PENDIDIK DALAM ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Salah satu
unsur penting dari proses kependidikan adalah pendidik. Di pundak pendidikan
terletak tanggung jawab yang amat besar dalam mengantarkan peserta didik kearah
tujuan pendidikan yang di cita-citakan. Hal ini disebabkan pendidikan merupakan
kumpulan kepribadian yang bersifat dinamis kearah suatu perubahan secara
terus-menerus, sebagai sasaran vital untuk membangun kebudayaan dan peradaban
umat manusia. Tugas guru sebagai pendidik juga merupakan hal yang sangat mulia
di sisi Allah SWT dan mendapatkan penghargaan yang tinggi. Tapi penghargaan
yang tinggi tersebut diberikan kepada guru yang bekerja secara tulus dan ikhlas
dalam mengajar peserta didiknya, atau bisa disebut juga guru tersebut bekerja
secara professional.
Guru bukan
hanya mengajarkan materi saja kepada anak didiknya. Tapi juga membimbing mereka
menjadi murid yang mempunyai akhlak mulia. Serta guru juga menjadi motivator
bagi peserta didiknya. Motivasi sangat diperlukan sebagai respon terhadap
tugas dan tanggung jawab guru sebagai pendidik, pengajar dan pelatih
dalam mencapai tujuan pendidikan.
B.
Rumusan Masalah
Dalam pembahasan materi ini, dan agar tersusun secara sistematis
dan efisien, maka timbulah beberapa rumusan
masalah, yang diantaranya :
1.
Apa pengertian
pendidik dalam islam ?
2.
Apa saja
syarat – syarat sebagai pendidik ?
3.
Apa
saja etika pendidik itu?
4.
Bagaimana Prospektif Pofesi Pendidik ?
5.
Apa sikap
positif yang harus dimiliki terhadap profesi pendidik ?
C.
Tujuan
Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian pendidik dalam islam
2. Untuk megetahui syarat – syarat sebagai pendidik
3. Untuk mengetahui etika
pendidik
4. Untuk mengetahui bagaimana prospektif profesi pendidik
5. Untuk mengetahui sikap
positif yang harus dimiliki terhadap pendidik
D.
Manfaat Pembahasan
1. Agar kita mengetahui pengertian
pendidik dalam islam
2. Agar kita mengetahui syarat
– syarat sebagai pendidik
3. Agar kita mengetahui etika
pendidik
4. Agar kita mengetahui bagaimana prospektif profesi pendidik
5. Agar kita mengetahui sikap
positif yang harus dimiliki terhadap pendidik
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidik dalam islam
1.
Secara
Etimologi
Secara
etimologi, dalam konteks pendidikan Islam pendidik disebut dengan murabbi,
mu’allim, dan muaddib. Kata murabbi berasal dari
kata rabba, yurabbi. Kata mu’allim isim fail dari ‘allama,
yu’allimu, sedangkan kata muaddib berasal dari addaba,
yuaddibu.
Kata Murabbi adalah:
orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi serta
mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan
malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.
Kata
Mu’allim adalah: orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya
serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan.
Kata
Mu’addib adalah: orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk
bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.
2.
Secara
Terminologi
Para pakar
menggunakan rumusan yang berbeda tentang pendidik.
a.
Zakiah Daradjat, berpendapat
bahwa pendidik adalah individu yang akan memenuhi kebutuhan pengetahuan, sikap
dan tingkah laku peserta didik.[1]
b.
Marimba, beliau mengartikan sebagai orang yang memikul
pertanggungjawaban sebagai pendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan
kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan peserta didik.[2]
c.
Ahmad Tasir, mengatakan bahwa pendidik dalam Islam sama
dengan teori di Barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didik.[3]
Berdasarkan
defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa pendidik adalah orang yang mendidik
agar dapat mengenal siapa penciptanya dan orang yang mengembangkan potensi atau
pola pikir anak didik.
B.
Syarat
– syarat sebagai pendidik
Setiap pekerjaan diperlukan syarat-syarat agar
seseorang yang mempunyai pekerjaan tersebut berperan secara efektif dan
efisien, apalagi bagi seorang pendidik yang bergaul dengan makhluk yang
beraneka ragam karakternya dan harus berubah kearah yang lebih baik,oleh karena
itu syarat-syarat tersebut harus terpenuhi.
Adapun syarat-syarat sebagai seorang pendidik antara lain:
1.
Tentang
umur, harus sudah dewasa.
Tugas
seorang pendidik adalah tugas yang amat penting, karena menyangkut nasib
seseorang. Oleh karena itu, tugas itu harus dilakukan secara bertanggungjawab,
hal itu hanya biasa dilakukan oleh orang yang sudah dewasa.
2.
Tentang
kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani.
Apabila
jasmani seorang pendidik tersebut tidak sehat, maka akan menghambat pelaksanaan
pendidikan, bahkan lebih membahayakan lagi jika pendidik tersebut mempunyai
penyakit yang menular. Dari segi rohani, pendidik akan berbahaya jika rohaninya
bermasalah, seperti gila. Maka akan membahayakan anak didik, dan orang gila
tidak mungkin bisa mendididik karena ia tidak akan mampu bertanggungjawab.
3.
Tentang
kemampuan mengajar, harus ahli.
Seorang
pendidik harus ahli, karena tidak mungkin seorang pendidik belum menguasai
ilmu-ilmu yang akan di ajarkan kepada anak didiknya.
4.
Harus
berkesusilaan dan berdedikasi tinggi.
Syarat
ini sangat penting didmiliki untuk melaksanakan tugas-tugas selain mengajar.
Yaitu bagaimana seorang pendidik itu memberikan contoh-contoh kebaikan bila ia
sendiri tidak baik perangainya. Dan dedikasi tinggi juga diperlukan dalam
meningkatkan mutu belajar.
5.
Sikap
dan sifat pendidik
Sebagai
manusia dewasa yang bermoral pancasila diharapkan pendidik mempunyai sikap
hidup yang sehat, yaitu tepat dalam menghadapi dan mengamalkan pancasila,
dengan kelima sila-silanya.
Sifat-sifat
yang dimaksud ialah ;
1)
Rasa
tanggung jawab dan dedikasi
2)
Kecintaan
kebijaksanaan dan kesabaran
3)
Sesantiasa
bergaul dengan lingkungan sekitar.
4)
Tidak
mudah lekas marah dan serata cepat berprasangka buruk
5)
Tidak
mudah kecewa.
6)
Dan
sifat-sifat yang lain. Karena jika seorang pendidik itu bersikap yang tidak
baik, maka anak didik akan mudah menirunya.
Syarat-syarat
itu adalah syarat pada umumnya sebagai seorang pendidik, dan syarat-syarat itu
sudah diterima dalam islam. Akan tetapi, akan mengenai syarat pada butir dua,
yaitu tentang kesehatan jasmani, islam dapat menerima guru yang cacat jasmani,
misalnya orang buta, pincang atau cacat jasmani lainnya dapat diterima sebagai
tenaga pengajar asalkan cacat itu tidak merintangi tugasnya sebagai mengajar.[4]
Akan
tetapi menurut Munir Mursi, menyatakan bahwa syarat pendidik yang sangat
penting bagi guru dalam Islam adalah syarat keagamaan. Dengan demikian ia
menguraikan syarat-syarat seorang guru adalah sebagai berikut:
1.
Dewasa
2.
Sehat
jasmani rohani
3.
Ahli,
harus menguasai bidang yang diajarkannya dan menguasai ilmu mendidik (ilmu
mengajar) khususnya agama .
4.
Harus
berkepribadian muslim.[5]
C.
Etika Pendidik
Etika (etimologi), berasal dari bahasa Yunani
”Ethos” yang berarti watak kesusilaan atau adat. Identik dengan perkataan moral
yang berasal dari kata lain “Mos” yang dalam bentuk jamaknya “Mores” yang
berarti juga adat atau cara hidup (Zubair, 1987:13).
Sedangkan Etika menurut para ahli sebagai berikut[6]
1. Ahmad Amin berpendapat, bahwa
etika merupakan ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang
seharusnya dilakukan manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia
di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus
diperbuat.
2. Soegarda Poerbakawatja
mengartikan etika sebagai filsafat nilai, kesusilaan tentang baik buruk, serta
berusaha mempelajari nilai-nilai dan merupakan juga pengatahuan tentang
nilai-nilai itu sendiri.
3. Ki Hajar Dewantara mengartikan
etika merupakan ilmu yang mempelajari soal kebaikan (dan keburukan) di dalam
hidup manusia semuanya, terutama yang mengenai gerak gerik pikiran dan rasa
yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya yang
dapat merupakan perbuatan.
Untuk mencapai status mulia di sisi Allah SWT maka mengajar
bukanlah hal yang mudah, hal ini merupakan pekerjaan yang besar dan harus
menghadapi tantangan yang berat pula. Oleh karena itu, seorang pengajar harus
memiliki adab dan juga tugas yang harus dilaksanakannya. Dalam hal ini
al-Ghazali merumuskannya dalam kitab Ihya’ Ulumuddin[7]:
sebagai berikut;
1.
Memiliki
rasa kasih sayang kepada murid dan memperlakukannya sebagaimana anaknya
sendiri.
Dalam hal ini guru berperan sebagai penyelamat murid dari neraka
ahirat dan orang tua hanyalah sebagai penyebab lahirnya mereka di dunia ini.
Oleh karena itu, guru bertanggung jawab besar dan berhak atas keselamatan
murid, jika sebaliknya maka murid hanyalah akan memperoleh kebinasaan yang
terus menerus. Guru
adalah orang yang memberikan kemanfaatan bagi murid dalam menggapai kehidupan
yang abadi, yakni kehidupan ahirat. Hal itu tidak akan diperoleh manakala tidak
dibarengi dengan niat yang tulus kepada Allah SWT.
Berkaitan
dengan hal ini Ahmad Tafsir mengatakan bahwa:
Pada
awalnya tugas mendidik adalah tugas orang tua, yang disebabkan ketentuan Allah dan kepentingan dari orang tua, akan
tetapi karena berbagai faktor tugas itu diserahkan kepada guru, selanjutnya
segala sesuatu tentang perkembangan dan kesuksesan murid adalah tanggungjawab
guru. Secara otomatis ia menggantikan kedudukan orang tua.[8]
Untuk
mencapai keselamatan bagi murid begitu juga pengajar, mereka harus memiliki
kemampuan dan ilmu yang memadai. Pada dasarnyamenjadi guru tidak semudah
membalikkan telapak tangan, Akan tetapi dalam perjalanannya banyak hambatan dan
rintangan, diantaranya nafsu dunia (harta, dan tahta). Pada hakikatnya, tugas
guru dalam belajar adalah memberikan petunjuk ke jalan Allah swt[9].
2.
Mengikuti
teladan Rasulullah SAW
Yakni idak
meminta upah atas tugasnya. Tetapi mengajar hanya karena Allah SWT, tidaklah ia
melihat apa yang telah dikerjakan kepada murid akan tetapi kewajiban bagi murid
untuk selalu mengingat budi baik guru kepadanya. Karena guru adalah penyebab
akan adanya petunjuk kepada kebenaran bagi murid.[10] Dengan kata lain guru tidak meminta imbalan atas tugas sebagaimana
Allah dan rasulnya yang mengajar manusia tanpa mengharap imbalan.
3.
Tidak
meninggalkan nasehat.
Misalnya melarang
murid mempelajari sesuatu ilmu sebelum pada tingkatanya. Guru menjelaskan akan
pentingnya tujuan dari menuntut ilmu yaitu hanya untuk mendekatkan diri kepada
Allah SWT. Dalam artian, Guru tidak menyembunyikan ilmu yang dimiliki, ia harus
sungguh-sungguh tampil sebagai penasehat, pembimbing para pelajarnya ketika
pelajar itu membutuhkannya.
4.
Menasehati
dan mencegah murid dari akhlak tercela.
Tidak
secara terang-terangan, tetapi dengan cara menyindir yakni dengan cara kasih
sayang dan tidak dengan cara mengejek (sindiran). Sebab dengan cara ini akan
lebih efektif yang menjadikan murid tidak minder dan takut kepada guru. Dalam
hal ini sifat kasih sayang mempunyai kekuatan yang besar dalam menguasai dan
menundukan psikologi murid. begitu juga dengan cara sindiran akan memberikan
rangsangan bagi murid mencari apa tujuan dan maksud dari sindiran itu, sehingga
murid akan lebih kreatif dan suka berfikir[11].
Untuk itu, Guru harus senantiasa menjauhi akhlak yang buruk dengan cara
menghindarinya sedapat mungkin.
5.
Tidak
mewajibkan pada murid agar mengikuti guru tertentu dan kecenderungannya.
Dalam
hal ini al-Ghazali melihat kebiasaan dari seorang guru yang bertanggung jawab
pada satu pelajaran hendaklah memberikan keleluasaan pada murid untuk
mempelajari pelajaran yang lain, tetapi bagi guru yang bertanggung jawab akan
berbagai ilmu pengetahuan, maka baginya adalah menjaga dan mengetahui murid
setingkat demi setingkat.[12]
6.
Memperlakukan
murid sesuai dengan kesanggupanya
Memberikan
pengetahuan sesuai pemahaman otak murid atau kadar pemahamannya. Pada murid
boleh dikembangkan suatu ilmu apapun secara mendalam asalkan tingkat pemahaman
sudah sampai padanya.
Lebih
lanjut, kembangkanlah semua pengetahuan kepada murid secara mendalam,
apabila telah diketahui bahwa mereka telah dapat memahaminya sendiri.
Berikanlah mereka menurut ukuran akalnya dan timbanglah mereka berdasarkan
pemahamannya sehingga akan mendatangkan keselamatan dan juga kemanfaatan. Jika
sebaliknya, maka pertentangan atau salah pengertian (mis understanding).
7.
Kerja sama dengan murid di dalam membahas dan menjelaskan
masalah .
Memberikan
pengertian kepada murid yang dangkal akalnya tentang ilmu pengetahuan yang
dasar pula, tidak membuat kebingungan bagi murid. Membuka pintu pembahasan
tentang suatu pengetahuan bagi mereka yang telah mampu memahami pengetahuan
dengan sendirinya.
8.
Seorang
guru harus mengamalkan ilmunya.
Yaitu perbuatannya harus mencerminkan terhadap perkataannya bahkan
ilmu yang dimiliki. Dalam hal ini orang berilmu lebih berdosa atas perbuatan
maksiat daripada orang yang bodoh, karena mereka akan menyesatkan banyak orang
yang telah mengikutinya.[13]
Berdasarkan
uraian di atas terlihat jelas bahwa sosok guru yang ideal adalah guru yang
memiliki motivasi mengajar yang tulus yaitu ikhlas dalam mengamalkan ilmunya,
bertujuan mendekatan diri pada Allah SWT, bertindak sebagai orang tua yang
penuh kasih sayang kepada anaknya, dapat mempertimbangkan kemampuan intelektual
anaknya, mampu menggali potensi yang dimiliki muridnya, bersikap terbuka dan
demokratis untuk menerima dan menghargai pendapat para muridnya, dapat bekerja
sama dalam
memecahkan masalah dan mampu menjadi tipe ideal serta idola bagi
muridnya
serta perbuatannya mencerminkan ilmu yang dimilikinya. Dengan demikian, murid
akan mengikuti perbuatan baik yang dilakukan oleh gurunya dengan baik . Jika hal itu diterapkan dalam
proses
pendidikan maka tidak hanya tujuan pendidikan yang
dicapai, tetapi jauh yang lebih substansial yakni terbetuknya relasi (hubungan)
guru dan murid yang baik,[14] guru bukan dinilai sebagai penjual ilmu
tetapi dinilai dari keikhlasan hati dan tujuannya (tranfer of knowledge dan
penyempurnaan akhlak). Dengan demikian
akan membuahkan hasil bagi kebaikan di dunia dan juga di akherat.
Hal ini sesuai dengan QS. al-baqarah:44,
As-shaf :3 telah di jelaskan:
Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu
melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)?
Maka tidaklah kamu berpikir?
Karib kerabat dan anak-anakmu sekali-sekali tiada bermanfaat bagimu
pada hari kiamat. dia akan memisahkan antara kamu. dan Allah Maha melihat apa
yang kamu kerjakan.[15]
D.
Prospektif Profesi Pendidik
Prospektif artinya yang akan datang atau yang diharapkan
, berasal dar kata prospek dalam bahasa indonesia berarti:
harapan, kemungkinan, sudut pandang, peluang dan kata- kata tersebut identik
berhubungan dengan masa depan.
Adapun
mengenai pengertian profesi, Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa profesi adalah bidang
pekerjaan yang dilandasi pendidikan
keahlian tertentu.[16]
Menurut
Sahertian profesi pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka (to profess artinya menyatakan), yang menyatakan bahwa seseorang itu mengabdikan diri pada suatu
jabatan atau pelayanan karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat
pekerjaan itu. [17]
Jadi Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan/menuntut
keahlian (expertise), menggunakan teknikteknik ilmiah, serta dedikasi yang
tinggi. Profesional
adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan
oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan
keahlian, kemahiran, dan kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma
tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Jadi bisa
dikatakan jika
prospek dihubungkan dengan profesi guru dalam dunia pendidikan maka bisa juga
berarti harapan/ peluang profesi guru dalam dunia pendidikan di masa depan. Harapan
guru masa depan diantaranya: usaha pencapaian layanan Karenanya, maka kode etik
profesi guru harus dijunjung tinggi. Para ahli mengatakan bahwa era globalisasi merupakan era
pengetahuan karena pengetahuan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan.
api tantangan kecenderungan itu tanpa kehilangan nilai-nilai kepribadian dan
budaya bangsanya. Nampak bahwa pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk
menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi berbagai
tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif [18]
Satu hal yang akan menjadi titik
perhatian kita adalah “bagaimana merancang guru masa depan”. Guru masa depan
adalah guru yang memiliki kemampuan, dan ketrampilan bagaimana dapat
menciptakan hasil pembelajaran secara optimal, selanjutnya memiliki kepekaan di
dalam membaca tanda-tanda zaman, serta memiliki wawasan intelektual dan
berpikiran maju, tidak pernah merasa puas dengan ilmu yang ada padanya.
Bagaimana
sebenarnya guru masa depan seperti yang diidamkan oleh banyak pihak,
diantaranya adalah:
1.
Planner, artinya guru memiliki program kerja pribadi
yang jelas, program kerja tersebut tidak hanya berupa program rutin, misalnya
menyiapkan seperangkat dokumen pembelajaran seperti Program Semester, Satuan
Pelajaran, LKS, dan sebagainya. Akan tetapi guru harus merencanakan bagaimana
setiap pembelajaran yang dilakukan berhasil maksimal, dan tentunya apa dan
bagaimana rencana yang dilakukan, dan sudah terprogram secara baik;
2.
Inovator, artinya memiliki kemauan untuk melakukan
pembaharuan dan pembaharuan dimaksud berkenaan dengan pola pembelajaran,
termasuk di dalamnya metode mengajar, media pembelajaran, system dan alat
evaluasi, serta nurturant effect lainnya. Secara individu maupun bersama-sama
mampu untuk merubah pola lama, yang selama ini tidak memberikan hasil maksimal,
dengan merubah kepada pola baru pembelajaran, maka akan berdampak kepada hasil
yang lebih maksimal;
3.
Motivator, artinya guru masa depan mampu memiliki motivasi
untuk terus belajar dan belajar, dan tentunya juga akan memberikan motivasi
kepada anak didik untuk belajar dan terus belajar sebagaimana dicontohkan oleh
gurunya;
4.
Capable personal,
maksudnya guru diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan dan ketrampilan serta
sikap yang lebih mantap dan memadai sehinga mampu mengola proses pembelajaran
secara efektif;
5.
Developer, artinya guru mau untuk terus mengembangkan
diri, dan tentunya mau pula menularkan kemampuan dan keterampilan kepada anak
didiknya dan untuk semua orang. Guru masa depan haus akan menimba ketrampilan,
dan bersikap peka terhadap perkembangan IPTEKS, misalnya mampu dan terampil
mendayagunakan computer, internet, dan berbagai model pembelajaran multi media.
E. Sikap Positif yang harus
dimiliki profesi pendidik
Berdasarkan
paparan di atas, setidaknya kita dapat memperoleh gambaran tentang apa dan bagaimana karakteristik masyarakat dimasa depan di era globalisasi ini dan apa peran pendidikan pada masa yang akan datang serta
tantangan bagi seorang guru untuk menyikapinya. Pendidikan pada dasarnya tidak
terlepas dari peran penting guru sebagai tulang punggung dan penopang utama
dalam proses penyelenggaraan pendidikan.
Pribadi
guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan,
khususnya dalam kegiatan pembelajaran. Pribadi guru juga sangat berperan dalam
membentuk pribadi peserta didik. Ini dapat dimaklumi karena manusia merupakan
makhluk yang mencontoh, termasuk mencontoh pribadi gurunya dalam membentuk
pribadinya. Semua itu menunjukkan bahwa kompetensi personal atau kepribadian
guru sangat dibutuhkan oleh peserta didik dalam proses pembentukan pribadinya.
Sehubungan dengan uraian diatas, setiap guru dituntut untuk memiliki
kompetensi kepribadian yang memadai dan juga sikap positif yang digunakan untuk
menyikapi tantangan atau harapan profesi pendidik dimasa yang akan datang
.Potensi kepribadian dan sikap yang baik , merupakan prasyarat mutlak yang
harus dimiliki oleh seorang guru dalam melaksanakan profesinya. Potensi dan sikap tersebut adalah. Agar
dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, profesional dan dapat
dipertanggungjawabkan, maka guru harus memiliki :
1.
Kesadaran
akan Profesinya sebagai “Guru”
Sebagian besar guru masa kini seringkali melupakan bahwa perannya adalah
sebagai “Guru”. Yang mereka sadari adalah “Guru” hanyalah sekedar profesi
penghasil uang, profesi yang mereka butuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka.Peran tersebut seharusnya dijalankan dengan baik. Guru seharusnya menyadari bahwa peran seorang
“Guru” adalah menciptakan generasi penerus bangsa yang berkualitas.
2. Kepribadian yang mantap, stabil dan dewasa
Ujian berat bagi guru
dalam hal kepribadian ini adalah rangsangan yang sering memancing emosinya.
Kestabilan emosi amat diperlukan, namun tidak semua orang mampu menahan emosi
terhadap rangsangan yang menyinggung perasaan, dan memang diakui bahwa tiap
orang mempunyai temperamen yang berbeda dengan orang lain. Untuk keperluan tersebut,
upaya dalam bentuk latihan mental akan sangat berguna. Guru yang mudah marah
akan membuat peserta didik takut, dan ketakutan akan mengakibatkan kurangnya
minat untuk mengikuti pembelajaran serta rendahnya konsentrasi.[19]
3.
Disiplin,
Arif dan Bijaksana
Dalam dunia pendidikan, sebuah kedisiplinan harus dimulai dengan
pribadi guru yang mencerminkan kedisiplinan, arif dan bijaksana. Sehingga
peserta didik akan terbentuk dan terbina dengan adanya pencerminan yang bisa
dijadikan figur dalam masyarakat sekolah. Dalam hal ini, disiplin harus
ditujukan untuk membantu peserta didik menemukan diri, mengatasi, mencegah
timbulnya masalah disiplin, dan berusaha menciptakan situasi yang menyenangkan
bagi kegiatan pembelajaran.Dalam menanamkan disiplin, guru bertanggung jawab
mengarahkan, dan berbuat baik, menjadi contoh, sabar dan penuh pengertian.
4.
Menjadi
teladan (uswatun hasanah) bagi peserta didik dan masyaraka. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa
yang dilakukan seorang guru akan mendapat sorotan peserta didik dan masyarakat
yang menganggap bahkan mengakui eksistensinya sebagai guru. Sehubungan dengan itu, beberapa hal yang perlu mendapat perhatian
dan didiskusikan oleh guru adalah persoalan;
sikap dasar, bicara dan gaya bicara, aktifitas, performance, hubungan
kemanusiaan, proses berfikir, perilaku neurotis, selera, keputusan, kesehatan
dan gaya hidup secara umum.
5.
Berakhlaqul
karimah dan istiqomah
Diantara
makhluk hidup dimuka bumi ini, manusia merupakan makhluk yang unik dan
sifat-sifatnya pun berkembang secara unik pula. Untuk menjadi manusia yang
dewasa, manusia harus belajar dari lingkungan selama hidup dengan menggunakan
kekuatan dan kelebihannya. Menjadi seorang pemuka sekaligus penasehat atas
peserta didik dan masyarakat, tentunya seorang guru mempunyai modal keteladanan
yang bersumber pada pribadinya, yaitu akhlak yang mulia; bersifat rabbani ,
ikhlas, muru’ah, sabar, jujur, adil, dan lain-lain . Karena dengan hal inilah
proses transfer of knowledge akan mengundang unsur barokah dan seorang guru layak
menjadi figur yang patut di gugu dan ditiru.
Kompetensi kepribadian guru yang dilandasi aspek-aspek diatas tentu
saja tidak tumbuh dengan sendirinya begitu saja, akan tetapi membutuhkan
ijtihad yang mujahadah, yakni dengan sungguh-sungguh, kerja keras, tanpa
mengenal lelah, dengan niat ibadah tentunya
BAB
III
KESIMPULAN
Dari bembahasan diatas dapat kami simpulkan bahwa seorang guru atau
pendidik adalah orang yang mempunyai banyak ilmu, mau mengamalkannya dengan
sungguh-sungguh dan penuh keikhlasan, toleran dan menjadikan peserta didiknya
lebih baik dalam segala hal.
Syarat untuk menjadi seorang guru atau pendidik dalam pendidikan Islam
yaitu harus bertaqwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmani, berakhlak baik,
bertanggung jawab, dan berjiwa nasional. Sedangkan sifat-sifat yang harus
dimiliki seorang guru atau pendidik dalam pendidikan Islam yaitu harus bersifat
zuhud, ikhlas, bijaksana, mencintai muridnya dan lain sebagainya.
Tugas utama seorang guru atau
pendidik ialah mendidik,baik dengan bentuk mengajar, memberikan dorongan atau
motivasi, memuji dan lain sebagainya Tugas utama seorang guru atau pendidik
ialah mendidik,baik dengan bentuk mengajar, memberikan dorongan atau motivasi,
memuji dan lain sebagainya.Guru di masa depan adalah seorang guru yang tidak
hanya mengajar tapi juga mampu mendidik dan membentuk pribadi peserta didik
yang baik. Dia memiliki sifat-sifat kenabian (Siddiq, tabligh, amanah,
fatonah), dan memiliki akhlak terpuji. Menjunjung kejujuran, dan
bertanggungjawab terhadap tupoksinya, serta ikhlas menjalankan kewajiban.
Menyayangi anak dengan sepenuh hatinya, mampu bekerjasama dengan teman sejawat,
dan berwawasan luas dengan banyak membaca, senang menulis, dan mengupgrade
diri.
Sosok guru masa depan adalah guru yang dapat
memahami dan mengerti segala tingkah laku sisw di sekolah. Dia dapat
memberikan kenyamanan bagi peserta didiknya sehingga ilmu yang diberikan dapat
diserap dan bermanfaat bagi peserta didiknya. Dia mampu memberi teladan yang
baik untuk muridnya. Guru yang bertanggungjawab terhadap anak, dan loyal
terhadap tugas-tugas yang diberikan serta dilaksanakan dengan penuh dedikasi
tinggi.
Selain itu, sosok guru masa depan juga merupakan sosok guru yang
seharusnya memiliki keterampilan dasar pembelajaran, kualifikasi keilmuannya juga
optimal, performance di dalam kelas maupun luar kelas tidak diragukan. Tentunya
sebagai guru masa depan bangga dengan profesinya, dan akan tetap setia
menjunjung tinggi kode etik profesinya.
Oleh sebab itu, untuk menjadi guru masa depan
diperlukan kualifikasi khusus, dan barangkali tidak akan terlepas dari relung
hati dan sanubarinya, bahwa mereka memilih profesi guru sebagai pilihan utama
dan pertama.
DAFTAR PUSTAKA
Nata Abuddin. 2000.Perspektif
Islamtentang pola hubungan guru-murid, studi pemikiran tasawuf
Al-Ghazali . .Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Tafsir Ahmad, 2004. Ilmu Pendidikan
dalam Persepektif Islam, Bandung:
Remaja Rosda Karya
-----------------.,
2013.Ilmu Pendidikan Islami, Bandung: PT
Rosdakarya
-----------------,1992.Ilmu Pendidikan
dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Rosdakarya.
Al-Ghazali,
Mukhtashar Ihya’ Ulumuddin, ( Beirut: Dar al-fikr, t.t.)
AlGhazali Al-imam
Abi Hamid Muhammad ibn Muhammmad, Ihya
Ulum Al-din, Beirut –Libanon : Dar Al-Ma’rifah,tt
Al-Zabidi, Ith-Khafu Saadatu Al-Muttaqin, Juz. I, Beirut: Dar al-kitab al- Ilmiah, 2002
http://be4utifulgirlz.blogdetik.com/2011/06/19/guru-masa-depan-diantara tantangan -dan -harapan/ (diakses , Tanggal 13 April 2014 )
http://js-ruangberbagi.blogspot.com/2012/08/tantangan-profesi-guru-di-era.html (diakses , Tanggal 13 April 2014 )
http://miftaheducation.blogspot.com/2012/02/membangun-citra-guru-menuju.html(diakses , Tanggal 13 April 2014 )
Uzer Utsman Moh., 1997. Menjadi Guru
Profesional, cet-VIII, Bandung;
Remaja Rosdakarya
fadhil
al-Jamali Muhammad, Tarbiyah al-insan al-Jadid,Al-Tunisiyah :
al-Syarikah, tt
Gordon,
Thomas 1986. Guru Yang Efektif. Jakarta: Rajawali
Daradjat Zakiah,
1987. Islam untuk Disiplin Ilmu Pendidikan, Jakarta: Bulan
Bintang
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1996. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Piet
Sahertian A, 1994. Profil Pendidik
Profesional. Yogyakarta:
Andi Offset
Mata Kuliah Ilmu Pendidikan Islam ( Semester II)
[2] Muhammad fadhil al-Jamali, Tarbiyah
al-insan al-Jadid, (Al-Tunisiyah : al-Syarikah, tt), hal. 74
[3] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam
Perspektif Islam, (bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hal. 74
[4]
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam
Perspektif Islam,(Bandung: Pt Remaja Rosdakarya,1994) h.81
[5]
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, (Bandung: PT Rosdakarya,2013) h.127
[6] Abuddin Nata. Perspektif
Islamtentang pola hubungan guru-murid : studi pemikiran tasawuf Al-Ghazali
. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2000). Hlm.88 - 89
[8] Ahmad
Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2004), hlm. 74. 22
[9] Al-Zabidi, Ith-Khafu Saadatu Al-Muttaqin,
Juz. I, ( Beirut: Dar al-kitab al- Ilmiah,
2002), cet. III, hlm. 334
[14]
Thomas Gordon, Guru Yang Efektif, ( Jakarta: Rajawali, 1986 ), hlm. 28.
[15] Al-imam Abi Hamid Muhammad ibn Muhammmad
AlGhazali, Ihya Ulum Al-din,(Beirut
–Libanon:Dar Al-Ma’rifah,tt)h-55-58
[16] Tim
Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996),
hal. 789
[17] A.
Piet Sahertian, Profil Pendidik Profesional, (Yogyakarta: Andi
Offset,1994) hal. 26.
[18] http://be4utifulgirlz.blogdetik.com/2011/06/19/guru-masa-depan-diantara-tantangan-dan-harapan