bin Said bin Ibrahim bin Abdi al-Rahman bin Auf, Az-Zuhriyyi, Muhammad bin Abdurrahman.
Penilaian kritikus hadis terhadap Abi Salamah bin Abdi al- Rahman
1. Abu Zarah Ar-razi mengatakan tsiqah umam (orang yang dapat dipercaya)
2. Ibnu Hiban mengatakan tsiqah (terpercaya)
3. Az-Zahabi mengatakan ( orang yang penting)
Beberapa penilaian para ulama di atas maka dapat diketahui bahwa Abi Salamah bin Abdi al- Rahman adalah seorang perawi yang tsiqah (orang yang dapat dipercaya).
6. Abu Hurairah
Nama lengkapnya Abdi al-Rahman bin Sakher, lahir di Madinah, wafat pada tahun 57 H. Guru-gurunya: Rasululloh Saw, Abi bin Ka’ab bin Qois, Basroh bin Abi Basroh, Usman bin Affan bin Abi al- Ash bin Umayyah, Ali bin Abi Thalib bin Abdullah bin Hasyim bin Abdi Manaf, Abu Shifin binSaid bin al-Mughiroh.
Muridnya: Atho’ bin Abi Raba’ah bin Aslam, Abdul Malik an Abi Hurairah, Abdullah bin Abdi al-Rahman bin Auf, al-Harits bin abdurrahman, Hamid bin Zaid, Sholeh bin Abi Hasan, Hasan bin Abdurrahman, Said bin Said, Sulaiman bin Abi Muslim, Sulaiman bin Yasir.
Penilaian kritikus hadits terhadap Abu Hurairah Penilaian terhadap Abu Hurairah adalah tidak ada yang meragukan kualitasnya lagi karena keadilan, kejujuran, kepercayaannya, dan keontektikannya yang lebih tinggi dari sahabat lainnya.[2]
5. Kesimpulan Penelitian Sanad
Setelah menganalis sanad hadits, penulis memberikan kesimpulan bahwa hadits di atas berkualitas shahih dikarenakan telah memenuhi syarat-syarat hadits shahih yaitu:
a. Mempunyai sanad yang bersambung (muttasil)
b. Para perawinya ‘adil
c. Para perawinya dhabith (kuat hafalannya)
d. Tidak mengandung unsur-unsur syadz
e. Tidak mengandung kecacatan (‘illat) yang dapat merusak keabsahan sebuah hadits[3]
B. ANALISA MATAN HADITS TENTANG ANAK DALAM KEADAAN FITRAH
Dalam penetapan tolok ukur matan, penulis menggunakan tolok ukur Muhammad Shalahuddin al-Adlabi, ada empat macam yakni:
1. Kajian Linguistik
2. Tidak bertentangan dengan petunjuk Al-Quran
3. Tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat
4. Tidak bertentangan dengan akal sehat.[4]
1. Kajian Linguistik
Dalam kajaian linguistik hadits tentang pengaruh orang tua terhadap pendidikan anak, peneliti menggunakan lafadz كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ sebagai kata kunci menganalisa kebahasaan. Lafadz tersebut berarti setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Dalam pandangan Islam, kemampuan dasar atau pembawaan disebut dengan fitrah. Secara etimologis, fitrah berarti sifat asal, kesucian, bakat, dan bembawaan, secara terminologi fitrah adalah tabiat yang siap menerima agama Islam. Dalam kaitannya dengan teori kependidikan dapat dikatakan, bahwa fitrahmengandung implikasi kependidikan yang berkonotasi kepada paham convergent. Karena fitrah mengandung makna kejadian yang di dalamnya berisi potensi dasar beragama yang benar dan lurus yaitu Islam. Namun potensi dasar ini bisa diubah oleh lingkungan sekitarnya.[5] Sejalan dengan hadits di atas, fitrah merupakan modal seorang bayi untuk menerima agama tauhid dan tidak akan berbeda antara bayi yang satu dengan bayi lainnya. Dengan demikian, orang tua dan pendidik berkewajiban memberikan pendidikan dengan cara berikut. :
Pertama, membiasakan anak untuk mengingat kebesaran dan nikmat Allah, serta semangat mencari dalil dan mengesakan Allah melalui tanda-tanda kekuasaan-Nya dan menginterpretasikan berbagai gejala alam melalui penafsiran yang dapat mewujudkan tujuan pengokohan fitrah anak agar tetap berada dalam kesucian dan kesiapan untuk mengagungkan Allah.
Kedua, membiasakan anak-anak untuk mewaspadai penyimpangan-penyimpangan yang kerap membiasakan dampak negatif terhadap diri anak,[6]misalnya tayangan film, berita-berita dusta, atau gejala kehidupan lain yang tersalurkan melalui media informasi. Anak- anak harus diberi pemahaman tentang bahaya kezaliman, kehidupan yang bebas, dan kebobrokan perilaku melalui metode yang sesuai dengan kondisi anak, misalnya dengan melalui dialog, cerita, atau pemberian contoh yang baik. Melalui cara itu, anak-anak akan terhindar dari peyahudian, penasranian, atau pemajusian seperti yang diisyaratkan hadits di atas.
2. Tidak bertentangan dengan petunjuk Al-Quran
Allah berfirman dalam al-Qur’an Surat. Ar- Rum ayat 30,
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.( Q.S. Ar-Rum: 30).
Berdasarkan pada ayat di atas terbukti bahwa sabda Rasulullah SAW melalui hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari ini tidaklah sama sekali bertentangan dengan Al-Quran. Melalui ayat tersebut di atas membuktikan bahwa manusia diciptakan oleh Alloh mempunyai naluri beragama, yaitu agama Tauhid, maka tidak wajar kalau manusia tidak baragama tauhid. Mereka tidak beragama tauhid karena pengaruh lingkungan.
3. Tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat
حَدَّثَنَا عَبْدَانُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ ثُمَّ يَقُولُ{ فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ }
Artinya:“Tiada seorang bayi pun melainkan dilahirkan dalam fitrah yang bersih. Maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi, sebagaimana binatang melahirkan binatang keseluruhanya. Apakah kalian mengetahui di dalamnya ada binatang yang rumpung hidungnya? Kemudian Abu Hurairah membaca ayat dari surat ar-Rum : 30 ini (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah, itulah agama yang lurus.” (HR: Bukhari).
Hadits diatas berfungsi sebagai pembanding, juga memberikan pengertian bahwa begitu besarnya pengaruh orang tua terhadap pendidikan anak, karena orang tuanyalah yang menjadikan anaknya Yahudi, Nashrani dan Majusi, oleh sebab itu, orang tualah yang berperan penting dalam pendidikan anaknya. Makna hadis ini sejalan dan menguatkan hadis yang sedang penulis teliti. Kedua hadis tersebut menunjukkan pentingnya pendidikan anak.
4. Tidak Bertentangan Dengan Akal Sehat, Indera Dan Fakta Sejarah
Berdasarkan hadis di atas tentang pengaruh orang tua terhadap pendidikan anak, dapat diketahui bahwa jika anak tumbuh di dalam keluarga yang menyimpang, belajar di lingkungan yang sesat dan bergaul dengan masyarakat yang rusak, maka anak akan menyerap kerusakan itu, terdidik dengan akhlak yang paling buruk, di samping menerima dasar-dasar kekufuran dan kesesatan. Kemudian dia akan beralih dari kebahagian kepada kesengsaraan, dari keimanan kepada kemurtadan dan dari Islam kepada kekufuran. Jika semua ini telah terjadi, maka sangat sulit mengembalikan anak kepada kebenaran.
Dapat dipahami bahwa fitrah sebagai pembawaan sejak lahir bisa dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, bahkan ia tak dapat berkembang sama sekali tanpa adanya pengaruh lingkungan tersebut. Namun demikian, meskipun fitrah dapat dipengaruhi oleh lingkungan, tetapi kondisinya tidak netral. Ia memliki sifat yang dinamis, reaktif dan responsive terhadap pengeruh dari luar. Dengan istilah lain, dalam proses perkembangannya, terjadi interaksi saling mempengaruhi antara fitrah dan lingkungan sekitarnya, sampai akhir hayat manusia.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Setelah melihat uraian di atas maka dapat disimpulkan :
1. Bahwa hadits tentang setiap anak dalam keadaan fitrah adalah berkualitas shahih dikarenakan telah memenuhi syarat-syaratnya yaitu sanadnya bersambung (muttasil), Para perawinya ‘adil dan dhabith (kuat hafalannya), Tidak mengandung unsur-unsur syadz dandan tidak mengandung kecacatan (‘illat) yang dapat merusak keabsahan hadits
2. Orang tua dan pendidik berkewajiban memberikan pendidikan dengan cara berikut :
Pertama, membiasakan anak untuk mengingat kebesaran dan nikmat Allah, serta semangat mencari dalil dan mengesakan Allah
Kedua, membiasakan anak-anak untuk mewaspadai penyimpangan-penyimpangan yang kerap membiasakan dampak negatif terhadap diri anak,
2. KRITIK DAN SARAN
Makalah ini masih banyak kekurangan di mana-mana karena keterbatasan pengetahuan penulis, dengan demikian kiranya kami mohon kritik dan saran dari semua fihak dan dari teman-teman sebagai motivasi belajar dan menambah ilmu. Dan semoga bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pres, 2002.
ausu’ah al-Hadis al-Syarif al-Kutub al-Tis’ah. Global Islamic Software, 1997.
Muhammad Shalahudin al-Aadlabi, Manhaj Naqd al- Matn, Beirut: Dar al- Afaq al- Jadidah, 1983.
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al- Lu’lu’ Wal Marjan: Mutiara Hadits Shahih Bukhari dan Muslim, Jakarta: Umul Qura, 2011.
Munzier suparta, Ilmu Hadits, Jakarta: Rajawali Pres, 2010.
Majid Khan, dkk, Ulumul Hadits, Jakarta: Pusat Studi Wanita, 2005.
Suryadi, Metodologi Ilmu Rijalil Hadis, Yogyakarta: Madani Pustaka Hikmah, 2003.
______, Metodologi Penelitian Hadis, Yogyakarta: Sukses Offset, 2009.
http://jungpasir27.blogspot.com/2013/10/mata-kuliah-hadits-makalah-setiap-anak.html ( diakses hari sabtu 20 Desember 2014 pukul 10.44)
[1] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al- Lu’lu’ Wal Marjan: Mutiara Hadits Shahih Bukhari dan Muslim (Jakarta: Umul Qura, 2011), hlm. XI.
[4] Muhammad Shalahudin al-Aadlabi, Manhaj Naqd al- Matn ( Beirut: Dar al- Afaq al- Jadidah, 1983), hlm. 230.
[5] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), hlm. 7-8.
[6] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), hlm. 7-8.